-
Hai, si lemah
Buatlah semesta menerima
Dirimu apa adanya
Relakanlah
Masih banyak senyum di dunia
Yang bisa terima semua indah kurangmu
-Ran & Hindia-
"Chan gak ke kantin?"
Chandra menggeleng, tangannya mengangkat buku tugasnya setinggi-tingginya. Dia ingin memberitahu jika dia belum menyelesaikan beberapa tugasnya. Temannya tersebut tak mempercayainya dan segera menarik buku - buku tersebut, Chandra berusaha merebutnya kembali namun tenaganya kalah besar.
"Oh gini kelakukuan anak beasiswa? Ngerjain tugas rumahnya di sekolah?" Cemohnya mengolok Chandra.
Chandra melenguh panjang dan menarik buku tersebut kembali dari tangan temannya.
"Aduh Julio, dikiranya ada waktu apa buat ngerjain. Aku jualan, mana sempet-sempetnya ngerjain tugas." Chandra memasang raut masam. Julio tertawa kekeh mendapat cibiran tersebut dari Chandra.
"Tugasnya udah selesai semua kok, apalagi yang perlu dikerjain? Alasan doang ya mau ngedeketin kadal ya?" Julio membisikan perkataan tersebut sebelum Chandra menembak sebuah cubitan di lengan Julio. Julio meringis kesakitan dan meninggalkan Chandra dengan tawa jahat.
Chandra menarik nafasnya. Julio nyaris membuka kedoknya, Ia suka saat-saat seperti ini.
Chandra menarik sebuah kotak dari lacinya dan membenahi bukunya untuk dibawa ke meja keduanya di kelas ini, meja Eliza.
"Aku duduk disini ya?" Chandra menarik bangku yang ada di depan meja Eliza, dan mendaratkan pantatnya disana.
Eliza tak memberi jawaban apapun, hanya menatap sinis Chandra sesaat sebelum matanya beralih pada telepon genggamnya. Hingga pada saat Chandra menaruh benda kotak itu di hadapan Eliza, tak sekalipun Eliza menoleh padanya.
Chandra yakin setelah benda itu terbuka, Eliza akan jatuh hati pada isi dibalik benda tersebut.
"Liza," Chandra memanggilnya untuk mengalihkan atensi Eliza. Tak berhasil.Oke coba lagi.
"Eliza Nadien."
Eliza tetap tak berkutik, kepalanya semakin tertunduk untuk melihat layar telepon genggamnya.
"Kadal, kadal." Di saat Chandra memanggil nya dengan Kadal, Eliza mendelik geram tak lama dia meletakkan telepon genggamnya dengan sedikit membantingnya pada permukaan meja.
Chandra ngeri-ngeri sedap melihat apa yang Eliza lakukan, HP adalah kategori barang mahal yang mustahil dia ganti begitu saja setiap saat. Ia harus bekerja mati-matian untuk mendapatkan benda kotak itu.
"Kan bener, kamu kadal. Harus dipanggil kadal dulu baru nyaut." oceh Chandra.
Eliza tersenyum kecewa, Chandra terkekeh gelu, paling tidak dia berhasil memalingkan Eliza dari telepon genggamnya. Eliza menyapu pandang ke setiap sudut kelas, hanya ada mereka berdua kini.
Di salah satu jendela Eliza menangkap seseorang sedang mengintip mereka berdua sambil tertawa terkekeh-kekeh. Entah apa yang dilakukan selain mengintip, Eliza sejujurnya tak peduli selama tak menganggunya.
"Aku bawa sesuatu." Eliza menyatukan alisnya, membawakannya sesuatu? Remaja laki laki di hadapannya tak begitu dekat dengannya, bagaimana terpikirkan olehnya untuk membawakan dirinya sesuatu?
"ini apa?" tanya Eliza, tangannya menggerayangi benda kotak tersebut. Dapat didengar jika di dalam kotak tersebut dipenuhi oleh sesuatu, apakah hadiah? Tapi dia sudah menerima begitu banyak hadiah, jadi apa yang ada di dalam kotak itu tak akan mengejutkan.
"Ini dagangan papaku, kue tradisional."
Eliza terbelalak mendengar jawaban Chandra, sejujurnya dia sangat menyukai kue tradisional. Tapi dari semua hadiah atau barang yang dia terima selama ini, kue tradisonal adalah hal yang paling tak terduga diterimanya.
Eliza membuka kotak tersebut, aroma manis langsung menusuk hidungnya, betapa rindunya dia dengan kue tradisional. Berbagai macam kue tradisional tertata rapi di kotak tersebut, membuat ia bingung, kue apa yang menjadi kue pertama untuk dimakan.
