⚠abusive parents, mentioning suicide, mention of death
selamat membaca🤍-
"ini dari kak harsa, dia bilang bacanya kalo udah sampe rumah"
setelah arka berucap bahwa harsa akan berangkat malam ini, ia segera memberikan surat yang dititipkan oleh sankara padanya.
secarik kertas putih berisikan tulisan tangan dari harsa sudah selesai dhista baca. beberapa kalimat perpisahan dan paragraf petuah dari harsa tertuang diatas kertas putih itu.
"jangan nyusulin gue ke bandara, yang ada gue ga jadi berangkat"
dhista tertawa dengan tatapan kosong saat mengingat beberapa kalimat diakhir surat itu.
"kok tiba-tiba berangkat sih bang? terus gue sama kak bintang gimana? kak bintang ga bisa sendirian, dia ga punya siapa-siapa lagi disini"
tanpa mengganti baju seragamnya ia mengambil jaket dan melangkah keluar dari kamarnya dengan lunglai, ragu akan keputusannya untuk menyusul harsa ke bandara. antara tidak yakin bisa sampai ke bandara atau tidak yakin bisa bertemu harsa setelah sampai bandara.
tepat di anak tangga terakhir tubuhnya merosot karena tak kuasa melangkahkan kakinya lagi.
perginya harsa bukanlah satu-satunya alasan ia jatuh terduduk dibawah sini. ada rasa sesak yang menyeruak didalam hati saat teringat suara teriakan ke empat pria yang bertengkar hebat tadi sore.
saat suara lirih ayah memohon maaf atas kesalahan yang tidak pernah dhista lakukan, juga suara teriakan tak terima karena karena dirinya yang tiba-tiba hadir dalam keluarga ini.
saat om alvin menariknya secara paksa untuk keluar dari dalam rumah sakit terbayang dalam benaknya. ketika itu, tatapannya tak sengaja bertabrakan dengan mama, namun sikap mama.. apa artinya? mama sama sekali tidak menoleh saat om alvin memperlakukannya dengan kasar.
"kalo kaya gini terus dhista bisa mati perlahan-lahan.."
ditengah lamunannya, pintu rumah yang terkunci itu tiba-tiba saja dibuka paksa oleh seseorang.
BRAK!
"DHISTA!"
tubuhnya beringsut begitu mendengar namanya disebut oleh suara yang ia kenal.
"kamu apain ibu saya hah?! kamu mau bunuh ibu saya?! jawab!!"
"n-ngga yah-"
PLAK!
"jawab yang jujur!!"
dengan nafas yang tercekat lantaran lehernya dicekik dhista menggeleng tak karuan.
"dhista udah jujur yah, ugh- dhista ga ngapa-ngapain hh.."
"mas ardi!!"
entah apa yang terjadi, namun yang pasti cekikan dilehernya terlepas begitu saja bersamaan dengan teriakan mama. dhista terbatuk dan berusaha mengambil nafas dengan serakah, tenggorokan dan lehernya kini terasa sakit, rasanya dhista hampir mati barusan.
"dhista! nafas yang bener sayang!"
mama menghampiri dhista yang kini duduk bersandar pada dinding dibelakangnya, ia membantu putra sulungnya untuk bernafas, secara perlahan-lahan kini dhista sudah kembali bernafas dengan normal.
"mama dhista berani sumpah, dhista ga ngelakuin apa-apa. bahkan nyentuh ranjangnya aja dhista ga berani. mama percaya kan sama dhista?"
ia meremas lengan mama sambil berusaha meyakinkan kalau dhista memang tidak melakukan apapun terhadap ibu dari sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...