45

52 13 0
                                        

Dor!

Tembakan pertama terdengar. Panca pun kaget. Dia menoleh ke belakang meskipun itu sulit dilakukan karena tubuhnya terikat ke tiang layar. Mata anak remaja itu menangkap kilatan cahaya dari arah utara. Cahaya itu bergoyang-goyang seperti sekumpulan kunang-kunang di kegelapan.

"Merunduk!" Tuan Win Feng terdengar memberi aba-aba.

Hanya suara-suara saja yang kini terdengar. Si Kapten Kapal telah memadamkan lentera yang tergantung di tiang layar. Kini, semuanya gelap sehingga tidak bisa membedakan mana manusia dan benda mati di sekitarnya.

Dor!

Tembakan kembali terdengar. Panca pun harus merunduk.

"Ayah! Di mana Ayah?" Panca berusaha mencari Raden Bakti yang semula ada di atas geladak.

Suara tembakan pun terdengar dari arah kapal. Tampaknya para perompak itu memiliki senapan laras panjang. Mereka sudah siap menghadapi keadaan demikian.  Serangan dilakukan dari jarak jauh sehingga ditangkal dengan cara yang sama.

Prak!

Serpihan kayu mengenai wajah Panca. Mengucur darah segar dari pipinya. Meskipun hanya serpihan sebesar tusuk gigi tetapi itu cukup membuat kulit terasa perih.

"Ahh!"

Ketika baku tembak tengah berlangsung, kapal bergoyang. Tampaknya, ada beberapa penyerang yang merangsek masuk.

Suara derap langkah kaki terdengar dari arah buritan. Terdengar pula langkah kaki dari arah haluan. Mereka mengepung kapal ini.

Perkelahian terjadi. Hal itu diperjelas ketika tiga lentera menerangi kapal. Terlihat seragam biru dongker para polisi yang menyergap. Mereka sigap mengayunkan kelewang ke arah wajah lawannya. Tentu saja para perompak itu pun tidak kalah terampil memainkan senjata miliknya.

"Argh!"

Seseorang terkena sabetan. Tidak diketahui di sebelah mana. Namun, suara teriakan itu disusul oleh suara benda terjatuh ke air. Byuurr! Panca mengira suara itu berasal dari orang yang terjatuh karena kalah bertarung.

"Raden Panca, kau baik-baik saja?" Seorang  polisi menghampiri Panca.

"Ya, saya baik-baik saja."

Dalam beberapa detik, Panca tidak mengingat siapa nama polisi di hadapannya. Wajah seperti dia lumrah di Batavia. Berkulit putih sedikit cokelat karena paparan sinar matahari. Di bawah hidungnya tumbuh kumis pirang dengan kedua ujung melengkung.

"Tuan, saya baik-baik saja."

Namun, Panca teringat ketika menatap matanya. Bola mata laki-laki itu tampak biru bercahaya ketika cahaya lentera menerpa.

"Tuan Pieter, ternyata anda."

Laki-laki itu tersenyum. Tangan kanannya mencoba meraih tali yang mengikat tubuh Panca. Namun, itu urung dilakukan karena ada seseorang yang mengayunkan kelewang ke arah punggung Inspektur Pieter.

"Awas!"

Dengan cekatan, laki-laki itu pun menghindar. Sabetan senjata itu terdengar seperti angin yang berhembus kencang. Ssbb!

Tuan Pieter terjungkal ke belakang. Dia hampir saja ditusuk oleh Tuan Win Feng andaikan orang itu tidak pandai menghindar. Sang Kapten Kapal terlihat murka karena ada orang yang berani mengusik ketenangannya. Diantara mereka seperti ada rasa kesal yang tidak tertumpahkan. Keduanya saling serang.

Tuan Win Feng berkali-kali mengayunkan kelewang ke arah Sang Komandan. Berkali-kali pula serangan itu bisa ditangkis. Kapten Kapal bisa mendesak lawannya hingga ke buritan. Tidak ada lagi tempat untuk menghindar kecuali menceburkan diri ke laut.

Perkelahian itu menjadi perkelahian terakhir yang disaksikan oleh Panca. Tidak ada lagi polisi di atas kapal karena Inspektur Pieter pun memilih menceburkan diri ke air.

"Turunkan layar!"

Perintah itu menjadi pertanda jika Tuan Win Feng mengajak anak buahnya yang tersisa untuk pergi. Meskipun mereka bisa memenangkan pertempuran, tetapi para perompak itu belum bisa memastikan jika serangan susulan bisa saja terjadi.

Kain layar pun terpasang. Angin darat berhembus ke arah lautan luas. Kapal itu bisa menjauh dari hutan bakau yang sudah lama menjadi tempat persembunyiannya. Walau kini sudah tidak bisa dikunjungi lagi karena telah diketahui musuh.

"Sialan!" Tuan Win Feng kesal. "Bagaimana bisa mereka mengetahui persembunyian kita!"

Angin berhembus kencang. Hal demikian yang diinginkan Sang Kapten Kapal. Walaupun kejadian barusan bukan hal yang dikehendaki.

"Hei, bocah tengik! Kau yang mengundang mereka datang ke mari?"

Panca hanya tersenyum ketika menyaksikan orang di hadapannya marah-marah. Dia didekati oleh Tuan Win Feng yang semula berdiri di buritan. Derap kakinya begitu tegas ketika beradu dengan lantai kapal  berbahan kayu.

Plak! Sekali lagi Panca terkena tamparan.

"Kau senang dengan semua ini?"

"Tentu saja, Tuan. Lihatlah, hanya lima orang anak buahmu yang tersisa."

"Arggh! Aku ingin sekali membunuhmu!"

"Kenapa tidak kau lakukan?"

Panca bicara dengan nada menantang. Tentu saja membuat Tuan Win Feng semakin kesal.

Namun, mereka yang berdiri di geladak hanya terdiam. Sedangkan Panca tertawa keras seakan mengejek kekalahan yang didera para perompak itu.

"Mereka akan menyusul kalian, Tuan. Mereka akan melumat kapal ini seperti ...."

"Diam!"

"Akan ada pasukan yang lebih besar, membawa senjata lebih lengkap, kapal ini akan hancur dan terbakar!"

Tuan Win Feng memegang baju Panca. Mata laki-laki melotot hingga terkesan bola matanya akan keluar dari rongga di tengkorak kepala.

Panca tidak mudah ditekan. Dia sudah tahu bagaimana menghadapi orang seperti Tuan Win Feng.

"Kenapa? Kau tidak berani menghadapi mereka? Kau takut?"

"Kau jangan meremehkan aku!"

"Kau pengecut! Itu yang aku tahu!"

Tuan Win Feng menoleh ke arah kelima anak buahnya. Mereka tampak kelelahan. Tenaga yang terisi sebelum perkelahian kini hilang.

"Kita pergi sejauh yang kita bisa."

Tuan Win Feng beranjak kemudian berjalan ke atas buritan. Dia mengambil alih kemudi. Mengatur arah haluan semakin menjauh dari daratan.

Panca pun pasrah. Tubuhnya begitu kuat terlilit tali. Matanya semakin sulit melihat daratan yang terus menjauh. Cahaya lentera yang semula jelas, kini semakin kecil terlihat.

Ada yang aneh dengan kerlap-kerlip cahaya lentera itu.

Awalnya Panca heran dengan apa yang dilihat. Namun, kemudian dia tersenyum.

Para polisi itu menyiarkan kode bantuan.

Panca dan Tragedi Pulau HajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang