Chandra menatap waswas ke luar jendela mobil. Ia tak pernah melarang Eliza menyebutkan nama Papanya di hadapan Andre. Ah, salah satu kesalahannya selama bersama Eliza.Seharusnya ia katakan saja pada Eliza jika Andre dan Joni tak akrab sejak malam itu. Ia harap Andre tak akan melakukan sesuatu seperti memisahkan mereka.
Udara dingin menusuk pori kulitnya, Chandra menjadi sangat gelisah.ia harap semua bakal baik-baik saja. Mobil berhenti di sebuah rumah, Chandra keluar dari mobil dan langsung disambut oleh wajah masam Andre
Benar kan, sudah pasti tak baik -baik saja. Chandra meneguk air liurnya, Andre yang menyeramkan terlihat makin menyeramkan.
“Pagi om Andre.” Sapa Chandra dengan ramah. Andre hanya menatapnya dengan tatapan aneh. Chandra menarik nafas pasrah.
Dibelakang Andre seorang gadis kini berlari menghampiri Chandra, Nadia tiba - tiba menghalanginya lalu mendorong gadis itu untuk tidak mendekati pintu.
“Kenapa sih Bund?” tanya Eliza kesal, mengapa menghalanginya? Nadia meraih puncak kepala gadis itu dan membelainya.
“Ija balik ke kamar dulu ya? Bunda sama ayah harus ngobrol bentar sama Chandra.” Tuturnya lembut. Eliza menatap curiga sang Bunda. Chandra melihat sedari tadi Eliza berusaha dihadang oleh Nadia.
“Kamu lupa sma janji kamu di hari itu?” tanya Andre dengan datar.
Chandra mengangguk, dia masih mengingatnya dengan jelas. “Chandra ingat om."
Andre melangkah mendekat, "Kamu mau jadi manusia ingkar janji seperti Papa kamu juga?"
"Maaf, untuk beberapa alasan Chandra harus ingkar dengan Janji kita." Chandra merasa aura Andre benar - benar mengintimidasinya.
"Oke, saya terima maaf kamu, setelah ini kamu tepatin janji kamu itu." Andre meletakkan salah satu jarinya pada dada Eliza.
"Tapi dengan syara-
" Saya ga terima syarat apapun." Andre mendesis marah.
"Oke, saya tepatin janji om! Tapi lihat nanti, om pasti membutuhkan saya suatu saat."
Eliza berhasil lepas dari Nadia dan segera berlari menuju Andre. Gadis itu mendorong tubuh sang Ayah menjauh dari Chandra. “Janji apa ayah?”
Andre tidak memberi jawaban, ia memutarbalik tubuhnya dan hendak kembali ke rumahnya namun Eliza dengan cepat menarik tangan sang ayah, menuntut sebuah jawaban.
“Ija. Ga seharusnya kamu menggantungkan hidup kamu ke Chandra.” Ucapnya dingin. Andre meraih kedua pundak Eliza. "Kamu lihat siapa yang ada di depan kamu, Ayah kamu sendiri!"
"Dan kamu teganya, tidak menghargai saya sebagai ayah kamu. Dan malah menggantungkan hidup ke anak itu!" Andre mengguncang bahu tersebut dengan kuat. Membuat Eliza ketakutan melihat sosok ayahnya yang mengerikan.
"Kamu seharusnya bersyukur masih saya terima kamu sebagai anak."
"Apa yang ayah mau?" Ucap Eliza bergetar.
"Ayah gamau kamu punya urusan apapun lagi dengan Chandra, hargai ayah dan bunda sebagai orang tua kamu, satu - satunya tempat untuk pulang."
Eliza menahan tangisnya, dia juga tak Terima diperlakukan seperti ini. Ia ingin bebas, tanpa peraturan kedua orang tuanya. "Ini ga seperti kesepakatan kita." Eliza menghempas cengkaraman tangan ayahnya.
Eliza menatap sang ibunda mengharapkan pembelaan, namun Nadia hanya tertunduk menahan tangisnya daritadi. "Ohh, jadi bunda sama ayah kerja sama?"
“Ija harus berangkat sekolah.” Eliza melangkah meninggalkan Andre, namun ayahnya menarik kembali tangannya dengan kuat.
“Ayah ga izinkan kamu untuk bersekolah lagi.” Eliza mendelik, apa? Gadis itu berusaha menepis tangan sang ayah namun gagal.
"Denger kata ayah kalau kamu gamau celaka!" Bentak Andre, lalu mendorong tubuh Eliza hingga jatuh ke permukaan lantai.
Nadia yang menyaksikan itu, spontan membantu. Namun Eliza bersikeras untuk bangkit berdiri seorang diri.
