Part 27 : Torture (3)

181 15 2
                                    

Satu jam hampir berlalu, Bi Diah kembali dengan membawa makanan dan air hangat untuk mengompres kepala Kirana. Meski pendarahan Kirana dapat dihentikan tapi gadis itu masih juga belum sadar sedangkan tubuhnya dingin.

Sehan sudah mencoba berbagai cara untuk menghangatkannya, dengan memoleskan minyak angin juga balsem, memijat kaki, dahi dan tangan Kirana tapi gadis itu belum juga membuka mata.

Sementara Bi Diah, mencoba untuk tenang, kemudian memijat daerah kepala dan dada Kirana. Hanya Rayhan yang mondar-mandir dengan air mata yang terus mengalir.

Suara mobil juga terdengar di depan rumah. Bi Diah belum sempat berdiri tapi pagar sudah terbuka sehingga ia memilih untuk memijat kembali.

"Sehan! Mbak Diah!" Suara Mama Rayhan meneriaki nama Sehan dan Bi Diah.

"Diatas, Ma!" Sahut Sehan.

Mama Rayhan langsung berlari ke atas dan menemukan mereka di kamar Rayhan. Ia sempat melemparkan tatapan tajam ke arah Rayhan tapi ini bukan waktunya.

Wanita itu dengan cepat mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah minyak aroma terapi dengan bau lavender. Dioleskannya benda itu di hidung Kirana.

Suara langkah kaki dari bawah terdengar, sebelum suara itu mendekat Kirana menghela napas dan perlahan membuka matanya. Hal itu tentunya membuat semua orang di sana, termasuk Rayhan bernapas lega.

Mama Rayhan segera memeluk gadis itu dengan gembira. Sepertinya wanita itu habis menangis, terlihat jelas di matanya yang sembab.

Dimana tak lama seorang pria masuk dan melayangkan tinjunya tepat di pipi Rayhan yang membuat laki-laki itu tersungkur. Sehan tentunya langsung menghentikan Papanya, ia memeluk tubuh Papa nya dengan erat. Bagaimana pun sikap Rayhan, lelaki itu tetap Kakaknya.

Pria itu mengambil napas dalam-dalam dan menunjuk-nunjuk Rayhan, "seperti ini cara kamu memperlakukan orang yang kamu sayang, Hah!?" Seru Papa Rayhan. "Janji kamu mana? Papa pikir kamu berubah setelah ketemu Kirana."

Sehan mengusap pundak Papanya, "Udah, Pa, udah."

Kirana yang melihat hal itu hanya menutup mata dan mengingat momen dimana laki-laki itu menyiksanya. Mama Rayhan mengelus wajah Kirana dan Bi Diah mengelus punggung tangan Kirana, mencoba menenangkan.

"Lanjutin di luar aja, jangan disini." Ujar Mama Rayhan menginterupsi, "kasihan Kirana baru sadar." Lalu, Rayhan ditarik Papanya keluar dari kamar. "Sehan, kamu temenin Papa. Jangan sampe dia keluar kontrol."

Wanita itu tersenyum, walau terlihat jelas dari matanya menyimpan kesedihan. Kirana juga membalas dengan senyum kecil.

Bi Diah mengambil nasi dan lauk yang telah dibuatnya tadi, "Ran, makan dulu ya? Bibi udah masakin sayur bayam untuk tambah stamina." Kirana hanya mengangguk dan mencoba duduk dibantu Mama Rayhan.

Ia disuapi oleh wanita yang merupakan Ibu Rayhan itu tapi ia menolak, "nggak usah, Tan. Bisa kok." Ucapnya dengan menyunggingkan bibir.

Wanita itu menatapnya, dengan penuh kelembutan. "Jangan, Kamu baru juga pulih. Daripada tenaganya diabisin cuma buat megang sendok mending untuk jalan nanti."

Bi Diah juga memperhatikan gadis itu penuh kasih sayang, "Iya. Bibi sama Mama nya Rayhan bisa kok gantian." Celetuk Bi Diah.

Kirana mengangguk dengan senyum kecil. Sungguh, ia merindukan diperhatikan dua wanita. Semenjak Mbak Diana menikah dan memilih hidup sendiri, Ia kekurangan kasih sayang. Ibunya pasti memberikan tapi, ia tahu Ibunya lelah dengan pekerjaan rumah sehingga jarang dirinya bermanja kecuali di akhir pekan, itu pun hanya sekadar curhat dan bertukar pendapat.

Setelah usai makan, Kirana meminta untuk dibantu duduk di sofa. Syukurnya, gadis itu belum melihat Rayhan. Rasanya, ia belum siap untuk menemui laki-laki itu setelah apa yang diperbuat kepada dirinya.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya antara dirinya dan Rayhan. Namun, ia bertekad untuk menjauh tapi semuanya kembali pada takdir yang entah kemana akan membawanya.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now