selamat membaca🤍
-
sekolah berjalan sebagaimana mestinya, dhista memilih untuk tidak menceritakan soal ia yang harus menginap di kos mahesa tadi malam kepada bintang dan harsa.
dhista sedikit bersyukur karena ia dan arka ada disekolah yang berbeda, jadi ia tidak perlu repot mencari alasan kenapa ia tiba-tiba pergi dari rumah kemarin malam.
kini dhista sedang menunggu mahesa di depan sekolah, dhista tidak meminta untuk dijemput mahesa, tapi laki-laki itu memaksa. jadi dhista mengalah dan menuruti ucapan mahesa.
sebenarnya ada satu hal yang lucu sekaligus canggung diantara mereka berdua, tadi pagi mereka terbangun dengan posisi masih berpelukan, dhista bangun terlebih dahulu daripada mahesa, namun bukannya bersiap untuk pergi ke sekolah, ia malah menyamankan posisinya sambil menatap mahesa diam-diam.
tapi tiba-tiba saja mahesa mengecup keningnya, sambil berucap, "cuddlenya ditunda dulu, sekarang siap-siap buat sekolah"
kalau mengingat kejadian tadi pagi dhista jadi malu untuk bertemu mahesa, bahkan saat mahesa mengantarnya untuk pergi ke sekolah, dhista sama sekali tidak banyak bicara saat mahesa memulai percakapan.
"sialan, pipi gue panas", gumam dhista.
tidak berselang lama mahesa datang, ia langsung menyuruh dhista memakai helm dan melajukan motornya kembali menuju ke rumah kos.
"pegangan", mahesa melirik dhista melalui kaca spion.
"ga mau"
"gausah malu-malu gitu, tadi pagi siapa yang-"
"jangan dibahas terus! lampu ijo tuh, maju cepet!"
mahesa tak kuasa menahan sudut bibirnya untuk naik ke atas membentuk senyuman, begitu pula dengan dhista yang terus menetralkan detak jantungnya yang kian cepat.
andai semalam dhista bisa mendengar ucapan selamat malam dari mahesa, mungkin rasanya akan dua kali lipat lebih daripada ini. sayang, mahesa belum berani mengungkapkan perasaannya, karena ia takut perasaannya itu tak berbalas.
mahesa memakirkan motornya dan mereka berdua langsung masuk ke dalam kamar. dhista melempar tasnya ke sembarang arah, ia membaringkan diri di atas kasur mahesa, dan si pemilik kamar tengah membuka bajunya karena kegerahan.
punggung kokoh dan dada bidang mahesa terekspos begitu saja didepan dhista, dari bawah sini mahesa terlihat begitu.. gagah.
"ngedip woy, mata lu kering tuh!"
"ck, pake baju lo, ga etis telanjang dada depan gue", ucap dhista yang kini merubah posisinya jadi menyamping.
sadar dhista sadar! jangan aneh-aneh!
-
setelah makan malam selesai mereka berdua memutuskan untuk menonton film bersama, namun entah bagaimana akhirnya mereka berdua bisa ada di posisi ini dengan dhista yang duduk diantara kaki mahesa, punggungnya kembali bertemu dengan dada bidang itu, kedua tangan mahesa yang melingkari pinggang dhista menambah kesan intim diantara keduanya.
sesekali mahesa juga mengecup pucuk kepala dhista, dhista yang diperlakukan seperti ini merasa senang-senang saja, mahesa benar-benar memperlakukannya dengan baik, ucapannya soal menjadi rumah untuk tempatnya pulang terbukti adanya.
mahesa adalah rumah, rumah paling nyaman dan hangat yang pernah ada.
tapi rasa itu tiba-tiba saja muncul, rasa penasaran, rasa penuh pengharapan akan hubungan mereka sebenarnya. apakah salah jika dhista bertanya soal ini sekarang?
"sa..", panggil dhista.
"hm? kenapa?"
haruskah ia bertanya?
"gapapa, cuma manggil aja hehe"
perkara ngomong doang susah banget sih ta?! batinnya.
seakan tertahan dikerongkongan, semua kata-kata itu terpaksa ia telan kembali dan memilih untuk diam, padahal satu langkah lagi bisa merubah hubungan mereka. keduanya kembali memfokuskan diri pada layar televisi didepan mereka.
namun tiba-tiba saja tubuh dhista bereaksi saat melihat adegan yang membuat memori menyakitkan di kepalanya itu muncul. ia bergerak tak nyaman, seolah sesak, sesekali ia menarik nafas.
mahesa yang merasakan pergerakan tak nyaman dari dhista lantas menarik kedua tangannya dari pinggang dhista.
"kenapa ta?", tanya mahesa. mimik wajahnya mengatakan kalau ia tidak baik-baik saja saat mahesa bertanya, ujung matanya sudah basah, satu kedipan darinya bisa membuat air mata turun membasahi pipi.
adegan itu memperlihatkan prosesi pemakaman salah satu tokoh yang meninggal, mahesa langsung beranjak untuk mengambil remot dan mematikan tv.
"k-kenapa dimatiin? kita lagi.. lagi nonton kan?", suaranya terdengar bergetar kali ini.
"udah malem, filmnya bisa ditonton kapan-kapan lagi", ucap mahesa, ia mendekatkan dirinya kembali dengan dhista yang masih duduk diatas kasur.
bukan hanya suara namun kini kedua tangan dhista ikut bergetar, ia meremas kedua tangannya untuk berusaha menyembunyikan rasa panik yang tiba-tiba saja muncul.
"sa, g-gue boleh minta peluk ga?"
"sure", sedetik kemudian dhista sudah berada didalam pelukan mahesa.
memori menyakitkan ketika pemakaman papa kembali terlintas dipikirannya, hari itu, hari dimana papa meninggal, dhista merasakan sakit yang saking sakitnya tidak bisa dijelaskan menggunakan kata-kata, dan rasa sakit itu bisa tiba-tiba muncul ketika dhista melihat hal yang berhubungan dengan prosesi pemakaman.
seperti biasa, mahesa tidak pernah memaksa dhista untuk menceritakan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. ia paham kalau dhista hanya butuh didengar dan ditenangkan.
"tidur yuk ta? udah malem juga", ucap mahesa. namun sepertinya dhista enggan untuk melepas pelukannya dan pergi tidur, ia menggelengkan kepalanya tanda menolak ajakan mahesa.
"ga mau, gue takut, nanti lo tiba-tiba pergi"
"pergi? gue dikekepin terus kaya gini mana bisa pergi coba?"
"jangan pergi sa, jangan tinggalin gue ya? gue sayang banget sama lo, gue ga mau lo pergi"
ah.. pergi yang itu maksudnya, mahesa paham sekarang. ternyata dhista takut ditinggalkan dan takut merasa sendirian. mahesa mengangguk mengiyakan ucapan dhista, sekali lagi ia mengecup pelipis dhista dan melepas pelukan itu.
"ada satu lagu yang sering gue denger disaat gue lagi ada di masa-masa sulit, lo mau denger?", dhista mengangguk.
mahesa mengambil gitar pemberian sankara yang disimpan di pojok ruangan untuk menghibur dan mengalihkan dhista dari pikiran-pikiran yang mengganggunya.
ini pertama kalinya dhista melihat mahesa memainkan gitar, jari-jari mahesa terus memetik senar gitar dengan indah.
"coldplay?", gumam dhista.
petikan senar itu terasa semakin indah ketika mahesa ikut bernyanyi. jujur, mahesa terlihat sangat tampan ketika bermain gitar.
"when you try your best but you don't succeed
when you get what you want but not what you need
when you feel so tired, but you can't sleep
stuck in reverse"bait demi bait mereka nyanyikan bersama, diiringi petikan gitar yang terdengar sangat indah dan penuh perasaan, sesekali mahesa menatap dhista sambil melempar senyum yang mengisyaratkan kalau semuanya akan baik-baik saja, dhista tidak perlu khawatir.
"tears stream down your face, when you lose something you cannot replace"
ditatapnya mata dhista yang berkaca-kaca itu, "lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try.. to fix you"
"dhista.. i will try to fix you"
maaf banget aku updatenya hampir tengah malem hehehe, semoga suka yaa, jangan lupa tinggalkan jejak! have a good night semuanyaa!<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...