16

44 8 0
                                    

Asih mendayung sampan ke arah sebuah kapal kayu berukuran sedang. Kapal itu sedang bersandar di dermaga. Sepagi itu, biasanya muatan dibongkar oleh para awak kapal yang dibantu oleh kuli panggul. Dari atas kapal, tampak puluhan laki-laki bertelanjang dada memikul peti kemas dan karung-karung berukuran besar.

Gadis itu berharap jika di Pelabuhan bisa menemukan hal yang sedang dicarinya. Diantara begitu banyak orang yang lalu lalang, bukan perkara mudah menemukan sesuatu yang dicari.

Hingga, dia begitu dekat dengan kapal kayu itu. Dan, menemukan seseorang yang dikenalinya.

Tuan Frans dan Panca, sedang apa mereka di atas kapal?

Sampan itu semakin dekat. Bahkan tangan Asih bisa meraba lambung kapal yang terlihat kokoh. Terbuat dari kayu besi kualitas tinggi, sepertinya usia kapal itu sudah lama. Bisa diperkirakan karena warna kayunya yang semakin pekat.

"Panca! Tuan Frans!"

Orang yang disahuti tidak menengok.

"Hei, aku di bawah sini!"

Setelah mengatakan itu, tampak tangan Tuan Frans memegang sesuatu. Dan, dia menjatuhkannya.

Foto-foto itu, kenapa dibuang ke laut?

Rasa penasaran Asih langsung terjawab karena tampak seseorang berusaha merebut benda itu. Namun, dia gagal. Orang itu malah tercebur ke laut. Tidak jauh dari sampan tempat Asih berdiri.

Tanpa aba-aba. Asih dipaksa harus menangkap sesuatu.

Matanya bisa melihat dalam sekejap jika benda itu sengaja dilemparkan oleh Tuan Frans. Ah, sebuah tas.

Hap, Asih menangkapnya dengan cekatan.

Dan, benda yang dilempar itu disusul oleh dua tubuh manusia yang terjatuh ke laut. Byuurrr.

"Panca! Tuan Frans!"

Sampan didayung mendekat. Tangan Asih diulurkan untuk meraih tangan Panca. Sampan pun bergoyang karena hentakan orang yang naik ke atasnya.

"Kau tidak bisa berenang?"

"Ah, tolong saja aku! Jangan banyak bertanya!"

Tuan Frans tertawa ketika menyaksikan Asih dan Panca malah bertengkar; pada saat yang tidak tepat. Kalau saja bertengkar itu ada saat yang tepat.

Asih menengadah ke atas kapal. Orang-orang yang hendak mencelakai Panca dan Tuan Frans kini menghilang. Mereka menyerah atau mengganti strategi?

"Kita pergi ke mana?"

Panca dan Tuan Frans saling lirik. Mereka berdua belum memiliki rencana. Melihat itu Asih hanya bisa mendayung sebisa yang disanggupi. Menjauh dari Pelabuhan.

"Tuan, ini tas milik anda," Asih menyerahkan tas kulit yang tadi dilemparkan dari atas kapal.

"Oh, terima kasih." Frans tersenyum sambil menjulurkan tangan.

Panca ikut mendayung dari sisi sebelah kiri. Dia merasa tidak nyaman ketika seorang gadis dibiarkan bekerja sendiri. Mendayung sampan dengan tiga penumpang di atasnya.

"Nah, begitu. Kau tidak malu ...."

"Diam! Lakukan saja apa yang harus dilakukan!"

Asih malah tersenyum mendengar Panca berteriak demikian. Gadis itu tahu jika Panca terkesan suka marah-marah hanya untuk menutupi rasa malunya jika berdekatan dengan Asih.

"Asih, bagaimana ... kau bisa tahu jika kami ada di Pelabuhan?" Tuan Frans bertanya penasaran dengan kedatangan Asih yang tepat saat dibutuhkan.

"Oh, itu karena saya mencari anak ini, Tuan."

Panca dan Tragedi Pulau HajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang