Seandainya kata-kata dapat dengan mudah mempengaruhi pikiran dan keyakinan seseorang, maka aku ingin meneriakkan bahwa aku percaya padamu. Namun kenyataannya, kata hanyalah kata, yang dominan adalah keyakinan melalui hati.
Langit menggelap dan gemercik air hujan disertai gemuruh seolah bersahut-sahutan menyuruh siapapun di luar sana untuk berteduh. Sementara di dalam sebuah rumah, gadis yang berusia awal dua puluh tahunan itu menoleh ke samping dimana seorang lelaki tertidur masih dengan posisi duduk. Ia menelisik wajah itu yang tampak lelah dengan lingkaran hitam di bawah mata. Rayhan tampak berbeda jika diperhatikan dengan seksama dan Kirana tidak bisa menutup mata akan perubahan itu.
Masih dengan mata yang tertutup sang empu bersuara. "Kalau mau tidur di dalam."
"Dibanding aku, kayaknya kamu yang lebih butuh tidur." Sahut Kirana.
"Hm."
"Kamu capek banget?" Tanya gadis itu ragu-ragu.
"Kenapa?" Kali ini, mata cokelat gelap itu terbuka. "Bahas apa kali ini?" Dialihkan sepenuhnya atensi terhadap perempuan di sampingnya.
Di dalam hati, Kirana menggerutu. Rayhan selalu bisa membaca gerak-gerik, juga isi hatinya dan itu cukup menyebalkan bagi dirinya. "Soal Kak Rio."
"Ada apa dengan Rio?"
"Rio dan Vinka."
"Mereka putus kan?"
Kirana mengangguk. "Tapi, aneh. Gak ada hujan, gak ada angin tiba-tiba putus."
"Vinka cerita kan sama kamu?"
"Ya, dia bilang Rio selingkuh."
"Lalu?"
"Aku gak percaya."
"Lalu?"
"Ray!" Geram Kirana seraya mencubit pelan lengan lelaki itu.
"Kamu bermaksud nuduh aku lagi?"
"Gak gitu, tapi kamu tahu kan kalau Rio orangnya gimana. Dia sebucin itu dan tiba-tiba selingkuh aneh banget. Mana dia menghindari kontak sama aku juga."
"Ran.." panggilan itu tiba-tiba saja membuat Kirana merinding, terlebih saat jari jemari itu menyentuh wajahnya. "Satu per satu biar kamu tidak gegabah."
"Kamu tahu sesuatu?" Tanya Kirana takut-takut.
"Aku akan selalu berdiri di belakang kamu dan melindungi kamu." Bisiknya, lalu mengecup pelan pipi gadis itu.
Tiba-tiba saja tubuh Kirana bergetar hebat. Ia ingin menyerah, tapi ia telah terlibat terlalu jauh. Dia merasa bertanggung jawab atas putusnya hubungan Rio dan Vinka. Dia merasa kalau semua ini terasa aneh dan Kirana harus mencari titik terang permasalahan ini.
"Jangan menangis karena itu membuat kamu terlihat lemah."
Lemah? Kirana memang lemah dan dia butuh seseorang untuk membantunya menguak misteri ini. "Jangan pergi." Ia meraih tangan lelaki yang tengah menghapus air matanya. "Aku takut."
•••
Jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam. Kirana baru saja menyelesaikan aktivitas mandi dan berganti pakaian. Kini, ia duduk di depan cermin sembari memikirkan misteri mana yang harus ia buka terlebih dahulu. Meski jika boleh jujur, Kirana yakin jika Rayhan mengetahui segalanya. Lelaki itu tampak sengaja membuatnya tahu satu per satu dan Kirana akan menurutinya. Lagi pula, Rayhan benar. Dia tidak boleh mengambil langkah terlalu cepat atau bahkan salah langkah. Dia harus mempersiapkan segalanya dengan matang.
Gadis itu teringat percakapannya sore tadi bersama Rayhan mengenai hubungan Rio dan Vinka. Dari nada itu, ia yakin jika ada sesuatu yang ditutupi oleh Rio. Lelaki itu tidak mungkin selingkuh, bahkan kunci layar dan kata sandi semua akun sosial medianya melibatkan Vinka. Rio terlalu bucin untuk selingkuh.
Namun, dia tidak bisa mendesak Rio terlalu dalam. Dia harus berhati-hati agar lelaki itu tidak tertekan dan bersembunyi lagi darinya. Masalah Adit saja belum selesai, Rio tidak boleh lari karena lelaki itu merupakan kartu AS di permasalahan ini. Di luar situ, Rio juga berhutang penjelasan terhadap sahabatnya.
Pertama, Kirana akan menghubungi Vinka. Ia yakin jika sahabatnya itu tak mengatakan semuanya, tetapi yang paling penting adalah perasaan gadis itu. Ia akan membantu sebisanya jika memang Vinka masih menginginkan Rio, tapi dia akan menyerah jika sahabatnya itu telah memiliki pasangan baru.
Setelah dering ketiga, panggilan Kirana baru disambut oleh Vinka. Ia berbasa-basi menanyakan kabar sebelum menuju intinya.
"Hubungan lo gimana sama anak BEM itu?" Tanya Kirana dengan nada menggoda.
"Apa sih. Gak ada apa-apa. Gue lagi mau fokus kuliah."
"Halah sok-sokan." Cibir Kirana. Ia kenal betul dengan sesosok sahabatnya itu. "Bilang aja kalau lo masih belum move on."
"Gue udah move on ya!" Seru Vinka di seberang sana.
"Kak Rio aja belum move on."
"Lo ngaco!"
"Kak Rio sendiri cerita ke gue."
"Demi apa?"
Kirana tersenyum. Mendengar nada itu saja, ia sudah bisa menebak jika Vinka masih mengharapkan Rio kembali. "Lo ketahuan banget belum move on."
"RAN!" Vinka berteriak, untung saja Kirana tidak meletakkan ponsel di dekat telinganya. Bisa-bisa tuli dirinya jika mendengarnya dari dekat.
"Gue yakin kalau Rio belum bisa lupain lo."
"Jangan bikin gue terbang, Ran. Percuma. Gue tahu kalau dia udah punya yang baru. Selingkuhan dia dulu perawat. Gue masih ingat wajahnya."
"Lo tahu darimana dia perawat?"
"Gue kepoin akun sosial medianya."
"Dan lo percaya dia selingkuhan Rio?"
Terdengar suara helaan napas, "gimana gak percaya, orang Rio sendiri yang bilang."
"Dan lo percaya gitu aja? Pernah lo mikir kalau itu cuma cara Rio buat nyakitin lo?"
Tak ada jawaban selama beberapa detik. "Kalau memang itu maunya dia. Gue turutin, Ran. Gue udah terluka."
"Gue yakin kalau Rio gak akan se-tolol itu. Untuk saat ini gue cuma butuh jawaban lo soal perasaan lo ke Rio. Lo masih berharap dia kembali?" Kata Kirana memohon. "Tolong percaya sama gue."
"Dia harus minta maaf dan ngejar gue sampai jatuh bangun." Jawaban itu memuaskan Kirana.
"Thanks, Vin. Gue bakal bikin cowok itu bertekuk lutut memohon ampun sama lo."
"Ran, sebenarnya gue mau bilang ini sejak lama, tapi gue takut karena lo dekat sama Kak Rayhan." Lirih Vinka ragu-ragu.
"Apa? Gue gak akan menghakimi seseorang gitu aja, Vin. Just tell me."
"Dulu waktu gue masih sama Rio, gue sering liat ada chat dan panggilan masuk dari Sehan. Yang gue tahu, Sehan itu adik Kak Ray tapi itu cukup mengganggu karena Rio pasti selalu jawab panggilan itu sesegera mungkin."
Sehan? Untuk apa adik Rayhan itu menghubungi Rio?
YOU ARE READING
The Endless Moment
FantasyMimpi itu membuat Kirana terlalu ambisius untuk mencari seseorang yang mungkin akan menjadi takdirnya. Tapi, siapakah lelaki yang ada di dalam mimpinya itu?