Prolog

20 3 3
                                    

Sang merah  mengobar hebat ke angkasa. Gadis kecil itu membuka matanya perlahan, apa yang terjadi? Mengapa di sini terasa sangat panas? Nafasnya terasa sesak karena asap telah memenuhi ruang paru-parunya. Dimana ayah dan bundanya? Dimana semua orang?

Mengapa hanya dia seorang diri terjebak di dalam kobaran sang merah?

Gadis kecil itu menutup matanya, berharap disaat ini juga Tuhan mengambil jiwa dan raganya, ia ingin tenang, ia tak ingin lagi sengsara.

Kenapa tidak berlari saja? Atau berusaha menyelamatkan diri? Atau berteriak meminta pertolongan? Tidak bisa, karena selamanya dia akan terjebak sendirian di sini. Ia dihantui oleh bayangan seperti ini, hampir setiap malam.

Berharap jika di malam itu, Tuhan lenyapkan saja nyawanya. Sehingga ia tak perlu merasa sesengsara ini.

Gadis itu terbangun, dengan malas dia meregangkan seluruh otot tubuhnya dan menguap sepuasnya. Jam berapa ini? Hari apa ini? Apakah ada sesuatu yang menarik hari ini? Ia sudah tidak peduli dengan jawaban dari pertanyaan umum seperti itu.

Kamarnya menjadi penggambaran sempurna dari kapal hancur. Gelap, berantakan, dan sunyi.

Tak ada yang menarik, tak ada yang menggugah seleranya, tak ada lagi ciuman bangun tidur dari ayah dan bundanya karena ia telah remaja. Tak ada rasa bahagia di harinya.

Gadis itu mengosongkan pandangannya, ia tak ingin seperti ini terus. Berdekam setiap saat di bawah langit - langit kamarnya. Berfikir jika semua orang menginginkan ia selalu hidup dengan penderitaan, padahal tidak.

Kapan ya terakhir kali ia merasakan dunia luar?

Ia juga muak, bertingkah seperti anak ayam tak berinduk. Jika ada cara untuk membuatnya bebas dan hidup normal seperti anak lainnya, mengapa dia tidak coba?

BEAST AND YOU (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang