Bab 20 : Keluarga Rayhan

216 15 0
                                    

Usai memberikan waktu untuk dua kakak beradik itu, Kirana diajak ke dapur bersama Mama Rayhan dan Bi Diah. Sementara Papa Rayhan duduk di sofa yang tak jauh dari dapur.

Wanita paruh baya yang Kirana ketahui sebagai Mama Rayhan mengeluarkan beberapa sayuran dari kantung plastik. "Kamu bisa masak?" Tanya Mama Rayhan. Rasanya sudah seperti di  interview calon mertua saja.

"Aduh, Fi. Jangan ditanya, dia sering bantuin aku masak." Celetuk Bi Diah yang mengukir senyum di wajah Mama Rayhan. "Masakannya enak."

"Oh ya?"

Kirana hanya menunduk malu. "Biasa aja, Bi. Kirana terkadang ditinggal sendiri sama orang tua karena harus ke rumah Mbak. Jadi, harus belajar kan ya, Bi?"

"Siip, kali kan, Neng." Balas Bi Diah yang heboh sendiri.

"Wah, hari ini kita harus coba ya, Pa?" Ujar Mama Rayhan yang membuat Papa Rayhan menoleh dan mengiyakan.

Papa Rayhan melirik Kirana lekat-lekat. "Kamu udah sering kesini?" Tanya pria itu kali ini.

Awalnya, Kirana merasa takut tapi sepertinya Papa Rayhan orang yang baik dan ramah. "Gak, Om. Ini yang keenam ya, Bi kalo gak salah." Jawab Kirana. Tentunya, ia juga menghitung hari dimana Rayhan membawanya paksa kesini.

"Yah, sekitar itulah." Balas Bi Diah.

Papa Rayhan sedikit mengangguk. "Lumayanlah ya, eh tapi itu kalian kenal sejak kapan?"

Kirana mengangkat alisnya mencoba mengingat, "Hmm.. Sekarang bulan dua." Minggu kedua sekolah dimulai, itu saat ia kembali bermimpi tentang Dit, di akhir bulan juli. Berarti sekitar bulan agustus ia mengenal Rayhan. "Kenal agustus, Om sekitar tujuh bulan tapi kalau deket, baru lima bulanan deh, Om." Jawab Kirana.

"Pacaran sejak kapan?" Celetuk Mama Rayhan tiba-tiba.

Kirana sedikit terkejut, ia menghela nafas sejenak. "Belum, Tan. Cuma deket aja, Kak Rayhan itu baik orangnya."

Kedua orang tua Rayhan menoleh secara bersamaan ke arah Kirana. "Apa?" Ujar mereka bersamaan. Seolah tidak percaya jika putra mereka menjalin hubungan tanpa status dengan seseorang, terlebih seorang perempuan.

"Belum ya. Aku yang udah lama liat mereka aja kirain udah, soalnya deket banget anak dua ini." Timpal Bi Diah.

"Rayhan gak pernah ngelukain kamu kan?" Tanya Papa Rayhan yang Kirana balas dengan gelengan kepala. Ia berbohong. Ia takut jika Rayhan akan kembali di kurung yang akan semakin memperburuk kondisi mental lelaki itu.

Mama Rayhan meletakkan tangannya diatas pundak remaja itu. "Selama ini apa kamu tahu sikap asli dia?" Tanya Mama Rayhan dengan agak berbisik, ia tak mau putranya mendengar hal itu.

Papa Rayhan yang masih duduk di sofa terlihat antusias menanti jawaban Kirana. Pria itu bahkan sudah menopangkan kedua tangan di dagu.

Gadis itu mengangguk yang membuat kedua orang tua Rayhan sedikit lega. "Kamu yakin bisa bertahan?" Pertanyaan dari Papa Rayhan ini membuat Kirana terdiam. Hal ini yang terus berputar di otak kecilnya. Apa dia bisa bertahan? Tentu tidak, pemikirannya pasti sama dengan jawaban orang pada umumnya. Memangnya, siapa yang mau merasakan cinta ini? Tidak ada, ini terjadi dengan alamiah, kecuali orang tersebut mengalami Stockholm Syndrome.

Mama Rayhan mengelus pundak Kirana, "Udah, gak usah dijawab. Tante tahu itu berat." Ucapan tersebut mampu menenangkan Kirana.

Kirana menatap mata coklat milik wanita itu, sunyi seperti ada harap dibalik mata itu. "Kirana belum tahu kedepannya seperti apa, tapi Kirana mau bantu Om sama Tante." Jawab gadis itu dengan senyum kecil di wajahnya.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now