⚠️ kiss, kissing
dhista benar-benar datang ke danau di sore hari setelah pulang sekolah, tanpa peduli bagaimana adiknya akan pulang dengan siapa dan bagaimana. ia hanya mengirimkan satu pesan singkat pada arka kalau ia tidak bisa menjemputnya.
sore hari ini cuaca nampak kurang bersahabat, langit yang mendung juga udara yang semakin dingin di sekitar danau tapi tidak membuat laki-laki jangkung yang duduk di kursi taman itu bergerak sedikitpun.
banyak kenangan buruk yang terus beputar dalam kepalanya selama beberapa tahun terakhir.
luka di pelipis ini bukanlah luka pertama yang ayah tirinya buat, dhista bahkan pernah hampir kehabisan nafas saat ia di kurung di gudang sempit tanpa jendela, kepalanya terkena lemparan vas bunga, bahkan pergelangan tangannya pernah terkilir.
dhista jadi sering bertanya, apakah ia memang objek pelampiasan ayahnya selama ini? atau memang ayahnya tidak menyukai kehadiran dhista? jawabannya, entah. dhista tidak tau.
tetesan air hujan mulai turun setetes demi setetes membasahi tubuh jangkung itu. lama-kelamaan hujan mulai deras, dan dhista masih tetap pada posisinya.
"papa.. kangen deh, ini dhista lagi dipeluk papa lewat hujan ya?"
tapi semakin diperhatikan, ternyata air hujan yang turun tidak lagi membasahi tubuhnya. ia menengadah, payung hitam tiba-tiba ada diatasnya, dengan tangan besar yang memegang gagang payung sambil menatap dhista dengan cemas.
"dhista, are you okay?", lagi dan lagi, mahesa datang disaat yang tepat.
tanpa dhista sadari ia menangis, kedua air matanya turun tanpa permisi. entah karena sakit atas prilaku ayahnya atau rindu dengan papa. dhista terisak, "mahesa..", tanpa pikir panjang mahesa memeluk dhista dengan erat. tidak peduli bajunya akan basah, yang jelas mahesa ingin sekali memeluk dhista.
sambil memeluk dhista, mahesa mengucapkan beberapa kata penenang untuknya. dan mahesa rasa ini berhasil, perlahan isakan itu hilang dan hanya terdengar suara air hujan disekitar mereka. perlahan mahesa juga melepas pelukan itu.
mahesa menangkupkan tangannya di pipi gembul milik dhista yang terasa dingin. bahkan bibir dhista terlihat sedikit pucat dari biasanya.
"ikut gue yuk ta?", mahesa mengulurkan tangannya.
"kemana?"
"ikut aja, lo bisa sakit kalo kelamaan disini"
akhirnya dhista mengangguk menyetujui ajakan mahesa. sepanjang jalan menuju jalanan utama mahesa juga tidak melepaskan rangkulannya pada pundak dhista, mahesa akui ia sedikit khawatir akan dhista.
"biar gue yang nyetir", ucap mahesa.
"huh?"
"udah lo duduk aja, siniin kuncinya"
dhista memberikan kunci mobilnya pada mahesa, membiarkan teman barunya itu untuk membawanya entah kemana, yang jelas dhista bersyukur karena mahesa datang disaat yang tepat.
-
mobil mewah berwarna hitam milik dhista berhenti di depan salah satu rumah kos yang dekat dengan sekolah arka, yang dhista yakini kalau mahesa tinggal disini.
mahesa membawanya ke salah satu kamar kos yang lumayan besar untuk ditempati seorang diri, juga terhitung cukup rapih untuk seorang remaja yang tinggal sendirian. namun, meski begitu rasanya disini dhista bisa merasakan rasa kesepian mahesa.
mahesa memberikannya baju ganti dan menyuruh dhista untuk duduk di kasurnya sambil menunggu mahesa memasak di dapur. dhista menatap ke sekelilingnya, mahesa ternyata suka bermain gitar dan game. terlihat dari beberapa kaset game yang tertata rapih di atas meja belajar juga satu gitar yang patah di ujung ruangan.
sayang sekali pikir dhista, kalau gitar itu tidak patah dhista ingin mendengarkan mahesa bermain gitar.
pintu kamar itu terbuka, menampilkan mahesa dengan mangkuk berisi sup ayam juga teh hangat diatas nampan yang ia bawa.
mahesa menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu, ia bilang kalau sup ayam adalah kesukaannya disaat musim hujan atau ketika ia terkena flu. dhista kagum, mahesa ternyata bisa memasak, "gue bisa masak juga karena kepepet", begitu kata mahesa.
tapi dhista suka rasanya, tidak terlalu asin, rasanya pas.
"lo udah lama tinggal disini?"
"hm, hampir tiga tahun? iya, hampir tiga tahun"
dhista mengangguk. sebenarnya banyak pertanyaan soal mahesa yang tinggal di kamar kos ini sendirian, tapi ia urungkan niat untuk bertanya, tidak sopan rasanya untuk menanyakan hal itu pada teman yang baru ia kenal beberapa hari.
selesai makan, keduanya duduk diatas kasur mahesa sambil bermain game. atas ajakan dhista, mahesa pun mengiyakan.
"dhista.."
"apa?"
"minta nomor hp lo", mahesa menyodorkan ponsel miliknya, "jaga-jaga aja siapa tau gue butuh?", lanjutnya. dhista mengangguk dan mengetik beberapa nomor di ponsel mahesa
"dingin", gumam dhista. mahesa yang peka akan itu langsung menutup jendela kamar dan memberikan sweater kebesaran untuk dhista, "makasih", ucap dhista
"mahesa"
"hm?"
lama tak ada suara lagi dari dhista, mahesa menoleh ke sampingnya, dhista yang merasa ditatap olah mahesa juga ikut menoleh. entah keberanian darimana, mahesa mengikis jarak keduanya, dan menempelkan bibirnya dengan bibir dhista.
dhista menutup matanya karena kaget, sementara mahesa yang melihat itu terkekeh disaat kedua bibir itu masih menempel, menghadirkan sensasi geli di perut dhista.
"boleh?", tanya mahesa. dhista mengangguk.
dan malam itu, ditemani rintik hujan, mereka berdua saling mencumbu mesra. melalui ciuman itu mahesa berusaha memberikan rasa nyaman dan aman pada dhista yang kini duduk di atas pangkuannya.
setelah ini, apakah mereka akan tetap menjadi teman?
double up nih! makasih buat yang udah mau baca, segitu dulu buat hari ini, have a good night everyone!
TBC🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...