5. Namanya kadal.

5 3 1
                                    

"Chan ga ke kantin? Tugasnya pada belum kelar ya?"

Chandra tak mengindahkan ajakan Julio tersebut, ia sedang berfokus tinggi untuk mengerjakan tugasnya yang benar-benar belum dikerjakannya di rumah dan harus dikumpulkan hari ini juga. Julio dengan kasar menarik buku tugas Chandra, memastikan Chandra tak berdalih dengan alasan yang sama.

"Lah tumben," Julio menatap tak percaya kepada Chandra. Remaja laki laki yang dia kenal rajin dan ulet dalam hal mengejar nilai, kali ini tak seperti Chandra yang dia tahu. Chandra merampas kembali bukunya dari tangan Julio. Senyuman masam mengambang di wajahnya, Chandra kembali mengerjakan tugasnya.

"Yaudah deh, tiati dimakan kadal!" pamit Julio meninggalkan Chandra yang tak mengatakan sepatah kata pun semenjak dirinya berfokus pada tugasnya. Setelah peninggalan Julio, Chandra mendesis singkat. Julio telah mencuri waktunya. Keadaan hening mendominasi atmosfer ruang kelas, Chandra maupun Eliza tak seperti biasanya.

Eliza memperhatikan Chandra yang mati-matian mengejar waktu untuk menyelesaikan tugasnya, terbesit di pikirannya untuk menganggu remaja laki laki tersebut mengingat jika Chandra juga sudah banyak menganggu waktunya untuk bertenang di dalam kelas.

Tapi di sisi lain dia merasa kasihan kepada Chandra, dan berniat untuk meringankan pekerjaannya. Tapi dia teringat kemampuan nya dalam hal akademis masih sangat jauh berada di bawah Chandra. Jadi dia tak bisa melakukan apa-apa selain memperhatikannya dari jauh. Tapi itu tak akan membantu apapun.

Eliza beringsut dari mejanya, untuk pertama kali nya di jam istirahat sekolah ia bergerak dari meja bangkunya. Langkahnya dia atur menuju meja Chandra, dengan yakin Eliza menghampiri meja Chandra.

"Chan."

Chandra tersentak kaget saat mendapati sosok Eliza kini sudah berada di samping nya. Chandra tak menyangka pada akhirnya gadis itu bergerak dari bangkunya. Chandra mengucek ngucek mata nya tak percaya dengan apa yang dia dapati

"Dibelakang ada apa?" Chandra mengecek pojok kelas. Eliza melenguh panjang sebelum kembali membuka mulut nya.

"Ada buaya, tapi di depan bukan di belakang." Chandra terkekeh samar mendapat jawaban tersebut.

"Aku disini ya?"

Chandra mengangguk samar, meski sebenarnya dirinya merasa terganggu nantinya. Tapi Eliza sudah berjanji untuk tidak menganggunya, ia hanya akan menemani nya. Eliza menarik salah satu bangku yang dekat dengan meja Chandra dan menarik nya ke hadapan Chandra.

Eliza menyapu pandang ke setiap sudut kelas, tak ada sosok Julio yang biasa mengintipi mereka. Eliza bernafas lega sesaat sebelum atensi teralih pada Chandra yang berfokus pada tugasnya. Eliza tak mengucapkan sepatah kata apapun selama dirinya duduk di hadapan Chandra.

Manik matanya beralih pada wajah Chandra, sesaat Eliza mengagumi paras Chandra yang sebenarnya tak seberapa, namun parasnya entah mengapa berhasil memikatnya.

Chandra memilki kulit sawo matang, kontras dengan kulitnya putih. Parasnya tak serupawan dengan tipe paras yang selalu diidamkan para wanita, bola matanya hitam legam dengan alis terbingkai tebal di wajahnya. Meski begitu pipi di wajah Chandra terisi oleh lemak, tidak terlihat kurus atau terlalu lancip.

Meski lemak tersebut tak terlihat begitu kentara, dengan penampilan nya sekarang Chandra terlihat bahagia.

Eliza seketika berfikir, apabila topeng yang selama ini dia gunakan dia buka untuk siapa saja. Apakah orang lain mampu melihatnya sebagai anak yang tumbuh bersama kebahagiaan? Bukan bersama kesengsaraan?

Fisik dan harta hal yang sangat berbeda, meski saling berkait.

Bagai nasi yang hancur menjadi bubur, seberapa banyak harta ayah nya yang keluar, tak ada satupun yang dapat mengembalikan keadaannya seperti sebelum tragedi tersebut terjadi.

Yang dirinya mampu lakukan untuk sekarang hanya menutupi kekurangannya dan bermain peran sebagai orang lain yang sama sekali bukan dirinya. Menerima dirinya adalah hal mustahil dia lakukan. Dan kedoknya suatu hari pasti terbuka, mungkin tak lama lagi.

