36

45 12 0
                                    

Tuan Frans meminta sado berhenti tepat di depan sebuah rumah makan dan penginapan. Di Pecinan, ada beberapa rumah makan dan penginapan tetapi dia memilih untuk mengunjungi tempat itu.

"A Ling, apakah kau yang bernama A Ling?"

"Ya, saya sendiri, Tuan. Silakan duduk, Tuan. Tuan hendak memesan apa?" Seorang gadis berwajah khas negeri Cina menyambut lelaki si lelaki Eropa.

"Oh, hanya air kelapa saja."

Tuan Frans duduk di bangku paling pojok dekat dengan jendela yang menghadap ke jalan raya. Dia memperhatikan rumah makan itu dengan seksama. Di beberapa tempat terlihat mulai mengalami kerusakan. Cat merah yang semula terang mulai tampak mengelupas.

"Tuan, silakan," si gadis pelayan meletakan air kelapa muda pesanan Tuan Frans di mug besar.

"A Ling, bisakah kita bicara? Itu pun jika kau tidak sibuk."

A Ling memperhatikan sekeliling. Pelanggan mulai sepi setelah sebelumnya ramai orang yang makan siang. Pelanggan terakhir pun baru saja pulang sesaat setelah gadis itu melipir ke dapur.

"Tentu, Tuan. Adakah hal yang ingin anda bicarakan dengan saya?"

"Ya. Ini mengenai Panca."

"Oh, anak itu."

"Kau sangat mengenalnya?"

"Ya, semalam pun dia tidur di sini."

A Ling tersenyum pada Tuan Frans. Dia memperhatikan laki-laki itu dengan penuh keheranan. Seraya duduk di bangku yang berseberangan dengan Tuan Frans, A Ling memegang nampan yang diletakkan di pangkuan.

"Apakah dia bercerita kepadamu jika kemarin telah mengunjungi Pulau Haji?"

"Ya, dia mencari ayahnya yang hilang."

"Kau tahu ke mana dia sekarang?"

A Ling menggelengkan kepala.

"Aku mencarinya hingga ke tempat dia berjualan. Tapi, ternyata dia tidak berjualan hari ini."

"Mungkin dia mencari ayahnya."

"Tapi, ke mana? Kau tahu?"

"Saya tidak tahu. Dia pun tidak mengatakan akan pergi ke mana." A Ling mengangkat bahu sambil mengatupkan kedua bibir.

"Tadi pagi, kalian berkunjung ke rumah Nyonya Win Feng?"

"Ya, bagaimana Tuan tahu?"

"Aku juga ke sana. Nyonya Win Feng mengatakan jika anak itu berkunjung ke sana bersama seorang gadis."

Tuan Frans tersenyum kemudian meminum air kelapa yang disajikan di meja. Dia menatap A Ling.

"O ya. Aku Frans." Lelaki berkemeja mengenalkan diri kepada A Ling. 

"Ya, saya sudah menduganya. Panca menceritakannya kemarin."

"Apakah dia datang bersama Asih?" Frans mulai mengutarakan maksud kedatangannya ke kedai.

"Tidak, saya tidak pernah melihat gadis itu. Tapi, Panca mengatakannya pada saya tentang gadis itu."

"Apa yang dia katakan?"

"Tentang Asih?"

"Ya, apa saja yang kau tahu?"

"Asih, setahu saya ... dia seorang gadis yang sudah lama dikenalnya. Dia datang dari kampung. Tidak jauh dari kampungnya Panca."

"Hanya itu?"

"Dia ... ah. Dia sering menjadi teman ...."

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan."

Panca dan Tragedi Pulau HajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang