44

50 13 0
                                        

Tuan Frans datang bersama para polisi yang dipimpin Inspektur Pieter. Mereka merangsek masuk lebih dalam ke hutan bakau yang membatasi lautan dengan daratan.

Setitik cahaya yang terlihat dari kejauhan menjadi petunjuk penting tentang keberadaan komplotan Tuan Win Feng. Wartawan itu benar-benar harus bersiap untuk menyaksikan pertempuran.

"Sebaiknya kau merunduk, Tuan Frans." Inspektur Pieter mengangkat senapan sambil memberi aba-aba.

Tujuh perahu yang ditumpangi petugas keamanan itu melaju pelan hingga mendekat ke arah cahaya. Belum bisa dipastikan cahaya itu berasal dari benda apa. Apakah sebuah perapian atau lentera yang dinyalakan. Hutan bakau di sekitarnya begitu gelap. Andaikan ada seekor monyet yang sedang tertidur pun, mata Tuan Frans tidak sanggup memastikan.

"Angkat tangan! Kalian sudah terkepung!" Suara Inspektur Pieter cukup jelas terdengar bagi siapa pun yang berada di hutan bakau itu.

Anak buahnya bersiap dengan segala kemungkinan. Tuan Frans sendiri tidak tahu siapa orang yang sedang dikepung.

Kapal di tengah hutan bakau? Bagaimana bisa ada di sana?

Tuan Frans bertanya-tanya dalam pikirannya ketika perahu semakin mendekat. Siluet kapal ukuran sedang terlihat diantara rimbunnya pohon bakau. Bukan hal biasa ketika mendapati sebuah kapal bersembunyi diantara pohon-pohon bakau penahan arus laut seperti yang sedang terlihat.

Dor!

Ketika pikiran Tuan Frans terus bertanya-tanya, ternyata terdengar suara tembakan dari arah berlawanan. Sontak, semuanya balas menembak.

Baku tembak pun terjadi.

Tuan Frans tidak pernah belajar bagaimana bertempur dalam kegelapan. Meskipun dia pernah belajar menembak, tetapi menembak dalam kegelapan bukan keahliannya. Dalam keadaan bahaya seperti ini, terlintas dalam pikirannya, aku menyesal tidak mau menjadi anggota militer.

Tentu saja keadaan saat itu harus dihadapi. Laki-laki itu tidak memegang senjata selain sebuah senapan laras pendek yang senantiasa diselipkan di tas pinggang miliknya. Hanya saja, itu tidak banyak berguna.

Dalam waktu singkat, seseorang sudah sanggup naik ke atas kapal dan kembali menyalakan lentera. Ada sedikit penerangan di sana. Itu artinya, sudah sanggup membedakan mana lawan dan mana kawan.

Tuan Frans bisa menyaksikan perkelahian antara seorang anggota polisi dengan seorang anggota komplotan perompak. Mereka saling tikam di atas geladak. Adegan demikian terjadi pula di buritan.

Sebagai seorang wartawan, hal terpikirkan bukan bagaimana menembak lawan. Dia ingin segera mengabadikan momen dengan kemera di tangannya. Namun, tidak banyak cahaya yang mendukung. Dengan sedikit keberanian, laki-laki itu mendayung sampan hingga mendekat ke lambung kapal.

Beruntung, ada lagi lentera yang menyala. Tuan Frans sanggup memotret suasana di atas kapal perompak itu.

Tentu saja, kelakuannya dilihat oleh seorang anggota komplotan. Dia dihampiri oleh seorang perompak yang mengacungkan kelewang. Tapi, dia bisa segera menghindar dengan mendayung sampan untuk menjauh.

"Arghh!"

Tuan Frans menengok ke arah orang yang hendak menyerangnya. Ternyata dia malah diserang dari arah belakang. Darah muncrat dari tenggorokan. Itu terlihat karena orang itu masih sempoyongan di geladak sebelum akhirnya dia tercebur ke laut.

Perkelahian sepertinya tidak seimbang. Jumlah anggota Kepolisian Batavia lebih banyak dibanding perompak.

Namun, itu tidak menjamin jika kemenangan berpihak pada kelompok terbanyak. Kenyataannya, komplotan perompak itu lebih menguasai medan pertempuran.

Kegelapan lebih menguntungkan bagi orang yang mengenal tempat tinggalnya. Pernahkah kita mendengar seekor kelelawar kebingungan ketika mencari makanan di hutan?

Begitupula komplotan perompak itu. Mereka seakan begitu mudah memenangkan pertempuran. Anggota polisi itu mudah dilumpuhkan ketika diajak berkelahi di atas kapal. Mereka seperti masuk ke dalam kandang singa. Dan, mereka sulit untuk kembali keluar.

Tuan Frans kaget dengan para polisi yang tercebur ke laut. Mereka seperti didorong dengan mudah tanpa sebuah perlawanan berarti.

"Naikkan layar!"

Seseorang terdengar memberi perintah untuk menaikan layar. Tampaknya mereka hendak kabur.

Layar pun terkembang. Angin darat berhembus menekan kain layar. Terdengar sesuatu berderit. Mungkin terjadi gesekan lambung kapal dengan pohon-pohon bakau yang mengitarinya.

Ke mana Inspektur Pieter?

Tuan Frans mengarahkan lentera ke atas air. Cahayanya memantul sehingga air jernih terlihat menguning.

"Tuan, Frans. Maafkan aku ... aku tidak bisa menangkap mereka," komandan Kepolisian itu bicara sambil mengambang di air.

Wartawan itu tidak tahu harus bicara apa. Mendapati kenyataan jika orang yang diandalkan mengalami kekalahan. Ditambah, kapal perompak itu pun pergi.

"Mereka pergi ... entah ke mana ...."

Panca dan Tragedi Pulau HajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang