Asih bingung ketika mendapati lampu-lampu di bangunan itu padam. Pekarangannya gelap. Terlebih, pohon-pohon besar dengan daun yang rindang membuat sekitarnya semakin gelap.
Ada pintu yang terbuka.
Hanya dari ruangan yang terbuka itulah cahaya tampak dari seberang jalan. Asih pun berlari ke arah halaman tempat pos penjagaan. Tidak ada seorang pun penjaga.
Ke mana orang-orang, penginapan ini biasanya ramai.
Samar-samar terdengar orang bicara dari arah kamar dengan pintu terbuka. Gadis itu terdiam. Dia berdiri tepat di bawah pohon mangga yang sedang ranum. Tercium bau buah yang sudah masak. Meskipun warna jingga kulit mangga tidak kentara, tapi wangi buah yang masak cukup untuk mengundang kawanan kelelawar yang kelaparan.
Kedatangan Asih membuat mamalia terbang itu gusar. Mereka terbang menjauh sambil berdecit. Apakah itu suara protes ada seorang manusia atau usaha untuk memberi tanda agar hewan malam itu tidak bertabrakan dengan pohon, tak ada yang tahu.
Samar-samar, terdengar orang sedang bicara. Suaranya seakan sebuah pertengkaran. Walaupun, belum bisa memastikan apakah orang-orang itu sedang bertengkar atau sekedar bercanda.
Asih tidak berniat untuk mendengarkan isi percakapan orang. Kedatangannya ke penginapan itu bukan untuk mendengar obrolan pengunjungnya. Dia mencari sesuatu yang lebih berharga.
Perlahan, kaki gadis itu melangkah ke arah ruangan yang terletak paling depan. Ruangan resepsionis.
Aneh, pintunya terbuka lebar. Tapi, tidak ada yang menjaga. Dan, gelap.
Asih berjalan masuk dengan mata yang terus memperhatikan segala arah. Hingga, matanya tertuju ke lantai. Samar-samar dia menemukan sesuatu yang aneh. Seperti orang yang tertidur di lantai.
Gadis itu mendekat untuk memastikan jika yang tergeletak di lantai adalah orang. Tangan kanannya hampir saja meraih sosok yang diduga manusia itu. Namun, itu urung dilakukan karena ada bunyi yang cukup membuatnya kaget.
Krriiinnggg!
Asih mundur. Dia bersembunyi di balik pintu.
"Ah, kepalaku sakit," sosok yang terbaring itu ternyata telah sadar dari pingsan.
Dalam gelap, dia berjalan ke arah meja resepsionis. Tangannya meraih gagang telepon.
"Halo, selamat malam. Ini dengan Hotel Melati. Ada yang bisa kami bantu?"
Tidak terdengar suara dari balik telepon. Kemungkinan si penelepon adalah calon pelanggan yang ingin memesan kamar hotel.
"Sebetulnya masih ada kamar kosong, Tuan. Hanya saja, hotel kami sedang dalam perbaikan. Untuk sementara, kami tidak menerima tamu. Mungkin ... ah, malah ditutup."
Dalam waktu sebentar, lampu kembali menyala. Tampak ruangan itu begitu berantakan. Si petugas resepsionis sepertinya mulai menyadari sesuatu. Dia segera meninggalkan meja kerjanya. Berlari ke arah pintu depan. Kedua tangannya meraih daun pintu dan bermaksud menutupnya.
Asih masih berdiri di belakang pintu namun laki-laki itu tidak menyadari keberadaannya. Gadis itu merasa lega.
Setelah menunggu beberapa saat, gadis itu pun keluar dan mencari sesuatu yang sedang diincarnya. Semoga para tamu hotel sedang tertidur lelap.
Asih berjalan di selasar. Gadis itu memeriksa satu per satu jendela kamar. Ada titik cahaya dari beberapa kamar. Penghuninya tidak terlalu terganggu dengan kekacauan yang baru saja terjadi. Mereka begitu lelah atau mungkin tidak terlalu peduli selama tidak mengancam keselamatan.
Asih menyaksikan laki-laki petugas resepsionis itu sedang berdiri di depan sebuah kamar. Kamar dengan pintu yang terbuka sejak tadi.
Tapi, laki-laki itu kembali.
Asih pun berusaha sembunyi di balik pot bunga di depan jendela kamar. Kebetulan pot itu berukuran besar sehingga tidak ada yang menyangka jika seorang gadis bertubuh mungil sedang bersembunyi.
Laki-laki itu melewati Asih begitu saja. Berlari mencari bantuan.
Asih penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Dia pun mendekati pintu kamar yang tengah terbuka itu.
Suara siapa itu? Sepertinya aku mengenalnya.
Gadis itu berjalan cepat ke depan pintu.
Ternyata, ada seseorang yang dikenalnya. Orang itu dalam bahaya. Tiga orang lainnya tidak dikenal.
Tentu saja Asih tidak diam saja. Tangan kanannya sigap mengambil senjata andalannya dari balik baju. Sebuah benda mirip seruling.
Dalam waktu sekejap, dua orang yang sedang memegang golok itu roboh. Jarum beracun menusuk tepat di pundak.
"Siapa kau?" seorang pria berwajah Eropa bertanya.
"Saya Asih," gadis itu berkata sambil membuka penutup wajahnya.
"Dia teman saya, Tuan." Seorang remaja laki-laki membantu menjelaskan.
"Sebaiknya kalian cepat pergi, sebelum mereka berdua sadar."
Mereka bertiga saling lirik. Hanya membutuhkan waktu beberapa saat bagi mereka untuk pergi meninggalkan kamar hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Pulau Haji
Mystery / ThrillerSemua mata tertuju pada suasana pulau yang berbeda sebagaimana hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi keramaian. Tidak ada kapal bahkan sebuah sampan pun tidak ada yang bersandar di dermaga. Malam sudah menjelang, tetapi tidak ada satu pun lampu menya...