Tuan Frans berjalan dengan tergesa. Dia hendak mendekati seseorang yang baru saja terlihat di rumah makan. Dia menyusuri gang diantara deretan bangunan bergaya campuran Cina-Eropa. Atapnya penuh dengan debu sehingga warnanya memudar. Tidak lagi merah selayaknya genteng pada umumnya.
"Hei, tunggu!"
Orang yang dipanggil tidak menoleh. Justru dua ekor burung merpati malah mendekat. Mungkin burung itu mengira akan diberi makan.
"Hei, tunggu!"
Sudah dua kali dipanggil tapi orang itu malah terus berjalan. Dia tidak memperdulikan seseorang yang menyahut dari arah belakang.
Tuan Frans berlari kecil untuk bisa mendekati orang yang dimaksud. Kala itu, orang-orang kembali bekerja sehingga tidak banyak orang yang lalu-lalang di gang.
"Hei, tunggu sebentar! Aku ingin bicara denganmu."
Mungkin orang yang dimaksud mendengar sahutan Tuan Frans. Hanya saja, dia seperti ragu untuk meladeni orang yang memanggilnya. Dia hanya berhenti melangkah tetapi enggan untuk menoleh.
Rambut panjangnya yang diuntun terlihat kurang rapih. Tampak menguning karena sering disengat sinar matahari. Caping yang menutup kepalanya pun tampak kusam pertanda sudah terlalu lama digunakan.
"Maaf, mengganggumu."
"Ya, apakah kita saling kenal?"
"O, ya. Perkenalkan saya Frans. Bolehkah kita bicara sebentar."
"Ya, hendak membicarakan apa?"
Tuan Frans menatap orang itu. Wajahnya terlihat heran dengan seseorang yang tak dikenal ingin bicara dengannya. Air mukanya kurang bersinar, dia begitu lelah dan ingin segera sampai di tempat tujuan.
"Siapa namamu, jika aku boleh tahu?"
"Anda tidak perlu tahu siapa namaku. Tapi, orang-orang memanggilku Si Jangkung."
"Apakah kau masih saudara dengan Tuan Win Feng?"
"Ya, bagaimana anda tahu."
"Wajahmu mirip."
"Anda mengenal Tuan Win Feng?"
Tuan Frans mengangguk.
"Apa yang ingin anda tanyakan, Tuan?"
"Aku hanya ingin tahu ... bagaimana kabar Tuan Win Feng?"
"Tuan Frans, semua orang juga tahu ... kabar orang itu ... tidak jelas. Sudah lama dia tidak pulang."
"Tapi, maksudku ... sebelum dia pergi."
Orang itu menghela nafas. Dia memandang ke atap rumah. Pikirannya menerawang ke dimensi lain. Dia mencoba mengingat hal yang berkaitan dengan Tuan Win Feng.
"Dia masih saudara saya. Makanya dia pernah mengajak bekerja di pejagalan miliknya."
"Rumah jagal yang sudah runtuh karena gempa?"
"Ya. Sebelum bangunannya roboh pun dia sudah meninggalkan tempat itu. Karena itu pula, saya mencari pekerjaan lain. Ada yang menawari saya untuk menjadi kelasi di kapal barang."
"Ketika pulang, pernahkah kau bertemu Tuan Win Feng?"
Si Jangkung menggelengkan kepala.
"Oh, ternyata begitu. Apakah kau tahu di mana sekarang dia berada?"
"Saya juga tidak tahu, Tuan. Mungkin dia sedang terapung di lautan. Ada kabar yang mengatakan jika dia menjadi perompak. Karena, saya pernah bertemu seorang kelasi yang mengenalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Pulau Haji
Mistero / ThrillerSemua mata tertuju pada suasana pulau yang berbeda sebagaimana hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi keramaian. Tidak ada kapal bahkan sebuah sampan pun tidak ada yang bersandar di dermaga. Malam sudah menjelang, tetapi tidak ada satu pun lampu menya...