Bab 24 : Adit

211 13 0
                                    

Sekolah seperti biasa, selalu disibukkan dengan tugas. Kirana beruntung memiliki Rayhan karena lelaki itu mau mengerti akan kesibukannya sebagai seorang pelajar, ketua organisasi dan anggota organisasi. Tak jarang Rayhan juga yang membantunya mengerjakan tugas.

Setiap detiknya, Kirana tak bisa benar-benar melupakan Rayhan. Lelaki itu selalu hadir mengisi hari-harinya, membuat Kirana tanpa sadar telah ketergantungan pada sosok itu. Dia berada pada posisi, jika tanpa kabar Rayhan maka ia akan merasa kehilangan.

Namun, dalam sebuah hubungan tentulah ada tantangan. Kirana sebenarnya siap menghadapi itu, tapi dia ragu terhadap Rayhan. Lelaki itu terlalu berapi-api dan menyimpulkan semuanya sesuka hati. Kirana takut jika suatu saat nanti, Rayhan kembali menjadi orang asing bahkan parahnya, dapat menjadi traumanya.

Selama beberapa minggu terakhir, Kirana mengabaikan semua pesan tidak penting, terutama dari para laki-laki yang konteksnya keluar jalur penting. Salah satunya adalah Adit. Lelaki baik dan merupakan tipe idamannya itu mulai mengirimkan pesan lagi setelah sempat hilang, dua minggu terakhir. Meski Kirana tidak meresponnya, tapi intensitas pesan itu tidak berkurang.

Di dalam hati kecilnya, Kirana selalu meyakinkan diri untuk melupakan lelaki yang ia yakini sebagai perwujudan lelaki dalam mimpinya.

Good bye, Dit. Gue udah ikhlas.

Kirana tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Adit. Ia selalu mengabaikan pesan juga panggilan dari Adit. Tapi lelaki itu bahkan tak ragu untuk datang ke sekolah Kirana dengan alasan lomba. Padahal kan, lelaki itu bukan bagian dari siswa SMA lagi. Adit sudah lulus beberapa bulan yang lalu.

Namun, sekuat apapun Adit mencoba, Kirana akan berusaha mengabaikannya. Bukan karena ia bersikap jual mahal. Melainkan karena ia tidak mau jika ada korban yang jatuh. Dia tidak menginginkan Rayhan kembali jatuh ke lubang yang sama dengan Adit sebagai korbannya.

Adit bisa jadi adalah lelaki yang menuntunnya pada masa depan, tapi Kirana ingin mengubahnya. Dia ingin berbelok ke arah Rayhan sebagai penuntun masa depannya. Ya, Kirana akan mengorbankan dirinya demi Rayhan. Walau sebenarnya ia tahu bahwa ini bukan sekadar pengorbanan, melainkan murni keinginan hatinya yang perlahan mulai jatuh hati pada sosok laki-laki dengan gangguan kejiwaan itu.

Kirana sedang mengambil beberapa foto di sekolah bersama anak jurnalistik lainnya, hingga tangan seseorang menutupi lensa kamera yang tak lain ialah Adit.

Kirana heran dengan kedatangan laki-laki itu. "Lho, Kak Adit? Ngapain di sini?" Tanyanya tanpa menyembunyikan nada terkejut.

Adit tersenyum. "Hai!" Sapanya. "Foto sekolah terus. Foto sama aku aja yuk!" Ajaknya yang lebih seperti memaksa. Bagaimana tidak? Lelaki itu dengan beraninya mengambil kamera di tangan Kirana secara paksa dan menyuruh seorang anak jurnalistik yang tadi bersama Kirana untuk mengambil gambar mereka.

Meski hatinya kesal tapi Kirana tetap tersenyum kecut sembari mengacungkan dua jari. Sedangkan Adit mendekatkan tangannya melingkari kepala gadis itu, hampir menyentuhnya. Lelaki itu juga ikut mengacungkan dua jari.

Setelah mendapatkan beberapa foto, Kirana menyudahi kegiatan tersebut. "Makasih ya." Ucapnya kepada juniornya yang tadi mengambil fotonya dan Adit.

Adit mengintip, ingin melihat gambar yang diambil tadi. "Nanti kirim ya ke aku." Ujarnya yang hanya direspon Kirana dengan anggukan kepala disertai senyuman tipis.

Mata Kirana melirik ke kiri dan kanan. Bisa gawat jika Vinka melihat ia bersama Adit. Sahabatnya itu pasti akan melaporkannya pada Rayhan. Lelaki itu pasti akan marah kepadanya.

