fix you

286 38 9
                                    

selamat membaca🤍

-

malam minggu dhista dan mahesa mereka habiskan dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan. namun berbeda dengan keluarga mahanta yang menghabiskan waktunya dengan kesunyian.

masalah yang menerpa keluarga mereka belum selesai juga, ditambah sampai hari ini sudah banyak wartawan yang berdatangan menunggu tuan mahanta untuk bisa diwawancarai.

lantas sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga mahanta malam itu? malam dimana yasa mengajak sankara dan harsa untuk makan pudding bersama.

*flashback on*

"duduk", titah pria yang kini sudah duduk dihadapan mereka bertiga, iya, dihadapan harsa, sankara, dan yasa. mereka bertiga lantas mendudukan diri berdampingan.

mereka langsung menundukan kepalanya, merasa segan dan takut dalam waktu yang bersamaan.

"ada apa pa?", sankara memberanikan diri untuk bertanya.

"kamu tanya sama kakakmu, ada apa sama dia"

jantung harsa terasa hampir berhenti berdetak mendengar ucapan papanya yang terdengar dingin, setelah itu, tak ada lagi yang berani bersuara.

tak lama datang seorang wanita dengan pakaian khas rumahan sambil membawa satu nampan berisikan empat buah pudding yang langsung ia sajikan kepada mereka berempat. wanita itu kini ikut duduk disamping papa memasang wajah cemas.

"kamu masih ga mau bicara?", papa berdecih, lantas berdiri tepat dihadapan harsa yang masih menundukan kepalanya, "saya tau semua rencana busuk kamu, sekarang kamu ngaku atau harus saya paksa?"

"pa, biar san yang bicara, san-"

BRAK!

papa memukul meja yang ada didepannya dengan keras, ia menatap sankara dengan tajam, "kamu ga denger apa kata papa? harsa. bukan sankara"

"berdiri", ucap papa.

"pa-"

"harsa putra mahanta, berdiri!"

harsa lantas berdiri dengan penuh rasa marah ia balas menatap papa dengan tatapan tajam, sekilas ia melirik wanita yang masih duduk di belakang papa sambil tertawa mengejek.

"papa lebih mentingin perasaan perempuan itu sama anaknya daripada perasaan harsa? papa ga sadar apa yang papa lakuin itu nyakitin perasaan harsa, harsa udah larang kalian berdua nikah karna ga ada yang bisa gantiin posisi mama!", ia menekankan kata mama diakhir kalimatnya.

"abang", sankara meraih tangan harsa berusaha untuk menenangkan, namun tangan sankara ditepis begitu saja oleh harsa.

"harsa tegasin disini, ini urusan harsa sama papa. adik harsa ga ada kaitannya sama masalah ini, itu semua karna harsa yang nyuruh san buat nurut sama kakaknya!"

"bang harsa!"

"lo diem!", harsa mendorong bahu sankara yang kini berdiri tepat dibelakangnya, bukan bermaksud kasar, tapi harsa berusaha untuk melindungi sankara dibalik punggungnya.

"ayo, terusin omongan kamu, papa mau denger semuanya", ucap papa.

"harsa ngaku, kalo selama ini harsa benci dan ga pernah nganggap yasa dan tante sarah sebagai bagian dari keluarga kita. harsa juga nyuruh san buat ikutan benci sama mereka berdua"

BUGH!

"harsa juga nyuruh san untuk ga nurut sama tante sarah, harsa yang nyuruh san buat jauhin yasa di sekolah"

PLAK!

"harsa ngaku, harsa sering nyuruh yasa untuk ga pulang ke rumah. harsa sering nampar, mukul, dan ngomong hal yang jahat ke yasa"

PLAK!

"harsa.. harsa ngaku, harsa yang akhir-akhir ini sering ngirim teror ke tante sarah supaya kalian berdua cerai"

BUGH!

sankara, yasa, dan tante sarah sontak menatap harsa dengan tatapan terkejutnya. seolah tidak percaya bahwa pengirim teror itu adalah orang terdekat yang selama ini tinggal serumah dengan mereka. sankara adalah orang yang paling tidak percaya atas pengakuan harsa barusan, ia sampai mundur beberapa langkah kebelakang, menjauh dari harsa.

sankara tidak pernah tau soal hal ini. teror itu tidak pernah ada di dalam rencana mereka untuk memisahkan papa dan tante sarah. itu artinya, selama ini harsa menjalankan aksinya sendirian.

papa memukul harsa sampai anaknya itu jatuh tersungkur, bukan hanya memukul ia juga menendang perut harsa hingga terbatuk sampai mengeluarkan darah, ia nyaris saja menghilangkan nyawa anaknya sendiri kalau tante sarah tidak menyuruh papa berhenti.

harsa berusaha bangkit kembali, kemudian berlutut didepan papa sambil sesekali meringis.

"satu hal yang harus papa tau, harsa sayang banget sama mama, ga ada seorangpun yang bisa gantiin dia, termasuk sahabatnya sendiri! harsa udah capek, kalo papa hari ini mau ngebunuh harsa, dengan senang hati-"

"bang harsa?! apa-apaan?!", kini giliran sankara yang melindungi kakaknya.

"pa, dengerin penjelasan san dulu! ga semua pengakuan abang bener adanya! san juga ikut ambil bagian pa, san yang waktu itu naruh teror di depan pintu rumah, san yang waktu itu ngirim pesan ancaman ke tante sarah, san-"

"jangan sok mau belain gue, lo ga tau apa-apa soal teror itu tolol!", dengan sisa-sisa tenaganya harsa menarik sankara untuk kembali berdiri ke belakang tubuhnya.

"coba papa bayangin sakitnya jadi harsa. hari itu mama meninggal dan harsa liat sendiri hembusan nafas mama untuk yang terakhir kalinya. tiga bulan kemudian papa maksa buat nikah sama dia, disaat harsa belum nerima kepergian mama! dimana hati nurani papa?! harsa bahkan ga dateng diacara itu, tapi papa seolah ga peduli sama harsa!", tetes air mata mulai turun dari kedua mata tajam harsa.

tante sarah yang sedari tadi diam kini mencoba untuk menenangkan harsa, "lo! lo adalah perusak keluarga gue!", harsa menunjuk tepat didepan wajah tante sarah.

"bang harsa!", sankara menarik harsa menjauh dari sana.

yasa yang melihat itu langsung mendorong lengan harsa agar menjauh dari wajah ibunya, "jangan berani-beraninya nunjuk mama kaya gitu!!"

"jangan berani-beraninya ngerusak keluarga gue bangsat!! lo pikir lo siapa?!! tiba-tiba datang ke kehidupan gue dan ngehancurin semuanya!", sankara cukup kewalahan menahan tubuh harsa yang terus memberontak dipelukannya.

"harsa putra mahanta!"

semua yang ada disana langsung terdiam seketika.

"cium kaki sarah sekarang juga! kamu bener-bener udah kelewatan!", papa lantas menyeret harsa untuk bersujud mencium kaki tante sarah, sambil memohon maaf atas semua ucapan dan perbuatannya.

"abang..", sankara kini tak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan harsa yang mencium kedua kaki perempuan itu.

kedua telapak tangan harsa papa angkat, dan setelahnya papa mencambuk telapak tangan harsa dengan keras sebagai hukuman atas perbuatannya. kali ini tante sarah juga tidak bisa menghentikan aksi papa, telapak tangan harsa bahkan sudah berdarah-darah akibat kerasnya cambukan papa.

"papa, udah..", sankara berlutut memohon agar papa menghentikan aksinya, "kalo abang dihukum, san juga harus, san juga salah", ia mengangkat kedua telapak tangannya.

papa menarik nafas dan menghentikan aksinya, "kalo sampe media tau soal teror itu kamu yang buat, papa ga segan buat ngasih hukuman yang lebih daripada ini", setelah itu papa masuk ke dalam kamar, menyisakan mereka berempat disana.

air mata terus turun dari matanya namun harsa malah tertawa saat ini. menertawakan betapa sakitnya ia diperlakukan seperti ini oleh papa yang kini lebih membela sahabat mama dan yasa, teman masa kecil kakak beradik itu.

"gue ucapin selamat buat kalian berdua, udah berhasil bikin gue hancur malem ini"

*flashback off*




















konfliknya harsa, san, sama yasa ni bakal lumayan panjang :)
semoga ga ruwet bacanya ya hehe

jangan lupa tinggalkan jejak!<3

Fix You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang