fix you

273 42 4
                                    

plak!

satu tamparan mendarat di pipi kanan dhista, cukup keras sampai dhista rasa pipinya terasa kebas dan akan meninggalkan bekas kemerahan disana.

"udah ga nurut sama peraturan yang saya buat di rumah ini dhista?"

"dengerin dhista dulu.."

"apa lagi? kamu pergi dari matahari belum terbit, dan pulang lebih dari jam 9 malam. udah ga betah kamu tinggal di rumah saya?!"

dhista menggeleng kecil. bukan begitu maksudnya.

mama yang saat itu baru saja turun dari kamar arka tidak tinggal diam, ia menarik dhista kebelakang tubuhnya, "mas, udah ya? ini udah malem, dhista pasti capek mau istirahat", ucap mama sambil terus memegangi pergelangan tangan dhista dibelakang punggungnya.

"dhista juga pasti punya alasan kenapa dia pulang semalam ini", lanjut mama.

"terus aja belain anakmu. dia udah ngelanggar peraturan di rumah ini terlalu sering!"

dhista menunduk, tidak berani menatap ayah dan mama yang malah berdebat karena dirinya. dhista berusaha melepaskan tangan mama dengan pelan, "ma, dhista emang salah kok", ucapnya pelan.

dhista mengalah.

ia hanya tidak mau suara ayah dan mama membangunkan arka yang mungkin sudah tertidur hanya karena perdebatan kedua orang tuanya.

"malam ini kamu tidur diluar", ucap ayah.

"mas?! apa-apaan kamu!"

"dia harus dikasih pelajaran supaya nurut sama orang tua!", ayah melangkah maju dan mendorong dhista keluar, kemudian mengunci pintu dan mencabut kunci yang tergantung disana.

masih bisa dhista dengar suara mama yang tidak terima atas hukuman yang ayah berikan padanya malam ini. ia menghela nafas, merasa sedikit kesal kenapa mama harus datang di waktu yang tidak tepat. bukannya dhista tidak berterimakasih karena mama membelanya didepan ayah, tapi karena itu mama dan ayah jadi berdebat.

perlahan suara ayah menghilang, sepertinya ayah pergi ke kamar. sementara mama menggedor pintu rumah yang terkunci dari dalam.

"kak? jangan kemana-mana ya, maafin mama ga bisa belain kakak. dingin ya kak? bentar mama ambilin dulu selimut sama-"

"ma.."

"iya kakak?"

"ga usah minta maaf. dhista emang salah, udah beberapa kali dhista ngelanggar peraturan yang ayah kasih, dhista emang pantes dapet hukuman dari ayah"

"tapi mama harusnya bisa lebih tegas lagi belain kakak"

"dhista beneran gapapa ma, cuma satu malem tidur diteras ga bakal bikin dhista sakit. mama sekarang tidur aja ya?", dhista berucap sambil diam-diam memakai sepatunya kembali.

"mama tidur disini"

"dikamar ma, dhista marah kalo mama tidur di depan pintu"

mama terkekeh kecil dan mengiyakan ucapan dhista.

"ma..", panggil dhista

"iya sayang?"

"jangan lupa berdoa buat papa, hari ini tepat 4 tahun papa ngga ada"

-

dhista mengucap kata maaf dalam hatinya untuk mama, maaf karena berbohong untuk tidak pergi kemana-mana. kenyataannya ia melangkahkan kakinya menyusuri jalanan keluar komplek perumahan.

sesekali dhista menguap karena kantuk yang tiba-tiba datang, ia rasa mungkin tubuhnya merasa sedikit lelah setelah mengunjungi papa diluar kota.

tanpa disengaja, langkahnya membawa dhista menuju sebuah danau. disini sepi dan dhista memilih untuk duduk di salah satu kursi taman yang ada. dhista rasa tidak akan ada orang lain yang datang kesini malam-malam karena danau ini terletak cukup jauh dari jalanan.

ia duduk sambil memejamkan matanya, bukan karena ingin tidur. hanya saja dhista merasa hari ini begitu panjang.

tiba-tiba kursi taman yang dhista duduki itu berbunyi, seperti ada seseorang yang ikut duduk disampingnya. sontak ia membuka kedua mata dan langsung menoleh ke samping.

"sorry, gue ngagetin ya?"

dhista diam, ia terlalu kaget untuk merespon lawan bicaranya ini.

"aduh maaf, gue jadi ga enak bikin lo kaget kaya gini"

dhista tersenyum kikuk, "eh.. gapapa, sorry juga gue malah bengong"

setelah itu keduanya sama-sama terdiam, hanya terdengar suara jangkrik dari arah belakang mereka. dhista menatap ke arah danau sementara laki-laki yang duduk di sampingnya memandang ke arah langit.

dhista merasa sedikit canggung dengan situasi sekarang tapi begitu ia melirik wajahnya, laki-laki ini sama sekali tidak menunjukan tanda kalau ia canggung atau tidak nyaman. tatapannya tetap fokus pada langit malam.

tanpa disengaja keduanya menghela nafas secara bersamaan.

"eh bareng", gumam dhista, disusul tawa kecil dari laki-laki itu.

dhista menyamankan posisi duduk kemudian melipat kedua tangan didada, entah karena sudah semakin malam atau hanya perasaan dhista saja kalau suhu disekitar danau jadi lebih dingin dari sebelumnya.

"nih", dhista menoleh, "pake jaket gue", ucap si laki-laki.

dhista lagi-lagi hanya bisa terdiam, "atau mau gue pakein?"

"eh, biar gue aja", ia mengambil jaket itu kemudian memakainya, "makasih", ucap dhista sedikit bergumam. jaket yang sedikit kebesaran terutama dibagian bahu itu cukup membuat dhista hangat, selain itu... jaketnya juga wangi.

"lo kenapa bisa ada disini?", dhista sungguh tidak tahan dengan suasana canggung ini. ia memutuskan untuk mengajak si laki-laki berbicara.

"gue emang sering kesini kalo lagi sedih atau banyak pikiran, kalo lo?", dhista menoleh ke arahnya, si laki-laki tidak sengaja melihat pipi kanan dhista yang memerah juga kedua mata yang sembab.

"gue.. juga", jawab dhista sambil tersenyum.

dapat si laki-laki berhidung mancung itu simpulkan kalau lawan bicaranya sedang tidak baik-baik saja.

dhista kembali menguap, kantuknya belum hilang juga ternyata. "kalo ngantuk pulang, tidur", ucapnya pelan.

"malem ini kayanya gue tidur disini", padahal emang disuruh tidur diluar batin dhista.

si laki-laki mendekatkan dirinya ke arah dhista, dhista yang didekati secara tiba-tiba itu sedikit menjauhkan dirinya dari si laki-laki. takut kalau ternyata dia adalah orang yang jahat.

"gue bukan orang jahat, malem ini gue juga kayanya tidur disini sekalian nemenin lo", dhista hanya bisa mengedipkan matanya.

laki-laki itu tersenyum.

"by the way, nama lo siapa?"

"dhista"

"okay dhista, gue mahesa, lo bisa panggil gue esa"
















jangan lupa vote and comment, have a good night<3

TBC🤍

Fix You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang