54. Selamat tinggal Wulan!

2 2 0
                                    

“Eliza” Chandra mengguncang tubuh Eliza.

Eliza membuyarkan lamunannya, ah dia melamun lagi.

“Minum obatnya dulu.” Chandra meraih obat-obatan yang berada di laci ruangan Eliza.

Setelah beberapa persidangan dilalui, Eliza jatuh sakit. Pasti menyakitkan bagi seseorang yang memiliki trauma menceritakan pengalaman yang membuatnya trauma. Chandra menyempatkan diri untuk datang menjenguk Eliza setiap hari di rumah sakit.

Eliza menggeleng, dia tidak ingin Chandra menjejalkannya dengan obat-obatan. Chandra tersenyum samar, ia merasa kasihan dengan Eliza.

Di persidangan beberapa hari yang lalu, tersangka memang sudah  tidak mengelak lagi karena semua bukti sudah jelas.  Joni, Eliza bahkan Irwan memberikan kesaksian mereka. Pihak tersangka telah tersudut oleh pihak Andre.

Berat bagi Eliza berdamai dengan dirinya sendiri, dengan cara mengakui apa yang sudah terjadi di lampau.

“Jalan jalan bentar yuk, Gimana?” 

Eliza langsung mengangkat senyum dan mengangguk. Ia sudah jenuh berada di ruangan ini sepanjang hari.

"Tapi syaratnya harus minum obat dulu."

Eliza mendengus sebal, ia hendak menarik selimut namun Chandra menahannya.
-
Chandra membantu Eliza memasangkan kaki palsunya. Setelah selesai mereka memastikan apa yang mereka butuhkan sudah mereka bawa semua. Mereka meminta izin untuk melepas cairan infus dari tangan Eliza untuk sementara waktu. 

“Kita ke taman ya” Ucap Eliza. Chandra megangguk, di depannya Eliza meraih tangannya lalu menariknya untuk sedikit berlari.

Tua - muda, orang-orang beralu lalang sepanjang koridor rumah sakit tersebut. Chandra jadi teringat masa-masa ibunya jatuh sakit dan ibunya melakukan hal yang sama dengan Eliza, menarik tangannya untuk sedikit berlari menuju taman rumah sakit.

Eliza tersenyum lebar saat langkahnya menapaki taman tersebut, ia sudah muak mencium bau obat-obatan sepanjang waktu, dan ini saatnya dia menikmati angin segar. Chandra mengajak Eliza untuk duduk di salah satu bangku taman.

Mereka tidak duduk berdua saja di bangku tersebut, ada seorang gadis lainnya  duduk di sebelah mereka. Eliza mencuri pandang ke arah gadis itu, ia menyenderkan seluruh tubuhnya pada senderan bangku.

Jika orang normal, dia akan melakukannya sebentar saja, setelah itu dia akan menjadi tegak kembali, namun gadis itu tidak, Eliza tidak melihat sedikitpun pergerakan darinya.

“Kamu pasien disini juga?” tanyanya lalu terkekeh kecil.

“Iya,” sahut Eliza, bahkan ketika berbicara padanya dia tak menolehkan sedikitpun kepalanya.

“Udah lama ya disini?” tanya gadis itu.

“Belum, aku baru saja masuk beberapa hari yang lalu.” Eliza mengamati keseluruhan gadis itu, ia menyimpulkan jika gadis itu lumpuh seluruh badannya.

“Ah oh ya.” Ucapnya tiba-tiba.

“Beberapa bulan yang lalu aku kecelakaan mobil parah, dan sekarang aku lumpuh total.” Ujarnya, seolah memahami jika Eliza tampak sangat penasaran. Eliza memandang gadis itu dengan tatapan iba, ia tidak bisa membayangkan jika dia berada di posisi gadis itu.

“Kita sama-sama mengalami kecelakaan, dan kita kehilangan sesuatu karenanya.”

Gadis itu tertawa mendengar perkataan Eliza, “benar, dari sekian banyak orang di dunia ini kenapa Cuma kita yang ditakdirkan begini. Karena orang lain, kita harus merasakan kepahitan seumur hidup.”

BEAST AND YOU (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang