27. Pesta yang buruk (3)

2 2 0
                                    

Aziza mau Bunda sama Ayah lebih sayang sama Aziza. Aziza juga mau semua orang di dalam hidup Aziza sayang sama Aziza"

"Aziza mau sebuah keajaiban terjadi. Aziza mau hidup Aziza berubah."

Aziza membuka matanya, lalu meniup lilin -lilin tersebut. Semua orang bertepuk tangan, kini mereka tidak perlu menyanyikan bagian lagu yang sama lagi. Aziza memandang ke arah Chandra lagi dan menarik seutas senyuman di wajahnya, sama halnya dengan Chandra, anak laki-laki tersebut membalas nya dengan senyuman hangat.

Setelah meniup lilin, maka selanjutnya adalah memotong kue. Kini Aziza dibantu oleh pembawa acara tersebut untuk memotong kuenya.

Pembawa acara lah yang menjadi orang pertama yang menyuapi Aziza sebuah potongan kue, dimana seharusnya Ayah dan Bundanya lah yang menjadi orang pertama. Dirinya nyaris menangis namun dia harus menahannya karena hari ini dia harus terlihat seperti anak yang paling bahagia di dunia.

Tidak ada lanjutan acara seperti saling menyuapi kue antara para tamu. Mengapa pembawa acaranya justru terlihat seperti sengaja untuk menghancurkan pestanya?

Aziza segera menuruni panggung dan memilih untuk mengurung diri di dalam kamar tamu. Chandra ingin sekali menemani Aziza, namun Joni dan Reana mendesaknya untuk pulang karena mereka berdua juga memiliki sesuatu yang harus diselesaikan. Chandra mau tidak mau mengikuti permintaan kedua orang tuanya.

Tanpa Mereka sadari, pesta tersebut adalah menjadi pertemuan terakhir mereka.

Pertemuan terakhir yang bahagia bukan bagi keduanya? Namun ini belum selesai.

-

Aziza merendam suaranya dengan salah satu bantal, ia mennagis sejadi-jadinya seorang diri di dalam kamar tersebut. ia benar-benar kecewa atas apa yang terjadi hari ini, rambutnya yang sebelum tertata cantik kini sudah teracak amburadul. Aziza tetap tidak mengerti mengapa kedua orang tuanya sulit sekali membagi waktu hanya untuknya. Kini dirinya berusia 9 tahun, ia menjadi mengerti apa makna kesendirian itu.

"Kenapa ya, acara ulang tahun anak lain bisa lebih meriah,.... " Gumamnya membandingkan perayaannya dengan perayaan orang lain.

"Ah berlebihan sampai harus nangis," Ucapnya mengusap kasar wajahnya.

"Siapa suruh masang harapan tinggi pada hari ini."

Aziza menghentikkan tangisnya, kini hanya tersisa isakan. Aziza menyeka air matanya dan beringsut bangkit, matanya segera terarah pada satu meja. Di meja tersebut terdapat Akuarium yang diisi oleh beberapa ikan hias.

Mereka menari di dalam aquarium yang ukurannya terbilang kecil, entah mengapa mengingatkannya akan dirinya sendiri. Terkekang, tidak bebas dan hanya menjadi pajangan atau pelengkap status kedua orang tuanya. Mengapa Chandra bisa berfikiran membelikannya ini? Apa karena dia pernah bilang jika dia sangat menginginkan seekor hewan peliharaan namun orang tuanya selalu melarangnya?

Aziza mengambil Aquarium tersebut, lalu meletakkannya di atas pangkuannya. Aziza dapat melihat jelas corak setiap ikan dan keunikannya masing-masing, Aziza terpukau akan keindahan mereka. Meski terlihat berbeda mereka tetap saja punya sesuatu tersendiri yang membuat mereka terlihat sangat unik dan cantik.

Jahil, Aziza menyentuh ikan tersebut satu persatu dengan memasukkan jarinya ke dalam aquarium. Ikan yang berhasil disentuhnya berusaha kabur dari sentuhan Aziza, seolah-olah mereka berlari.

Seseorang tiba -tiba mengetok pintu, Aziza segera menyingkirkan aquarium tersebut. ia tahu siapa itu, siapa lagi coba orang selain Chandra yang selalu datang di kala dirinya merasa sedih dan terpuruk? Aziza dengan bersemangat membuka pintu tersebut, namun nihil. Bukan Chandra yang dia dapati, namun seseorang yang benar-benar asing untuknya. Pembawa acara pestanya hari ini.

"Om tadi ngeliat kamu nangis." Orang tersebut langsung memasuki kamar tersebut tanpa seizin Aziza. Padahal selama pesta dia tak menangis sekalipun. Aziza ingin sekali mempertanyakan tujuan orang tersebut memasuki kamar itu. Namun dia mengurungkan setelah orang tersebut menyodorkan segelas air putih padanya.

"Ini minum dulu, biar kamu tenang hatinya."

Aziza menggeleng, dirinya merasa sesuatu yang benar-benar buruk sebentar lagi akan terjadi.

"Ah engga om, Aziza udah ga nangis lagi kok." Aziza tersenyum kaku, sembari menolak halus gelas tersebut. Ia memperhatikan celah dibalik tubuh pria tersebut, untuk kabur.

"Husht, udah diminum aja."

Aziza menggeleng dengan kuat, tubuhnya bergetar keras. Rasa takut langsung menghantuinya. Di minuman itu, pasti tercampur sesuatu yang mungkin bisa membunuhnya dalam hitungan detik, seperti di film. Lagipula kenapa pria ini begitu baik padanya setelah menghancurkan pestanya?

"Kamu itu sakit, nanti papa kamu marahnya ke om lho." Pria tersebut, maju beberapa langkah, sembari memasang seringai yang mengerikan di wajahnya. Bagus, celah untuk Aziza kabur semakin besar.

"Om yang sakit jiwa!" Aziza menendang bagian tersensitif pria tersebut. Sayangnya tendangan tersebut tak begitu berarti, karena tenaga Aziza untuk menendang bagian tersebut masih terbilang kecil.

Pria tersebut meraung, sembari mengelus bagian tersensitif tersebut. Gelas yang dipegangnya terjatuh ke lantai menyisakan serpihan-serpihan kaca. Aziza mengambil kesempatannya untuk kabur.

Pria tersebut menyadari pergerakan Aziza segera meraih rambut Aziza untuk dijambaknya. Aziza berteriak kesakitan, sia-sia dia mau berteriak sekeras apapun seseorang tidak akan mendengarnya karena ruang kamar tamu ini sangat jauh dari ruang utama digedung ini. ia memutar tubuhnya untuk mendapatkan titik dimana gigi bayinya berperan sekarang.

Pria tersebut, menarik rambut Aziza dengan dua tangan, dan saat yang sama Aziza segera menggigit kedua tangan tersebut dengan tenaga yang lebih besar dari tendangannya sebelumnya. Alhasil tangan pria tersebut terlepas, Aziza melihat beberapa tetes darah mengucur dari bekas gigitannya.

"Kamu mau macam macam sama om?"

Aziza melangkahkan kakinya beberapa langkah ke belakang, dengan tangan yang berusaha meraih knop pintu. Pria tersebut menangkap tangan Aziza, namun ia kalah gesit dengan Aziza. Alhasil tangannya terjepit kala Aziza hendak menutup pintu tersebut.

Pria itu menjerit kesakitan. Aziza menyeringai, ia menarik knop pintu tersebut dengan sekuat tenaga, berharap tangan pria tersebut paling tidak harus patah oleh pintu kayu ini.

Pria itu merogoh ponselnya, ia menelpon pertolongan untuk membantunya menangkap gadis cilik yang sedang menghancurkan tangannya.

Aziza melepas knop tersebut, setelah menyadari pria tersebut menelpon bantuan. Ia berlari menyusuri lorong yang panjang. Namun di setengah pelariannya, seorang wanita muncul dengan tangan yang memegang sebuah stik besi. Aziza membalik tubuhnya, pria dengan tangan yang hancur itu tersenyum kepadanya.

Dia terkepung.

"Kalian mau apa?" Aziza bersuara dengan lantang.

BEAST AND YOU (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang