Part 28 : Dia baik-baik saja, kan?

174 16 0
                                    

Merasa tenaga Kirana sudah pulih, gadis itu diantar pulang ke rumah. Beruntung, Ayah Kirana belum pulang, hanya ada Ibunya yang tidak banyak tanya dan bersikap berlebihan. Kirana meminta pada keluarga Rayhan agar tak menceritakan yang sebenarnya melainkan, mengatakan bahwa ia habis terjatuh dari motor.

Setibanya di kamar, Kirana membaringkan tubuh dan rasa nyeri mulai berkeliaran di tubuh mungil itu. Sesekali, ia meringis ketika tangannya digerakkan.

Rasa nyeri di lengannya, mengingatkannya pada kejadian tadi yang tentunya akan menyisakan sebuah bekas. Mungkin belum bisa dikatakan trauma berat hanya sebuah trauma kecil atau lebih halus yaitu tidak bisa move on.

Gadis itu masih bertanya-tanya dimana seorang Rayhan saat ia hendak pulang tadi. Walaupun ia membenci laki-laki itu bukan berarti menghilangkan rasa pedulinya terhadap sesama bukan?

Biasanya, laki-laki itu akan mengiriminya pesan setelah ia melakukan kesalahan tapi kali ini tidak. Hatinya bertanya-tanya dan terus merasa gelisah. Bukan ingatan mengenai peristiwa tadi tapi ada hal lain yang menganggu. Tapi, apa? Entahlah.

Dia merasa Rayhan bagai hilang ditelan bumi dan Kirana benci ketika otaknya dipenuhi kekhawatiran terhadap lelaki itu setelah apa yang menimpanya.

Dibandingkan memikirkan lelaki yang jelas-jelas telah menyakitinya, Kirana memilih untuk tidur mengikuti perintah otaknya dan mengabaikan kata hatinya. Ia berharap hari esok akan datang lebih cerah.

◇◇◇

Pagi ini, luka di lengannya terasa semakin nyeri. Dengan kondisi Kirana yang lemah, tentu saja kedua orangtuanya melarang untuk pergi ke sekolah.

Padahal, gadis itu penasaran dengan kabar Rayhan. Ia ingin bertemu dengan lelaki itu, tapi tentu ia tak akan mengirimi Rayhan pesan, melainkan mengirimi Sehan,

Sehann..

Kakak apa kabar? Udah mendingan?

Iya.
Sehan gak sekolah?

Kalau Kak Ray kumat, biasanya semua keluarga gak disuruh keluar rumah. Takut ada apa-apa gitu.

Kirana tidak mengerti maksud dari ucapan Sehan. Mungkin takut Rayhan kembali kumat? Ehh, kumat lagi?

Dia dimana sekarang?
Perasaan Kakak kurang enak.

Di kamar, tapi gak keluar dari kemarin.
Tapi, tenang aja, Kak. Dia emang biasa gitu.

Oh, yaudah.

Kakak pasti benci kan sama kami sekarang?

Kenapa? Nggak kok.

Kalau Kakak benci, kita bisa maklum.

Nggak, malah Kakak berterima kasih sama kalian, apalagi Sehan udah mau jadi adik sekaligus temen sekarang.

Sehan sayang Kak Kirana.

Kakak juga.

Meski perasaannya belum membaik akibat khawatir akan Rayhan, tapi pesan dari Sehan cukup membuatnya sedikit lega. Jadi, Kirana memutuskan untuk membersihkan diri, kemudian sarapan pagi. Sesekali, ia masih merasa nyeri di lengannya, bekas sayatan itu masih mengingatkannya dengan hari itu.

"Kira, Nanti siang Mbak kamu bakal dateng kesini." Ujar Ibu Kirana.

Kirana menoleh, "nginep, Bu?"

Ibunya menggidikkan bahu, "mungkin," jawabnya, "kan kamu tahu sendiri, dia tinggal diluar kota, susah bolak-balik. Kemungkinan nginep, kenapa?"

Kirana menggeleng, "gak papa, Bu. Cuma rindu sama suasana dulu." Gadis itu tersenyum tipis yang membuat Ibunya ikut tersenyum.

"Oh, iya. Kemarin itu kenapa bisa jatuh? Boncengan sama cowok yang waktu itu?" Tanya Ibu Kirana, penasaran.

Kirana mengedip-ngedipkan mata dan melirik kesana kemari. Gadis itu bingung harus menjelaskannya. Apa ia harus berkata jujur? Tidak-tidak. Hati gadis itu menolak, bagaimana jika Ibunya memberitahu sang Ayah? Kan bisa gawat, bisa-bisa keluarga Sehan bahaya. Otak Kirana mulai bekerja mencari alasan, "anuu, Bu. Jangan marah ya?" Ibu Kirana mengangguk, "kemarin itu rencananya mau belajar naik motor gitu sama adiknya Kak Rayhan, si Sehan tapi malah jatuh."

Ibu Kirana menyipitkan mata, seolah-olah belum percaya dengan yang diceritakan putrinya ini. "Kalau jatuh dari motor, biasanya lutut yang luka atau nggak kaki atau lecet. Ini malah kayak disayat." Ujar Ibu Kirana seraya tangannya mengusap lengan anaknya tertutup perban.

Gadis itu menelan saliva, Ibunya memang tidak bisa dibohongi. Namun, tidak mungkin ia menceritakan yang sebenarnya terjadi. "Kirana kan kemarin itu untungnya pake jaket Sehan, terus pinjem celana panjang dia. Jadi gak luka parah gitu." Jelas Kirana, "kalau luka ini, pas jatuh Kirana gak tahu kalau di deket situ ada kawat ehh malah nusuk, ke tangan. Mana motor posisinya nyala jadi kegores dalem gini."

Wanita paruh baya itu meringis, seakan-akan ia bisa melihat dan merasakan saat putrinya terjatuh, "aduh, kamu ini. Malah nyusahin orang kan, pasti celana sama jaketnya sobek."

Kirana bernafas lega. Tidak sia-sia otaknya bekerja, sepertinya Ibunya mempercayai cerita karangan miliknya. Maaf, Bu. Batin Kirana. "Ihh, Ibu ini malah mikirin celana sama jaket. Dia aja bilang gak apa-apa."

Ibu Kirana menyunggingkan bibir, lalu mengelus kepala putrinya penuh sayang, "Ibu prihatin kok sama kamu tapi kan tetap aja punya orang itu. Gimana kalau mahal."

Kirana berdecih, kemudian tersenyum sembari tangannya yang tidak terluka memeluk sang Ibu.

Maafin Kirana ya, Bu.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now