Tak ingin berlama-lama bersama Adit, Kirana mencari alasan untuk pergi sebelum menjadi gosip dan terdengar oleh Rayhan. "Yaudah, Kak. Duluan ya, soalnya masih ada tugas." Kata Kirana berusaha bersikap ramah.

Adit mengangguk. "Sebenarnya mau ngobrol lebih lama tapi apa boleh buat kalau kamu sibuk. Yaudah, semangat ya!"

Kirana tersenyum sebelum berbalik dan pergi dari hadapan laki-laki yang dulu pernah ia kagumi itu. "Duluan, Kak."

"Jangan lupa dikirim ya fotonya!" Teriak Adit.

∆∆∆

Tujuan Kirana saat ini adalah mencari keberadaan Vinka. Ia harus memastikan sesuatu sebelum negara api menyerang dan menghanguskan semua yang telah ia bangun susah payah.

"Vinka!" Panggil Kirana sedikit berteriak ketika ia sudah tiba di kelas.

"Lagi ke toilet, Ran." Sahut salah satu teman sekelasnya.

Mampus! Batin Kirana. Bisa dipastikan kalau Vinka melihat kejadian tadi.

Setelah mengucapkan terima kasih, Kirana berbalik dan membawa kakinya melangkah menyusuri koridor menuju toilet. Baru beberapa langkah, tapi ia bernapas lega saat melihat Vinka yang berjalan ke arahnya.

"Vin..." Sial! Umpat Kirana dalam hati saat melihat ekspresi wajah Vinka yang mesem-mesem.

"Kenapa lo?"

Kirana berdecak. "Gak usah pura-pura bodoh deh."

"Caelah. Yang baru ketemu ayang kok malah cemberut." Vinka mencolek dagu Kirana.

"Vin, jangan macam-macam ya lo!"

"Loh, emangnya salah? Bukannya dia cowok yang ada di dalam mimpi lo?"

"Gak tahu, aku aja lupa sama cowok itu. Bisa aja bukan Kak Adit tapi Dit yang lain."

Sahabat Kirana itu berdecih. "Dulu aja lo yakin banget dia itu si pangeran Dit lo."

"Namanya juga terpesona pada pandangan pertama, Vin." Jawab Kirana asal. "Eh, gak! Lebih tepatnya karena dia datang di saat yang tepat pas gue lagi berantem sama Kak Rayhan."

"Iya-iya yang udah ketempelan virus bucin Kak Rayhan." Vinka memutar mata. "Kemarin aja lo benci sama Kak Rayhan dan si Adit itu lo puji-puji. Sekarang malah sebaliknya."

"Eh!" Kirana menarik lengan Vinka untuk berdiri di dekat balkon. "Kak Adit jadi nyebelin banget. Masa tadi dia maksa gue foto bareng."

"Bukannya lo sukarela?" Goda Vinka.

"Vin..."

Vinka mengacungkan jari tengah dan telunjuknya, tanda damai. "Bercanda."

"Tapi, muka lo kelihatan sih agak tertekan tadi." Tambah Vinka.

"Tuh kan!"

"Lagian ya, kayaknya dia cari-cari alasan aja deh ke sekolah ini. Toh kan, harusnya dia gak punya urusan lagi. Alumni sekolah sini juga bukan. Anggota osis sekolah sebelah juga bukan lagi, udah tamat."

Kiran mengangguk menyetujui. "Kalau tahu sifatnya gitu. Amit-amit deh gue berharap dia kayak Dit di mimpi gue. Gak rela gue."

"Kayaknya dia suka deh sama lo, Ran." Ujar Vinka tiba-tiba.

"Gue gak yakin cowok setampan dan sepopuler Kak Adit jomblo. Dia pasti cuma mau cari gara-gara aja."

"Asli sih. Apa lagi dia pernah lihat sendiri Kak Rayhan itu gimana. Ngajak perang dunia dia."

Lagi, Kirana mengangguk. "Nah, oleh karena itu-" ia meraih tangan Vinka, "jangan laporin ke Kak Rayhan ya? Please." Bujuknya dengan ekspresi yang dibuat memelas.

"Laporin ah!" Vinka menarik tangannya seraya tersenyum menggoda.

"Vin!"

"Asik kayaknya lihat lo senewen karena dimarahin Kak Rayhan."

"Gila lo ya, Vin." Dimarahi Rayhan? Yang benar saja. Bisa-bisa ia digorok oleh lelaki itu kalau sampai tahu Adit masih mendekatinya.

"Telepon Kak Rayhan, ah." Goda Vinka lagi. Gadis itu bahkan sudah melangkah mundur, mencoba melarikan diri.

"Vinka!!!"

The Endless MomentWhere stories live. Discover now