Tuan Frans tahu jika apa yang tengah dia lakukan bukan bagian dari tuntutan pekerjaan. Pimpinan kantor Koran Batavia tidak mengharuskannya untuk meneruskan mencari informasi yang berkaitan dengan Tragedi Pulau Haji. Hanya saja, rasa penasarannya belum juga terpuaskan jika dia belum bisa mengetahui secara persis kenapa peristiwa itu terjadi.
Laki-laki itu sengaja mendatangi sebuah rumah yang diyakininya bisa menjadi sumber informasi penting. Rumah itu bergaya bangunan Cina. Benteng cukup tinggi mengelilingi rumah yang terbilang mewah jika dibandingkan rumah-rumah tetangganya.
Setelah pintu gerbang terbuka, dia dipersilakan masuk. Seorang wanita keturunan Cina menunggunya di teras rumah sambil menggendong bayi.
"Tuan, silakan duduk."
"Terima kasih," Tuan Frans tersenyum pada si empunya rumah.
Bayi yang semula digendong, dibawa ke dalam rumah oleh wanita pembantu rumah tangga. Sepertinya si bayi tertidur pulas setelah diayun-ayun oleh ibunya.
"Saya Frans, wartawan dari Koran Batavia."
"Oh, ternyata anda yang menulis artikel tentang peristiwa di Pulau Haji."
"Betul, Nyonya."
Setelah berkenalan secukupnya, Tuan Frans menyatakan maksud kedatangannya. Ketika mendengar itu, rona wajah si tuan rumah jadi berubah.
"Saya hanya tidak nyaman ketika peristiwa di Pulau Haji dikaitkan dengan suami saya."
"Saya tidak bermaksud mengaitkan kejadian ini dengan Tuan Win Feng."
"Anda bukan orang yang pertama kali datang kemari, kemarin ada seorang remaja yang berusaha mengorek kabar tentang suami saya."
"Panca?"
"Ya, anda mengenalnya."
"Baru mengenal beberapa hari."
"Anda mewakili anak itu untuk datang ke sini?"
"Tidak seperti itu. Saya mewakili Koran Batavia untuk menemui Nyonya."
"Jika saya menolak untuk diwawancara, bolehkah?"
Tuan Frans tersenyum, "sebenarnya itu hak Nyonya. Hanya saja, saya hanya ingin mengetahui duduk persoalan di Pulau Haji. Mungkin, Tuan Win Feng tahu kenapa itu terjadi."
"Saya yakin, suami saya pun tidak tahu akan hal itu."
"Bisa saja demikian. Namun, ada kemungkinan jika suami anda tahu perihal peristiwa mengenaskan itu."
Nyonya Win Feng menghela nafas. Wanita itu mengubah posisi duduknya. Dadanya menjadi lebih tegak agar terkesan kuat méntal menghadapi setiap pertanyaan dari seorang wartawan.
"Nyonya, saya sudah dua kali datang ke pulau itu. Dan, kami memperoleh kebuntuan. Tidak ada lagi sumber informasi yang dapat kami gali."
"'Kami'? Berarti anda tidak sendiri."
"Saya datang bersama Panca dan seorang gadis bernama Asih."
"Apa yang anda temukan?"
Tuan Frans tersenyum, "sepertinya anda tertarik dengan apa yang tengah terjadi di sana."
"Awalnya, saya tidak tertarik. Tetapi, ketika ada orang-orang yang berdatangan ke rumah ini ... saya jadi heran ... kenapa semuanya mengarah pada suami saya."
"Ada petunjuk yang mengarah kepada beliau."
Nyonya Win Feng memalingkan wajah, "tidak adakah orang lain yang bisa dijadikan tersangka?"
"Sebenarnya, Tuan Win Feng tidak bisa dijadikan pihak yang disangka melakukan hal tersebut ... atau ... bukan satu-satunya pihak."
"Lantas, kenapa anda mendatangi saya. Saya sendiri tidak tahu dimana suami saya berada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Pulau Haji
Mystery / ThrillerSemua mata tertuju pada suasana pulau yang berbeda sebagaimana hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi keramaian. Tidak ada kapal bahkan sebuah sampan pun tidak ada yang bersandar di dermaga. Malam sudah menjelang, tetapi tidak ada satu pun lampu menya...