Dehaman Chandra memecah lamunan Eliza. Chandra menutup bukunya dan bersorak senang. Eliza ikut merasakan kelegaan yang dirasakan Chandra.

"Aku tambah semangat ngerjain nya kalau ada putri kadal di depan aku," ucap Chandra sembari mengedipkan salah satu mata nya.
Eliza tersenyum geli mendengar pernyataan tersebut. Tangan nya menarik salah satu buku untuk memeriksa apakah Chandra berbohong padanya.

"Dal"

"manggilnya Eliza, bukan kadal." Sahut Eliza.

Chandra terkekeh mendengar sahutan Eliza.

"Kamu harus tau sesuatu."

Eliza menaikkan kedua alisnya, penasaran dengan penggantungan kalimat Chandra.

"Papa pengen banget liat kamu lho." Eliza terkejut mendengar apa yang Chandra ujarkan.

"Ngapain? Mau liat calon mantu?" tanya Eliza namun direspon dengan gelengan oleh Chandra.

"Papa itu pecinta binatang."

Eliza melempar buku yang ada di tangan nya, dengan cepat Chandra menghindari lemparan tersebut.

"Papa penasaran yang namanya Lizard itu siapa," Elak Chandra.

Eliza bangkit dari duduknya lalu kembali ke mejanya. Chandra tertawa puas setelah melihat reaksi Eliza.

---

Eliza menyeret langkahnya menyusuri jalan kecil bergundakan batu dan kerikil. Gang tersebut dipenuhi oleh pemukiman warga, anak-anak berlarian kesana kemari.

Hampir setiap rumah yang dia lewati nyaris tak berteras, hingga warga setempat memanfaatkan jalan atau tempat yang ada untuk bercengkrama bersama. Bangunan rumah tak lagi berjarak, semua berdempetan.
Beginilah tempat dimana Chandra meniti hidupnya, serba berkecukupan, sederhana.

Eliza merasa takjub kepada Chandra, meskipun dia berasal dari golongan tersebut namun Chandra memiliki kepintaran yang mampu melampui golongan-golongan di atasnya.

Chandra berjalan memimpin di depan nya, jalan gang yang dilewati selanjutnya sangat sempit, hanya mampu di lewati satu kendaraan roda dua, dengan perlahan mereka berdua berjalan dihimpit oleh dinding batu yang permukaannya tentu saja tak halus.

"Chan, salut sama kamu."

Chandra tertawa renyah, mendengar kalimat tersebut lolos dari bibir Eliza.

Chandra menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah. Rumah kecil tersebut terletak jauh dari keramaian, meskipun begitu tetap saja masih memiliki halaman walau tak begitu luas. Tak seperti rumah lain, yang berdempetan satu sama lain, rumah Chandra hanya satu-satu nya bangunan di tanah tersebut.

Eliza melirik ke salah satu arah, disana terdapat 2 buah motor berteduh dibawah sebuah pohon di samping rumah. Apakah itu milik Chandra? Pasalnya setaunya Chandra pulang pergi ke sekolah menaiki angkutan umum, bahkan hingga dirinya datang kemari mereka masih menaiki angkutan umum.

"Chan, motor kamu?" Tanya Eliza sembari menunjuk kendaraan beroda dua itu.

Chandra mengangguk, "Lagi rusak, ini lagi ngumpulin uang buat ngebetulin nya." Ujar Chandra sembari tersenyum tipis. Chandra menggapai tangan Eliza dan menariknya kedepan pintu rumah tersebut.

"Assalamualaikum Pa." tangan Chandra mengetuk pintu kayu itu, tak lama seorang pria muncul dari balik pintu.

"Assalamualaikum Om," Sapa Eliza ramah, di sambut oleh senyum sumringah Joni. Eliza menyalami Papa Chandra.

"Chan, pacar kamu?" tanya Joni heran melihat mereka berdua datang.

Chandra menggeleng ragu, "Papa nyuruh Chandra buat nyari kadal kan?, terserah apa aja jenisnya kan?"

"Kenalin Pa, ini kadal. Siluman kadal kahyangan, kadal terlangka di dunia."

Eliza melayangkan sebuah cubitan pada perut Chandra. Ringisan Chandra terloloskan dari mulutnya, cubitan tersebut bukan cubitan biasa, kali ini sangat perih. Memang kekuatan putri kadal tak perlu diragukan lagi. Joni menggeleng geleng melihat kelakukan kedua remaja tersebut.

"Maaf ya om," Eliza tersenyum sumringah untuk menyembunyikan kekesalannya.

"Iya gapapa, anaknya memang harus sering di gituin, biar kapok."

BEAST AND YOU (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang