Part 32 : Dia menghilang (3)

170 13 0
                                    

Atas? Kok gue ngerasa ada sesuatu. Mikir Kirana, mikir. Wait... Waittt... Kak Rayhan nggak mungkin loncat dari ketinggian kan?

"Bibi, tau tempat tinggi yang sering dikunjungi Kak Rayhan?" Tanya Kirana tiba-tiba.

Rio memperbaiki posisi duduknya, "lo sepemikiran sama gue?"

Kirana menaikkan salah satu alis, "tempat tinggi?" Tebaknya tidak yakin yang dibalas dengan anggukan kepala.

Sementara wanita paruh baya itu masih celingak-celinguk belum mengerti apa yang dua remaja itu bicarakan. "Kalian ngomongin apa? Kasih tau Bibi. Tempat tinggi apa?"

"Kemungkinan Kak Rayhan bakal loncat dari tempat yang tinggi, entah itu gedung sekolah, pohon atau dimana belum pasti sih. Tapi kira-kira apa Bibi tau tempat yang sering dia kunjungi?" Jelas Kirana.

"Rayhan sukanya sekolah." Jawab Bi Diah.

Rio menggeleng, "nggak mungkin, karena sekolah jam segini masih rame."

Kirana mengangguk setuju, tidak mungkin jika Rayhan mau menjadi perhatian publik. "Tempat yang sering lo berdua kunjungi?" Tanya Kirana kepada pacar sahabatnya itu.

"Kenapa nggak tempat yang sering kalian berdua kunjungi?" Tanya laki-laki itu balik.

Kirana menggeleng, ia tidak yakin. Selama ini tempat yang mereka suka datangi hanya sekolah dan rumah Rayhan. Jadi tidak mungkin.

"Orang yang mau coba bunuh diri itu pasti selalu di tempat yang mereka sukai atau tempat yang mereka benci biar semakin mudah dan tidak menyesali perbuatan mereka." Celetuk Kirana asal. Lagipula, dia tidak pernah kemana-mana selama ini.

Laki-laki berkaos hitam yang dilapisi kemeja itu menganggukkan kepala, "lo bener," ujarnya, "dan hal yang paling dia benci adalah kehilangan lo yang oto-"

"Tempat dimana dia pernah marah besar dan nyiksa gue, selain dirumah." Potong Kirana cepat.

Rio menjentikkan jari, "pas." Ujarnya, "ayo, Ran!"

Kirana mengangguk dan bangkit dari duduknya, "Bi, kita berdua cari Rayhan dulu ya!"

Wanita paruh baya itu tidak banyak bicara. Ia percaya pada dua remaja yang merupakan orang terdekat Rayhan, terutama Kirana. Gadis yang selalu berbuat baik walau sudah disakiti berkali-kali oleh Rayhan. Dia hanya bisa berharap yang terbaik bagi anak laki-laki yang sudah ia anggap seperti anak sendiri itu.

"Bibi, titip satu tamparan buat Rayhan kalau ketemu." Ujar Bi Diah yang membuat Kirana juga Rio saling tatap selama beberapa detik, kemudian melihat kembali ke arah wanita itu. "Iya, Bibi serius. Kalau sama Bibi dia udah sering dapet. Harus dari kamu, Ran atau pukulan dari kamu Rio." Tegasnya sambil tersenyum dengan mata sendu.

Kedua remaja itu mengangguk, "kita pergi dulu, Bi."

- - -

Tidak ada yang tahu soal takdir, mungkin mereka akan terlambat atau malah dugaan mereka salah. Yang pasti, mencoba lebih baik daripada terus berdiam diri dan terus pasrah.

Motor yang dikendarai Rio berhenti tidak jauh dari sebuah gudang kosong, tempat dimana Rayhan membabi buta memukuli Rio dan Martino. Seandainya hari itu Kirana tidak muncul, mungkin dua laki-laki itu hanya tinggal nama dan mungkin mereka akan membusuk di sini tanpa ada satu pun yang tahu keberadaan mereka.

Gudang ini sudah tidak digunakan lebih dari sepuluh tahun, tempatnya yang sepi dan cukup jauh dari keramaian membuat bangunan ini terbengkalai dan hampir tidak pernah dikunjungi.

Mereka sengaja berjalan dari pinggir jalan yang berjarak beberapa meter dari bangunan itu agar Rayhan tidak mengetahui kedatangan mereka. Kirana percaya bahwa Rayhan masih hidup dan ia harus bisa menghentikan tindakan bodoh itu.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now