fix you

290 39 1
                                    

arka tak henti hentinya mengucapkan kata maaf kepada dhista. kini keduanya baru sampai di halaman depan rumah, setelah menunggu sekitar 30 menit di depan ruang kesenian tadi akhirnya arka dan dhista sampai di rumah.

"adek bisa diem ga?", ucap dhista dengan tatapan jengah pada arka, sementara arka meremas kedua tangannya merasa bersalah. "udah ya. kakak gapapa kalo harus nungguin adek, mau seharianpun kakak ga masalah. lain kali handphonenya jangan di silent", ucap dhista yang keluar dari mobil terlebih dahulu.

arka ikut menyusul dhista, ia akan sangat merasa bersalah kalau sampai ayah menyalahkan kakaknya atas kesalahan yang ia perbuat hari ini.

"adek minta maaf ya kak. hp adek di silent tadi, terus hpnya adek masukin tas. kak dhista jangan marah sama adek", ucap arka dengan satu tangan yang menarik baju dhista.

dhista menghela nafas, "iya, lain kali jangan gitu lagi oke?", ia berbalik, menarik bibirnya untuk tersenyum.

arka balas tersenyum kemudian memeluk dhista dengan erat, "adek janji! tapi kak dhista jangan marah ya?"

kamu ga bakal ngerti rasanya jadi kakak.



-


langit malam ini terlihat sangat indah, dihiasi bintang bintang yang terang dan bulan yang belum bulat sepenuhnya. san menatap langit sambil menyesap rokok ditangannya, mulutnya sesekali bersenandung.

sejujurnya san tidak terlalu suka merokok, ia sendiri mengakui rasanya pahit, kalau disuruh memilih, san lebih memilih ice cream daripada rokok. tapi kali ini sesuatu menganggu pikirannya. tanpa pikir panjang ia mengambil dua batang rokok milik harsa yang tergeletak diatas meja belajar, lalu duduk di kursi balkon kamarnya.

jangan beri tau harsa kalau san mengambil rokoknya diam diam.

pikirannya melayang pada kejadian dikantin. mahesa mencekiknya begitu kuat sampai menyisakan bekas luka dileher, dapat san simpulkan laki-laki itu marah besar, tapi tatapan matanya sulit untuk diartikan.

tatapan benci, kecewa, marah, dan sedikit keraguan itu tersirat dimata mahesa. san tidak bodoh, ia paham kalau mahesa sebenarnya tidak bermaksud mencekiknya, mahesa mungkin hanya merasa kesal karena ulah san yang semena mena.

bagaimana tidak marah? san dengan sengaja merusak gitar kesayangan milik mahesa, mencoret kursi dan meja dengan spidol merah yang susah untuk dihapus, dan menaruh banyak sampah diatas mejanya.

ia terkekeh, mengapa begitu sulit mendapat perhatian dari mahesa?

san sadar, caranya mendapatkan perhatian mahesa salah, tapi mau bagaimana lagi? mahesa benar-benar sudah pergi terlalu jauh.

"gue aduin papa baru tau rasa"

san langsung mematikan rokoknya. sial, ia kepergok merokok oleh harsa.

"orang gue beli sendiri, sana aduin papa!", san menerobos masuk ke dalam kamarnya.

"lo ngambil rokok dari kamar gue kan?! lo pikir gue bodoh? ini baru gue beli tadi sore, belom gue buka malah. siapa lagi kalo bukan lo pelakunya? beneran gue aduin papa ya!", harsa melangkah keluar dari kamar san, namun dengan cepat san menarik lengan harsa.

"hehe, ampun bang. jangan yaa", harsa berdecih melipat kedua tangan diatas dada.

"lo mau apa? gue beliin deh"

"ga, duit gue lebih banyak", jawab harsa.

ya bener sih..

"yaudah gue transfer deh 10 juta nih", san menunjukan bukti transaksi lewat handphone nya pada harsa. ekspresi wajah harsa tidak berubah sama sekali, "kurang? gue tambahin 5 juta", harsa tersenyum.

"udah tuh"

harsa tersenyum lalu mendudukan dirinya diatas kursi meja belajar dhista. ia melepas jaket berwarna hitam yang selalu ia gunakan setiap kali ia mengendarai motor.

"udah ketemu belom?", tanya harsa.

san mengangguk, malas menjawab pertanyaan harsa. saldo di atm melayang sebesar 15 juta hanya untuk menutup mulut kakaknya.

"lo harus jaga dia sebagaimana gue jagain kakaknya. walaupun dia sering nyakitin kakaknya tanpa dia sadar, tapi gue ga mau kalo dia sampe kenapa napa. dhista terlalu sayang sama arka", ucap harsa, "san, gue titip dia sama lo", lanjutnya.

san mengangguk kembali sebagai jawaban. "dia emang kaya gitu ya bang?", tanya san.

"gitu gimana?"

"lucu gitu?"

harsa berdecih, "demen kan lo?", yang selanjutnya harsa lihat adalah wajah san yang memerah.

"kalo gue sih yes, gatau kakaknya. kalo mau lo deketin minta izin kakaknya dulu", harsa beranjak dari duduknya, ia melangkahkan kakinya menuju pintu berwarna putih disamping lemari pakaian san yang terhubung langsung dengan kamarnya.

"bang"

harsa menaikan alisnya, apa? maksudnya.

"soal yasa-"

"gue ke rumah dhista dulu, pintu depan jangan dikunci"











TBC🤍

note: anyway, aku bikin cerita ini cuma iseng aja dan banyak ide yang muncul dikepala. kalo ga dituangin kaya sayang aja gitu. jadi yaa.. kalo kalian baca sampe part ini, aku minta maaf kalo isinya emang ga sesuai sama ekspetasi kalian. vote dan comment kalian akan sangat berarti buat aku🤍

Fix You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang