"Coba perhatikan bangunan ini," Tuan Frans menunjuk sebuah bangunan bergaya Indo Eropa.
Bangunan itu terdiri dari dua lantai. Jika diperhatikan, ukuran setiap ruangan berbeda. Disesuaikan dengan fungsinya masing-masing. Ada bangunan kecil terpisah, berfungsi sebagai gudang. Juga, tempat pemandian yang terpisah dengan bangunan utama.
"Hanya di tempat mandi inilah ... aku tidak menemukan mayat," Tuan Frans menunjuk sambil memperlihatkan foto.
"Apakah bangunan ini dijadikan tempat bersembunyi?" Panca berkesimpulan.
"Sepertinya begitu," Asih setuju. "Jika terjadi kericuhan, maka kamar mandi bisa menjadi tempat paling aman."
"Apakah mungkin ayahku bersembunyi di sini ketika terjadi kericuhan?"
"Makanya, dia luput dari kematian."
Panca menganggukkan kepala.
Kemudian, Tuan Frans mengajak untuk melongok sebuah bangunan lain yang terpisah. Ukurannya sedikit lebih besar dibandingkan kamar mandi. Tembok kokoh masih tampak di sana. Atap genteng di atasnya, terlihat penuh dengan kotoran burung. Bercak putih di atas merah bata khas genteng sangat mengganggu pandangan.
"Ini gudang?" Asih membuka dua daun pintu dengan gaya seperti istal kuda.
"Ya, ada dua mayat ditemukan di sini." Tuan Frans menunjukan sebuah foto.
"Tidak usah menunjukannya padaku." Asih menolak melihat.
"Tuan, aku pikir, dua orang ini pun bersembunyi dari kejaran," Panca memperkirakan.
"Ya, karena ... sepertinya orang yang memulai keributan juga memberikan pesan kepada Pemerintah atau orang yang berwenang dengan tempat ini."
"Di mana?"
"Di ruang administrasi."
Mereka bertiga pun berjalan ke arah bangunan utama. Sebuah bangunan dua lantai bergaya Indo Eropa. Tampak pintu berjejer membujur diantara kedua ujungnya. Jendela model jelusi berbahan kayu terpasang kuat di kusen-kusen bangunan.
"Ini adalah kamar-kamar. Sama dengan lantai atas. Di sana ruang administrasi yang kumaksud," Tuan Frans berjalan sambil menunjukan setiap foto.
"Di setiap kamar, ada mayat?"
"Hampir setiap ruangan, aku temukan mayat. Setidaknya satu mayat tergeletak dengan darah yang sudah mengering."
"Rata-rata mereka meninggal karena luka tusuk atau luka sayatan." Asih menyimpulkan.
"Ya, hanya orang gila atau setengah gila yang sanggup melakukan ini."
Setelah berjalan beberapa saat, mereka tiba di sebuah ruangan. Terletak di sudut bangunan. Ruangan itu lebih kecil dibandingkan yang lainnya.
"Tengoklah foto ini," Tuan Frans menunjukan sebuah foto.
"Petugas yang meninggal dalam keadaan duduk?"
"Dia diikat dan tubuhnya disangga oleh sebuah dahan kayu."
"Lalu, orang yang meninggal ini?"
"Ini, Tubagus. Satu-satunya orang yang belum bisa teridentifikasi karena wajahnya sudah rusak."
"Kenapa dia berada di ruangan ini?"
"Itu yang kumaksud dengan 'pesan'. Apakah seseorang menyampaikan sebuah pesan tersembunyi dengan membuat seorang petugas sedang duduk."
"Dia?"
"Orang yang bertanggungjawab dengan tempat ini."
Panca melirik Asih kemudian Tuan Frans. Mereka memikirkan hal yang sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Pulau Haji
Mistero / ThrillerSemua mata tertuju pada suasana pulau yang berbeda sebagaimana hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi keramaian. Tidak ada kapal bahkan sebuah sampan pun tidak ada yang bersandar di dermaga. Malam sudah menjelang, tetapi tidak ada satu pun lampu menya...