“Ayah udah janji buat ngebebasin Ija buat ngelakuin apapun,” ucap Eliza lirih.
“Kamu sadar diri Ija! Kamu cacat! Kamu pikir semua orang bisa nerima kamu?”
Eliza tertegun, ia ingin menolaknya tapi memang begitulah faktanya. Ia adalah parasit sekaligus sampah. "Benar kan, Eliza sampai kapanpun ga bakal layak di mata ayah untuk hidup bahagia."
"Om,-
Andre memotongnya " Kamu mau coba ceramahi saya? Kamu gatau apa-apa Chandra. Pergi, jangan berani kamu injakkan kaki kamu di rumah ini."
"Kamu ini cuma anak pedagang kue, tapi belagunya luar biasa." Chandra benar-benar merasa tersinggung dengan ucapan itu. Ia tak Terima direndahkan seperti ini. Tapi lebih baik dia tak membalasnya, mau bagaimanapun yang dia lawan adalah orang tua.
"Oke, makasih om, Chandra kenyang sama hinaan om." Chandra memutar balik badannya hendak memasuki mobil. Irwan di dalam mobil sedari tadi juga tak ada melakukan pembelaan untuk Chandra.
“Dosa yang telah kamu dan ayah kamu lakukan, besar Chandra.” Perkataan tersebut membuat Chandra menghentikan langkahnya.
“Aziza telah jadi korban dari ambisi ayah kamu.”
"Ga, Papa bukan orang seambisi itu sampai harus melenyapkan nyawa seseorang." Chandra menggeleng kuat. “Papa juga korban dari tragedi itu tanpa om sadar.”
"Kamu ngebela ayah kamu? Padahal udah jelas bukti pembunuh Aziza itu Papa kamu Chandra." Chandra langsung menatap Eliza yang tampak terkejut dengan pernyataan ayahnya.
Disaat itu detik waktu baginya telah berhenti. Eliza seketika meneteskan bulir air matanya. Tatapannya terpaku pada Chandra, Eliza menatap Chandra dengan penuh kecewa. Kepercayaanya telah runtuh, dunianya telah runtuh.
Ia seharsunya tidak mempercayai siapapun.
“Kamu kira, papa kamu sebaik apa? Kamu telah dibohongi oleh topeng palsunya, Chandra.”
Orang sebaik Papa justru aneh menjadi pelaku kejahatan. “Om, Chandra benar benar gatau soal ini, maaf,” Ucap Chandra dengan suara payau dan kepala yang tertunduk.
“Jadi kamu tahu, kenapa om nyuruh kamu nepatin janji kamu? Karena om gamau anak om dekat dengan anak pembunuhnya sendiri.” Pernyataan itu membuat Chandra semakin tertunduk malu.
“kalau benar papa pelakunya, apa buktinya om?” Chandra mengangkat kepalanya. Pasti tuduhan itu tak memiliki bukti apapun.
Andre menganggukkan kepalanya, “Kamu mau bukti?”
Chandra mengangguk. Andre terkekeh samar, ia telah mempersiapkan diri untuk pertanyaan ini. Tangannya merogoh kantung celananya dan mengeluarkan beberapa lembar foto yang menjadi bukti jika Joni adalah pembunuh Aziza.
Bukti ini, semua ada, dan cukup kuat untuk menjadi bukti. Chandra menutup mulutnya tak percaya. Jadi ini yang menjadi penghancur hubungan mereka berdua?
Eliza dibelakang Andre menatap Chandra dengan penuh amarah, ia lalu berlari mendekati mereka dan merampas foto foto tersebut.
“Kenapa Ayah sembunyikan ini Ija!” tanya eliza nyaris terisak. Andre tidak memberi reaksi apapun, ia hanya menatap putrinya dengan pasrah. "Oke, gada jawaban lagi?"
“Memang seharusnya aku mati di malam itu.” Eliza membuang semua foto tersebut dan membiarkannya berhamburan di lantai.
“Aku kecewa sama kalian semua.” Eliza membalikkan tubuhnya dan berlari menuju kamarnya. Nadia menyusul putrinya, tidak lama terdengar Nadia menggedor pintu kamar Eliza begitu keras.
“Kamu masih punya muka untuk bertemu dengan Eliza?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAST AND YOU (End)
JugendliteraturTak ada hal yang sempurna di dunia ini, termaksud dia dan rahasia besarnya. "Cintai dirimu apa adanya." Begitulah kata mereka yang nyaris sempurna dan tak pernah merasakan perihnya hidup dihantui oleh kehancuran. Gadis tersebut memeluk tubuhnya ya...