sesampainya di rumah dhista bahkan tidak mengucap sepatah kata apapun pada arka, ia benar-benar kesal kali ini. dhista pikir mengabaikan arka selama beberapa hari bukanlah hal yang buruk, arka juga harus diberi hukuman darinya sesekali.
bahkan saat arka berusaha mengajak dhista berbicara, laki-laki bertubuh jangkung itu memilih untuk menghiraukan arka.
"kak, dengerin adek dulu..", lirih arka.
dhista tetap tidak peduli dan terus menaiki tangga menuju kamarnya.
ia menyalakan lampu kamar dan menghela nafas begitu melihat kondisi kamarnya yang cukup berantakan karena tidak sempat membereskan kamar tadi pagi. terpaksa dhista harus bebenah sebentar.
"dibanting gelas kaca sakit juga ternyata", gumam dhista sambil membersihkan sisa darah yang mengering di pelipisnya. rasa perih juga pening masih tersisa dan dhista tidak bohong kalau rasanya lumayan sakit.
ia ingin sekali memaki arka sambil menunjuk luka hasil perbuatan ayahnya.
dhista sebenarnya tidak peduli kalau arka pulang lebih dari jam 9 atau bahkan pulang lewat tengah malam. asalkan adiknya itu tidak melibatkannya dalam situasi seperti ini, atau setidaknya arka meminta izin langsung pada ayah kandungnya.
tapi jauh di lubuk hatinya, hadir setitik rasa khawatir akan arka, dan dhista benci mengakui kalau ia punya perasaan seperti ini setelah apa yang arka lakukan secara tidak langsung padanya.
"kalo gini terus, kapan gue bisa sayang sama lo arka"
-
keheningan kembali hadir diantara dhista dan arka. sepanjang perjalanan menuju sekolah arka, dhista hanya fokus pada jalanan dan arka memilih untuk tetap diam sambil sesekali melirik ke arah dhista.
ingin sekali arka bertanya soal plester luka yang menempel di pelipis kakaknya itu, semalam arka rasa tidak ada luka disekitar sana, atau memang ia tidak melihatnya?
"kak", panggil arka. ia putuskan untuk mengajak dhista berbicara lebih dulu, ia hanya berusaha memecah keheningan yang terjadi diantara mereka berdua.
"hmmm", gumam dhista.
"soal kemarin.. adek minta maaf ya kak?"
hening, lagi.
"adek minta maaf ga ngabarin kakak atau ayah, kemarin adek kira-"
"iya"
arka bahkan tidak diberi kesempatan untuk berbicara oleh dhista. bahkan hingga mobil dhista berhenti tepat di depan gerbang sekolah arka, tidak ada kata-kata yang keluar lagi dari mulut dhista.
"makasih kak, hati-hati dijalan"
-
jam makan siang dhista lewati begitu saja tanpa pergi ke kantin, beranjak dari tempat duduknya saja tidak. semenjak kejadian kemarin malam ia jadi kesal begitu mengingat kalau sankara yang notabenenya adalah adik kandung harsa lah yang mengajak arka makan ice cream semalam.
ya walaupun bukan itu maksud sankara tapi tetap saja, karena ulah mereka berdua, luka di pelipisnya ini ada dan menimbulkan pertanyaan dari beberapa teman juga guru yang mengajar di kelasnya.
dhista menelungkupkan kepalanya diatas lipatan tangan sambil memejamkan matanya. sebelum kelas dimulai dhista ingin tidur sejenak, 15 menit cukup untuk mengisi energinya sampai nanti sore.
nanti sore ia juga berencana pergi ke danau tempat ia bertemu dengan teman barunya, mahesa.
belum lima menit, tepukan dibahu membuat dhista terpaksa membuka kembali matanya. "dicari kak harsa sama kak bintang ta, katanya suruh keluar", ucap salah satu teman kelasnya. dhista mengangguk, "oke, makasih ya", balas dhista.
dhista tebak, pasti bintang akan bertanya kenapa dia tidak pergi ke kantin, kenapa ia tidak membalas pesannya, dan kenapa dengan pelipisnya. sementara harsa pasti hanya akan diam sambil melipat kedua tangan di depan dada.
sesaat setelah pintu kelasnya itu dibuka, yang bisa dhista lihat adalah harsa yang melipat kedua tangannya dengan satu keresek berisi makanan dan bintang yang justru malah berdiam diri dengan raut wajah cemberut khasnya.
"kenapa ga makan siang?", tanya harsa sambil menyodorkan keresek putih berisi makanan, "makan kok bang", jawab dhista.
"berantem sama siapa?", tanya bintang yang berdiri di belakang harsa. ah, pasti karena luka di pelipisnya bintang jadi bersikap seperti ini padanya.
"ngga berantem kak, masa anak sebaik ini berantem sih?"
ga berantem kak, ini dibanting gelas sama ayah
semalam sankara menjelaskan semuanya pada harsa, dan yang sankara sadari adalah tatapan mata dhista yang terlihat marah juga sesuatu yang basah di area pelipis dhista hingga membuat rambut di area sana ikut basah.
dapat harsa simpulkan sesuatu telah terjadi pada dhista sebelum ia menjemput arka.
"soal adek gue, gue minta maaf ya ta. mungkin maksudnya mau ngajak adek lo pulang tapi malah mampir ke tempat biasa lo makan ice cream bareng arka", ucap harsa.
dhista malah merasa tidak enak, ini hal yang sepele, harusnya harsa tidak perlu meminta maaf soal itu.
"ih abang kok minta maaf? lagian arka juga ga pulang telat kok semalem", ujarnya.
"terus pelipis kamu kenapa bisa sampe di plesterin kaya gitu?", tanya bintang.
"ini kejedot kak. kunci mobil gue jatoh semalem, terus waktu mau gue ambil kejedot kena ujung meja makan. jadi deh kaya gini"
bintang menarik lengan dhista, mengecek kembali apaksah plester itu menutupi lukanya dengan benar atau belum. sementara harsa tau, dhista menutupi sesuatu darinya dan bintang.
"btw bang.. san jangan lo apa-apain ya? dia udah minta maaf juga sama gue"
"telat", ucap harsa, "udah gue kasih pelajaran", lanjutnya.
"ck, lo apain adek lo?", tanya dhista.
"biru biru dikit.. seinget gue sih.."
"HARSA???!"
"NYEBUT BANG, ITU ADEK LO!!"
TBC🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...