arka menghentakan kakinya berulang kali merasa kesal karena yasa tidak mau mengantarkannya pulang. lebih tepatnya, jaren tidak mengizinkan arka menumpang di mobilnya. jaren berencana mengajak yasa untuk berkeliling kota dan ia hanya mau berduaan dengan yasa.
"terus gue pulang sama siapa kalo ga bareng yasa" gumam arka. biasanya ada dhista yang menunggu di depan gerbang sekolah, bahkan sebelum bel pulang sekolah berbunyi dhista pasti sudah sampai. tapi kali ini kakaknya itu sakit, arka juga sedikit tidak enak kalau harus menyuruh dhista menjemputnya.
bukan manja, tapi sekolah arka jarang dilewati angkutan umum. ia harus berjalan agak jauh untuk sampai halte bus kota, dan cuaca hari ini hujan.
"harus bilang mama kalo gue juga mau punya SIM, biar ga ngerepotin siapa siapa,"
"tapi gue belum 17 tahun" tambahnya dengan kepala yang menunduk menatap sepasang sepatu miliknya yang sudah basah.
tin tin!
sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan arka, "ayah!" ayah melambaikan tangannya kemudian menyuruh arka masuk ke dalam mobil.
"adek ngapain disitu sendirian?" ayah mengusap kening arka yang terkena air hujan. "adek nunggu hujan reda, tadinya mau naik bus" kata arka sambil merapikan rambutnya
ayah mengernyit "naik bus? dhista kemana?", tanya ayah. arka mengedipkan matanya merasa salah atas ucapannya barusan.
arka bodoh! kenapa bilang mau naik bus!
"ah.. itu.. gapapa sih, adek mau naik bus sesekali yah. yaudah ayo cepet pulang adek laper nih!", ayah mengangguk dan langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah.
kak dhista maafin adek
-
suhu tubuh dhista sudah kembali normal, ia bersyukur karena pulih dengan cepat. dhista kini sedang membantu mama memasak di dapur. oh! satu hal yang harus kalian tau, dhista ini pandai memasak. dhista belajar banyak dari mama karena mama dulu adalah koki di salah satu restoran.
"duduk aja kak, masih pusing kan?", mama bertanya sambil memotong beberapa bumbu masakan. dhista menggeleng kemudian mengambil alih pisau dari tangan mama, "dhista udah sembuh ma", mama menghela nafas mendengar jawaban dhista.
anak sulungnya itu tidak pernah berubah, sejak kecil paling tidak mau kalau dianggap sebagai orang sakit. "besok dhista mau sekolah ya ma, kasia arka ga ada yang anter jemput", ucap dhista sambil mencuci sayuran.
"arka biar dianter jemput ayah ya sayang, kamu ga usah khawatir"
"ini tinggal ditumis kan? biar dhista", dhista mengalihkan topik dengan cepat. ia menyuruh mama untuk menyiapkan piring di meja makan sementara ia menumis sayuran di dapur.
mama mengecup pelipis dhista dan berlalu ke arah meja makan.
pintu dapur yang terhubung dengan garasi rumah itu terbuka, menampilkan sosok adiknya yang tersenyum kearah dhista. "kakakk!!", dhista balas tersenyum tak kalah lebar. ia mengusak rambut lepek sang adik yang basah terkena air hujan.
"pulang sama ayah kan? kenapa rambutnya basah?", dhista bertanya seraya mematikan kompor tanda masakannya sudah matang.
"hehe, adek lupa ga bawa payung. tadi pagi adek berangkatnya buru-buru", arka mengambil dua buah piring untuk diberikan pada dhista.
dhista terkekeh, lucu mendengar penjelasan sang adik. walaupun keduanya hanya selisih usia 1 tahun tapi arka masih seperti anak SD. "yaudah, adek mandi dulu sana. habis itu kita makan ya", arka mengangguk kemudian segera pergi ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...