Ia menyukai semua jenis kue tradisional, selain penampilan kue tradisional itu menarik, rasanya yang manis dan teksturnya renyah dan juga lengket membuatnya bahagia saat memakannya.
"aku makan satu ya?" izinnya terlebih dahulu.
"Kamu makan kuenya segerobak juga ga masalah," Canda Chandra.
"Papa Chandra buatin khusus untuk putri Kadal."
Eliza terkekeh geli, sepertinya dia harus membiasakan diri untuk dipanggil kadal. Eliza memutuskan putu ayu lah yang menjadi kue pertama untuk dilahap. Saat di gigitan pertama, Eliza sudah bisa merasakan kue yang dia makan bukan sembarang kue. Dalam waktu sekejap satu persatu kue dalam kotak tersebut lahap dihabiskan dirinya sendiri.
Chandra terkagum memandangi wajah Eliza saat menikmati kue - kue yang sebenarnya hasil jerih payahnya, bukan papanya. Tapi tenang dia tak setega itu untuk mencampurkan racun tikus di dalamnya. Hingga saat gigitan terakhir Chandra tak mengalihkan pandangannya. Bak seorang putri, paras lembutnya berhasil mempesona sosok Chandra.
"Papa Chandra jago kan?"
Eliza mengangguk-ngengguk "ini mah yang masak udah pasti suhunya."
Di dalam hatinya, Chandra bersorak senang bukan main. Pasalnya kue -kue tersebut bukan Papanya yang masak, tapi dirinya. Dia bohong soal papanya yang memasak kue tersebut.
"Enak ya punya Papa yang bisa masak kayak ginian," puji Eliza seraya membersihkan butir - butir kelapa yang berjatuhan. Chandra mengangguk senang, dia tahu papanya juga ahli dalam memasak kue tradisional. Dia belajar banyak hal dari papanya.
"Aku kira kamu ga bakal suka, karena makanan orang kaya setau ku bukan kue tradisional."
Eliza menggeleng kuat, menolak asumsi tersebut.
"itu salah Chan," tegasnya.
"Aku justru suka banget, pas aku kecil ada orang yang selalu ngasih kue tradisional. Tapi semenjak-
Eliza menyadari perkataan nya. Dengan cepat dia berpura pura batuk untuk menghindari percakapan yang mengarah pada kehidupannya di masa lalu. Chandra dengan cepat menyambar air mineral di tas gadis tersebut untuk diberikan. Eliza dengan cepat meneguknya dan berpura - pura lega. Ia tak boleh menceritakan apapun tentang masa kecilnya.
Chandra dibuat bertanya - tanya keheranan, kenapa Eliza kerap sekali menggantung kalimatnya? Apa benar dia kadal, karena itu suka menggantung kalimatnya? Kadal suka menggantung bukan? Eh maksudnya merayap.
"Dal, gapapa?"
Eliza mengangguk, "gapapa kok"
"Tapi semenjak?" Chandra mengulangi perkataan terakhir Eliza. Gadis itu menarik nafasnya panjang, dia seharusnya belajar untuk menahan diri untuk tak terlalu bersemangat ketika membahas sesuatu.
"Bukan apa - apa, ngomong-ngomong makasih banyak ya buat kuenya, titip salam sama papa kamu."
Chandra tersenyum hangat, bukan papanya yang menerima ungkapan terima kasih itu, seharusnya dirinya, tapi tak apa putri kadal memang tak tahu apa - apa soal ini. Chandra kembali duduk di hadapan Eliza, dan menatap gadis itu sesaat.
"Kita sering sering interaksi kayak gini ya," pinta Chandra. Eliza menoleh pada Chandra sembari tersenyum lembut. "Biar entar jadi mantu papa ku."
Eliza menahan luapan tawa di mulut nya, kepala dia gelengkan kuat. Tapi Eliza menganggap jika itu hanya candaan Chandra, tak mungkin ada orang ingin hidup bersama manusia cacat sepertinya. Mustahil.
"Besok aku bawa sekalian sama segerobak ya? Biar puas."
"Ngapain?! gila kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAST AND YOU (End)
Ficção AdolescenteTak ada hal yang sempurna di dunia ini, termaksud dia dan rahasia besarnya. "Cintai dirimu apa adanya." Begitulah kata mereka yang nyaris sempurna dan tak pernah merasakan perihnya hidup dihantui oleh kehancuran. Gadis tersebut memeluk tubuhnya ya...