Part 46

147 6 1
                                    

Sejauh manapun kamu melangkah, kamu akan kembali padaku karena aku telah meminta digariskan takdir kita berdua di hadapan Tuhan. - Rayhan

Ia akan membalas dendam!

"Rayhan sialan!" Serunya seraya berlari maju hendak menyerang. "Gue gak akan  biarkan lo bertindak seenaknya! Gue bakal bunuh lo!"

"Mata kamu bisa copot nahan emosi sebesar itu." Suara sinis itu bagai air dingin yang menyirami kepala Kirana.

Sial! Dia berkhayal. Maki gadis itu di dalam hati.

Kirana menatap lelaki yang baru saja menghilang di balik pintu itu dengan marah. Disentuhnya dagunya yang terasa perih dengan pelan. Lagi, ia mengumpati lelaki itu di dalam hati. Wajah cantik yang susah payah ia jaga kini ternodai. Jika Ibunya menanyakan perihal mukanya, apa yang akan Kirana jawab nanti?

Niat ingin menerjang lelaki itu muncul di otak Kirana. Menerjang hingga terjengkang, bila perlu sampai mampus. Astaga! Kenapa otaknya penuh dengan kata-kata terlarang? Dia tidak mungkin tercemar oleh lelaki gangguan jiwa itu kan? Mereka hanya bercium- sial! Kirana merasakan wajahnya memanas dan memerah.

Gadis itu kesal setengah mati! Semakin kesal karena tidak dapat melampiaskannya. Lelaki itu menghilang dan tak memberinya kabar sedikitpun, lalu tiba-tiba kembali dan mengobrak-abrik jiwanya. Kenapa lelaki itu kembali saat dirinya mulai berdamai dengan diri sendiri? Kenapa lelaki itu kembali mengusik Adit? Kenapa Rayhan begitu kejam padanya?! Kenapa dia kembali jika hanya untuk menyakiti?!

Rasanya frustasi saat dia tak menemukan satu pun jawaban yang memuaskan hatinya. Kirana sudah lelah menangis. Dia lelah merasa bersalah dan terus menanti. Kemunculan lelaki itu di hadapannya tak membantu sama sekali, malah semakin membuatnya tak tentu arah. Kirana membenci Rayhan! Dia membenci hingga membuatnya meneteskan air mata lagi entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Kenapa kamu sejahat ini, Ray? Apa kurang cukup penderitaan yang kamu tinggalkan ke aku selama dua tahunan ini? Apa tangisku ga cukup membuat kamu puas? Kenapa, Ray?!" Pekiknya kesal. "Jawab aku, sialan! Aku tahu kamu mendengarnya di luar sana." Serunya kuat saat tak mendengar respon apapun. Dia tak akan berhenti sebelum lelaki itu menjelaskan semuanya.

"Kamu pernah berjanji padaku kalau kamu akan berubah dan membuat aku bahagia. Kamu pergi ke London untuk sembuh kan, Ray? Tapi, kenapa kamu menghilang dan-"

"Dan apa?" Teriak Rayhan yang tiba-tiba muncul di daun pintu. "Dan gak sembuh? Itu kan maksud kamu?"

"Ya!" Kirana muak menjadi sosok yang patuh. "Kenyataanya gak ada perubahan kan di diri kamu? Kamu masih seorang Rayhan yang kejam. Jiwa kamu masih terganggu, Ray."

Rayhan menatap manik cokelat milik Kirana dengan sendu. "Pengorbananku emang gak pernah ada artinya kan, Ran, di mata kamu?"

Sesaat, Kirana terbuai dengan mata itu. "Bukan dengan cara ini, Ray." Gadis itu menggeleng. "Aku gak pernah minta kamu mencelakai Adit."

Seulas senyum miring terbit di wajah tampan itu. "Bukan aku pelakunya, Ran."

Sial! Lelaki itu manipulatif.

"Kamu pikir aku percaya?" Tukas Kirana, "cuma kamu yang sanggup membenci hingga bertindak nekat."

"Kamu pikir aku peduli?" Ujar Rayhan datar, tapi terdengar tajam dan menusuk.

Tiba-tiba saja, kemarahan yang menggebu-gebu kembali memenuhi otak Kirana. Ini keterlaluan! "Kamu kejam! Kamu harus bayangin betapa menderitanya hidup Adit. Ini udah kelewatan, Ray! Aku gak sebanding dengan penderitaan dia. Kena-"

Kalimat gadis itu terhenti saat bunyi bel terdengar. Ia menatap Rayhan yang kini memejamkan mata, terlihat kesal. "Kamu tunggu di sini." Lelaki itu bergerak cepat seraya menutup pintu dan memberikan ancaman sekali lagi sebelum benar-benar pergi, "jangan keluar, Ran."

Namun, bukan Kirana namanya jika menurut. Beberapa detik kemudian, gadis itu membuka pintu karena penasaran lalu, ia terdiam sejenak. Suara tamu itu tidak asing. Jadi, ia memunculkan kepalanya dan mengamati tamu tersebut.

"Sehan?" Panggil Kirana kala matanya menangkap sesosok itu.

Dua orang di depan pintu itu menoleh ke arahnya. "Kak Ran?" Ujar gadis yang merupakan saudari Rayhan itu.

"Kirana, masuk." Perintah Rayhan datar nan tegas.

"Kenapa kamu bisa tahu tempat ini?" Bukannya menurut, Kirana malah keluar dari kamar dan melangkah mendekati kakak beradik itu.

"Anu.. hm-"

"Kirana, masuk!" Seru Rayhan dengan nada yang mulai meninggi tapi masih terkendali.

Gadis itu menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan menantang. "Kamu gak bisa mengatur hidupku." Geramnya.

"Kak Ran, mending Kakak masuk dulu ya." Bujuk Sehan, terdengar cemas.

"Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dari aku?" Tanya Kirana penuh selidik.

Sehan memandang Kirana penuh harap agar ia menuruti perintah Kakaknya. "Kak, please. Aku bisa jelasin nanti."

"Sekarang, Sehan."

Rayhan menarik lengan Kirana, tetapi gadis itu menyentakkan tangannya kuat hingga genggaman lelaki itu terlepas. Namun, Rayhan tak kehabisan akal, lelaki itu meraih tubuh ramping itu dan memanggulnya di pundak. Tak peduli meski perempuan tersebut memukuli punggungnya ataupun berteriak hingga gendang telinganya berdenyut.

Sesampainya di kamar, Rayhan menghempaskan tubuh itu di atas ranjang dan segera merangkak naik menindihnya. "Diam atau aku akan memperkosa kamu sekarang juga." Ancam lelaki itu yang tentu menghentikan segala pemberontakan Kirana. "Kasih aku waktu setengah jam. Mengerti?" Bisiknya seraya mengusap kening Kirana yang berkeringat. Lalu, ia bangkit dan pergi dari kamar.

"Poor you, Kirana." Gumam seseorang pelan.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now