Part 34 : Persiapan Kehilangan

191 11 0
                                    

Seumur hidupnya, hari ini adalah hari yang paling menguras tenaga bagi Kirana. Gadis itu bahkan lebih suka disuruh keliling lapangan sepuluh kali dibandingkan harus keliling dan memutar otak demi mencari keberadaan Rayhan. Setibanya di rumah, Kirana langsung merebahkan tubuh di atas kasur. Dalam hati ia berharap, semoga tindakannya hari ini benar dan semoga esok hari akan menyapanya dengan senyuman.

"Kiraa..." Diana membuka pintu kamar milik adiknya, "udah maghrib, sho-" Kirana masih tertidur dengan keringat yang memenuhi sekujur tubuh itu. Sontak, Diana meletakkan tangannya di dahi Kirana. Panas.

"Buuuuu!!" Teriak Diana, panik, yang untungnya tidak membangunkan sang adik.

Ibu Kirana berlari, "apa? Kenapaaa?" Tanyanya kebingungan.

Diana mengarahkan tangannya pada kepala ke Kirana yang masih tertidur pulas. "Panas. Masa nggak sembuh-sembuh sih?"

Wanita itu mengikuti tindakan putri sulungnya, meletakkan tangan di atas dahi Kirana dan memegang tangannya untuk memastikan suhu badan putri bungsunya itu. "Ran, Kiraa...." Panggilnya sambil menggoyang-goyangkan tubuh kecil itu.

Mata Kirana perlahan membuka, "hah? Iya?" Lirihnya, serak.

"Kamu beneran kerja kelompok tadi apa ngelantur?" Tanya Ibu dari dua perempuan itu, menginterogasi, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Kirana.

"Harusnya tadi jangan dikasih izin, Bu." Timpal Diana.

"Besok, nggak usah sekolah." Tegas Ibunya. Pupil mata Kirana membesar, ia tidak suka jika harus terus berada di rumah tapi, Ibunya benar. Ia lemah dan Kirana bisa merasakan itu. "Nggak ada tapi-tapian. Ibu suruh libur buat istirahat biar mendingan. Ini malah makin parah."

"Ke dokter aja ya sama Mbak." Ucap Diana yang membujuk adiknya.

Kirana menggeleng, "nggak, Mbak. Istirahat di rumah aja."

Diana mengelus puncak kepala adik satu-satunya yang ia punya. "Yaudah kamu istirahat dulu, kalau besok masih belum turun juga. Kita harus ke dokter. Titik."

"Harus itu." Sambung Ibunya.

Kirana kembali tertidur setelah disuruh makan dan minum obat, ia lupa bahwa Rayhan akan menghubungi dirinya. Rasa sakit yang menyerang tubuhnya membuatnya memilih untuk tidur.

Di sisi lain, Rayhan terus berusaha menghubungi Kirana. Pesannya tidak ada yang dibalas, begitu juga dengan panggilannya. Di benaknya, ia terus menerka-nerka, apa gadis itu belum sepenuhnya memaafkan dirinya dan apakah semua yang terjadi tadi hanya rekayasa untuk menghentikannya. Otaknya dipenuhi berbagai macam pertanyaan dan ia membenci pemikiran itu.

Mengingat kondisi Kirana tadi, ia kembali mencoba berpikir postif. Mungkin, gadis itu kelelahan atau sesuatu terjadi padanya. Tidak. Jangan! Pekik batinnya.

Demi menuntaskan rasa penasarannya, lelaki itu memilih untuk menghubungi Ibu Kirana.

"Halo, Tante." Katanya memulai pembicaraan saat panggilan itu tersambung.

"Iya, halo."

"Ini Rayhan, Tante."

"Oh, iya. Maaf, Tante nggak sempet baca tadi hehe."

"Nggak apa-apa, Tan."

"Ngomong-ngomong, ada apa Rayhan? Nanyain Kirana?"

"Iya, dari tadi nggak bisa dihubungi. Kenapa ya, Te?"

"Kirana lagi sakit udah berapa hari ini nggak masuk sekolah. Mana tadi keluar izinnya kerja kelompok. Pulang-pulang demam tinggi, padahal paginya udah baikan."

The Endless MomentWhere stories live. Discover now