-
"Terkadang hidup bisa menjadi sangat sulit, tapi berjuang menghadapinya di tengah segala rasa sakit merupakan perjuangan yang layak untuk dijalani." -Demi Lovato
-"Udah minggu ketiga kamu ga masuk sekolah." Chandra melepas topeng monyet yang dikenakannya. Eliza mendesis samar, ia masih ingin seperti ini. Berlindung dibawah atap kamarnya sampai ia siap kembali menghadapi dunia.
"Aku masih mau kayak gini Chan, masih belum siap." Tutur Eliza.
Chandra menggeleng, ia lalu meletakkan topeng monyet tersebut di atas nakas Eliza. "Kamu punya potensi besar buat ga naik kelas."
Eliza bergidik ngeri. Selama ini dia hanya mementingkan kesiapan dirinya, bukan akademik ataupun absensinya.
"Nah gini dong kamar gadis." Chandra menyapu pandang ke setiap sudut. Hari ini mereka berdua memutuskan untuk merapikan kamar tersebut. Tak ada lagi sampah berserakan, tak ada lagi hal yang menganggu.
"Kamu ngelarang mas Irwan buat ngerapiin kamar ini?"
Eliza mengangguk, pantas saja. Chandra bernafas lega, ia selalu mengira jika kamar seorang gadis akan lebih rapi dibandingkan kamar seorang lelaki.
Ternyata kamarnya jauh lebih rapi dibandingkan kamar Eliza.
"Kalau seandainya aku manggil kamu Aziza, mulai sekarang gimana? " Tanya Chandra. Eliza berdecak dan menggeleng kuat. Kenapa? Bukankah Aziza lebih indah terdengar??
Chandra ingin mencobanya, sekali saja. "Aziza."
"Chan!"
Eliza menembakkan tatapan tak suka, ia kesal, disaat hal yang tidak disukainya justru dipermainkan oleh seseorang. Chandra tersenyum kaku setelahnya, Eliza tampaknya sangat membenci nama itu.
"Terus kalau aku tinggal kelas, aku harus apa?"
"Ya dicegah." Chandra mengambil posisi duduk di kursi rias Eliza, sedangkan gadis itu duduk di kasurnya.
"Liat aku Liz, 19 tahun masih sekolah, kata orang buang-buang umur. Dan juga seharusnya aku kuliah dan kerja bukan main cinta-cintaan remaja." Eliza terbengong sesaat, ia benar-benar lupa tentang umur Chandra.
"Bukannya aku ga sayang sama umur, tapi memang keadaan yang memaksa."
Eliza mengerti, ia tahu kondisi Chandra bagaimana.
"Telat masuk SD gara gara kamu." Ucapan tersebut membuat Eliza tersentak, hah?
"Ya jelas kamunya degil, maunya masuk sd barengan aku, harus satu sekolah, harus satu kelas, harus sebangku lagi, telat tuh kan, " Cibir Eliza. Chandra terkekeh geli, tak salah memang, tapi itu adalah pilihan bodoh.
"Setelah itu, kelas 4 kita sama sama keluar sekolah. Karena kamu, meninggal, dan ekonomi papa ku melesat jatuh drastis."
Eliza tersenyum perih, 'meninggal'? Itu hanya akal-akalan ayah dan bundanya. "Aku masih belum meninggal Chan."
"Gaperlu dikasih tau juga aku udah tau." Eliza memajukan bibirnya.
"Setelah 1 tahun, aku lanjut, tapi 2 tahun setelahnya berhenti lagi, karena uang papa habis-habisan buat ngobatin mama. Aku sempat berfikir, gimana kalau aku berhenti sekolah aja? Biar ga ngerepotin papa-
-dan ternyata setelahnya kondisi ekonomi papa membaik, aku balik sekolah setelah 1 tahun nganggur. Papa mulai jualan kue tradisional tapi mama nyerah soal penyakitnya."
"Jadi, bagaimana sekolah SMP kamu?"
Chandra mengangguk, "lancar, alhamdulillah selama aku nganggur, aku diajari sama mama banyak hal. Jadi ketika SMP, aku bisa masuk kelas Aklerasi, ikutan lomba sana sini, dan selalu masuk top 3."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAST AND YOU (End)
Fiksi RemajaTak ada hal yang sempurna di dunia ini, termaksud dia dan rahasia besarnya. "Cintai dirimu apa adanya." Begitulah kata mereka yang nyaris sempurna dan tak pernah merasakan perihnya hidup dihantui oleh kehancuran. Gadis tersebut memeluk tubuhnya ya...