"tenang bi, aku pasti tanggung jawab kok"
setelah keluar dari ruang BK mereka bertiga duduk di taman belakang sekolah. tentu ini semua atas ucapan bintang tadi.
entah berapa kali bintang menghela nafasnya hari ini hanya karena tingkah laku dhista dan harsa. bintang tau rencana membuat bu wati menangis tadi supaya mereka bertiga tidak dihukum hormat bendera dilapangan. jadi harsa sebisa mungkin mengalihkan perhatian bu wati pada kisah cintanya yang tak mulus.
"udah ya cantik, ga usah marah marah gitu", harsa mengusap kedua pundak bintang. sesaat kemudian pundak itu turun, menandakan emosi bintang juga ikut turun.
"romantis sih, sayang friendzone", satu pukulan dari harsa dilayangkan pada bahu dhista. tidak begitu keras, tapi cukup membuat dhista meringis sambil memegangi bahu kirinya.
sementara itu bintang berusaha menetralkan raut wajahnya dengan berpura-pura bodoh di depan dhista dan harsa. "bi? are you okay?", tanya harsa ketika melihat bintang diam tidak bereaksi sedikitpun.
harsa paham, perasaan bintang kembali terluka, dan dhista bukanlah orang yang patut disalahkan atas hal ini. harsa akui, ia pengecut. ia bahkan menahan bintang dalam hubungan yang tak jelas ini sejak mereka berdua saling mengenal.
"aku mau cari bu nenden dulu ya", bintang beranjak dari duduknya.
"ngapain?", tanya harsa
"minggu kemarin aku ga masuk, belum ulangan harian. aku duluan ya sa, ta", bintang berlalu dan melambaikan tangannya.
harsa menghela nafas, diikuti dhista yang memasang wajah bersalahnya. baru tersadar kalau ucapannya barusan menyakiti perasaan bintang.
"bang, gue minta maaf"
"ga perlu minta maaf ta. gue akui kalo gue pengecut selama ini, maksa dia buat selalu ada disisi gue", dhista duduk bergeser mendekati harsa kemudian ditepuknya pundak harsa dengan pelan.
"kenapa bintang masih mau bertahan disisi gue? padahal banyak luka yang gue kasih ke dia"
"lo ga salah bang, keluarga lo harusnya-"
"apa gue harus pergi dari hidup bintang ya ta?"
-
dhista kembali menjalani hari-harinya seperti biasa, yaitu menjemput arka di sore hari setelah bel di sekolahnya berbunyi. dhista selalu mengemudi dengan kecepatan yang lumayan tinggi supaya sampai tepat waktu.
tidak seperti biasanya, dhista menunggu sedikit lebih lama. ia sudah mengirimkan beberapa pesan pada arka tapi tidak ada satupun dari pesan itu yang dibalas.
dhista memutuskan untuk memakai jaketnya dan keluar dari mobil untuk mencari arka, masuk ke dalam sekolah.
dhista yang tau dimana letak kelas arka langsung berjalan menuju lantai dua. tepat saat ia hendak menaiki tangga ia berpapasan dengan san, adik kandung harsa.
"eh, dhista?", san menghampiri. dhista menatap san dari atas sampai kebawah. rambut yang berantakan, kerah baju yang terbuka memamerkan luka merah yang ada dileher juga tali sepatu yang tidak terikat. "nyari arka?", tanya san.
dhista mengiyakan, "lo liat adek gue ga?"
"lahh, dikira kita sekelas?", dhista menepuk pipinya. ya, san tidak salah soal ucapannya tapi bukan begitu maksud dhista..
"yaudah sana pulang", dhista berlalu dari hadapan san tapi sedetik kemudian ia berbalik, "san", panggil dhista.
"apaan?"
"saran gue kurang kurangin berantem sama bang harsa"
san menyunggingkan senyumnya, "iya, gue duluan ya ta"
-
san meringis saat seseorang yang duduk dibangku penumpang mobil milik san mengoleskan obat merah untuknya, ia pikir luka dilehernya hanyalah luka memar biasa tapi ternyata kulitnya tergores kuku mahesa dan menghasilkan luka yang sedikit memanjang.
"shh, pelan pelan dong?!", bentak san. gerakan tangan dileher san langsung terhenti, tergantikan dengan kedua tangan yang bergetar mengambang di udara.
"maaf, gue ga maksud nakutin lo", ia meraih tangan dingin itu dan mengarahkannya kembali untuk mengobati lehernya.
kali ini san memilih untuk diam dan menahan rasa perih di leher supaya seseorang di depannya tidak merasa ketakutan.
kalau melihat wajahnya san selalu merasa marah, sakit, kasihan, dan sayang dalam satu waktu yang bersamaan.
terkadang san juga sering melihat kedua matanya itu sembab dipagi hari dengan kepala yang selalu tertunduk kebawah menambah rasa iba dihatinya.
mungkin hanya itu yang bisa san lihat dan yang terlihat, sisanya? san sendiri tidak tau.
setelah selesai mengobati ia langsung memasukan semua sampah kedalam plastik, membantu san mengancingkan kembali pakaiannya dan merapihkan barang barang miliknya yang tergeletak begitu saja diatas dashboard mobil.
"buru buru banget, mau kemana?", ucap san sambil mengunci pintu mobil.
"pulang", jawabnya sambil berusaha membuka pintu mobil dari dalam, memberi kode kepada san untuk membuka pintu dan membiarkannya pulang.
"kita kan emang mau pulang", san memakai seatbelt, bersiap untuk mengemudikan mobilnya. ia menoleh ke bangku penumpang kemudian tersenyum sambil memakaikan seatbelt untuk seseorang itu.
"jangan takut, ini masih jam 4 sore. lagian ga ada yang bisa nyakitin lo selagi gue ada, ngerti?", san menaikan sebelah alisnya.
ia mengangguk sebagai jawaban.
"makasih udah ngobatin luka gue, sekarang kita pulang yasa"
TBC🤍

KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...