Part 44

148 5 0
                                    

Kenapa harus bersembunyi jika menampakkan diri tak membahayakan?

Persis. Dia pasti orangnya. Kirana tidak mungkin salah lihat. Ia melihat dengan jelas sesosok itu di balik pohon tengah memandangi dirinya dan Adit. Ia tidak tahu apa tujuan orang tersebut melakukannya tapi bukankah sudah waktunya berhenti bersembunyi?

Nama kontak itu belum berubah. Kirana tidak berniat menghapusnya. Ia malah meragukan apakah nomor itu masih aktif ataukah sudah hangus. Namun, ia tidak akan menemukan jawabannya jika hanya melihat. Jadi, gadis itu memutuskan untuk menekan panggil pada layar ponselnya. Saat panggilan itu menampilkan kata berdering, Kirana menghela napas lega sekaligus menerbitkan senyum tipis di wajah itu.

"Halo?" Sapa Kirana ketika panggilan terhubung.

"Hm, ya?"

Senyum itu semakin lebar dan Kirana tahu jika nada malas itu berarti ya. Lelaki itulah yang berdiri di bawah pohon kemarin. "Kemarin, lo di sana kan?" Tukasnya tanpa basa-basi.

Terdengar suara helaan napas di seberang sana. "Ya."

"Kenapa?"

"Gue emang niat nemuin Adit."

"Tapi, kenapa lo gak nemuin dia dan malah berakhir kayak penguntit?"

"Karena lo."

"Memangnya apa yang salah dengan gue?" Tanya Kirana, "kita masih ngobrol beberapa hari yang lalu kalau lo lupa di minimarket."

"Gue-"

"Kak Rio, lo tahu sesuatu kan yang berhubungan dengan Adit?" Tukas Kirana untuk yang kesekian kalinya. Ia merasa Rio berbeda.

"Gak!" Balas Rio cepat. "Gue cuma canggung sama lo."

"Ohhh," gadis itu mengangguk mengerti, "gue gak cerita pas kita ketemu, kalau itu yang lo takutin."

"Gue gak takut. Gue cuma-"

"Kalau lo gak takut, harusnya lo berani berhadapan dengan masa lalu."

"Buat apa?"

"Jadi, lo mengaku salah?"

"Memangnya ada perbedaan gue benar dan salah? Buktinya udah jelas."

"Berarti lo membenarkan semua tuduhan itu?"

"Ran, please..." Kirana bisa mendengar nada putus asa di sana.

"Kenapa lo harus takut kalau lo gak salah? Bukannya tugas lo membela kebenaran?" Tak terdengar sahutan, jadi gadis itu memilih melanjutkan. "Lo gak harus takut, terlebih saat itu menyangkut diri lo sendiri. Lo menjadi aparat buat melindungi masyarakat, tapi kenyataannya, lo melindungi diri sendiri aja gak bisa. Lo lemah."

"Ya, I admit it." Lirih Rio.

Namun, bukan ini yang Kirana mau. "Kapan lo ada waktu?"

"Ngapain?"

"Kita ketemu di rumah Kak Adit."

"Gak bisa dalam waktu dekat."

"Sabtu depan, gue free."

"Gue full tugas."

"Jadi, kapan?"

"Nanti gue kabarin lagi."

Kirana mengembuskan napas sedikit kasar. "Gue cuma mau ngasih tahu, Vinka mulai buka hati sama temen BEM nya. Who knows kalau ada lelaki lain yang masuk dan gantiin posisi lo. You know Kak, udah hampir dua tahun posisi lo kosong." Usai mengatakan itu, Kirana mematikan panggilan secara sepihak.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now