fix you

349 42 6
                                    

selamat membaca🤍

-

"mahesa mana?" adalah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya setelah melakukan konsultasi bersama psikiater.

"ma, mahesa mana?" tanyanya sekali lagi.

"mahesa pulang, biar dia istirahat dulu sebentar ya sayang. nanti dia kesini lagi kok" diusapnya punggung tangan dhista oleh mama.

sebagai seorang orang tua yang melahirkan dhista, mama takut, sangat takut kehilangan putra sulungnya ini.

kini, banyak hal yang ia sesali saat melihat anaknya terbaring diatas ranjang rumah sakit dengan baju pasien yang melekat ditubuhnya.

percobaan bunuh dirinya kemarin membuat mama terpukul, bagaimana kalau saat itu mahesa tidak menyusul dhista ke danau? mungkin mama tidak lagi bisa menggenggam jemari dhista seperti saat ini.

"maafin mama ya sayang" mama menatap dhista yang kini tengah duduk bersandar pada sandaran kasur, "mama jahat ya? mama selalu berpikir kalo kamu baik-baik aja, mama kira kamu ga akan bertindak sejauh ini. selama ini kamu pasti sulit buat kamu ya nak? mulai sekarang semua rasa sakit kamu jangan dipendam sendirian lagi, mulai detik ini mama akan selalu ada disamping dhista untuk dengerin semua keluh kesah kamu. dhista adalah harta paling berharga bagi mama, kalo kamu ga ada, mama ga akan bisa hidup. maaf karena selama ini mama ga pernah tau perasaan dhista, jangan tinggalin mama ya nak, mama mohon sama kamu"

ruangan bernuansa putih itu kini dipenuhi oleh suara isak tangis mama, perasaan campur aduk tiba-tiba saja ia rasakan setelah mengucap kata maaf untuk dhista. anaknya itu.. dhista terlihat tidak peduli, bahkan terkesan tidak tertarik pada ucapan mama barusan.

dhista malah menatap jalanan dibawah sana dengan tatapan kosong.

"mama sayang banget sama dhista, dhista harus tau itu" mama merengkuh tubuh dhista dengan erat. dikecupnya pucuk kepala dhista berkali-kali dengan sayang. namun, dhista sama sekali tidak merespon. ia masih menatap jalanan dibawah sana tanpa berniat membalas pelukan mama.

klek!

perhatian keduanya langsung tertuju pada suara pintu yang dibuka.

apa mahesa sudah datang? pikirnya.

dalam dekapan mama ia tersenyum lebar, tak sabaran untuk bertemu mahesa.

"mahesaa! kok lama banget pulangnya?" ucap dhista dengan gembira.

saat netranya berhasil menangkap seseorang yang berdiri diujung kasur rumah sakit, senyumannya luntur. kedua tangannya reflek menarik tubuh mama untuk menyembunyikan wajahnya dalam dekapan itu.

"dhista kenapa?" tanya mama.

"ga mau ketemu, nanti dhista dimarahin lagi"

kedua orang dewasa itu saling menatap satu sama lain, rasa sakit yang kembali menyeruak juga perasaan bersalah kembali hadir dalam benak keduanya begitu mendengar ucapan lirih dhista.

"ngga, a-ayah.. ayah cuma mau bicara sama dhista"

ayah? aneh rasanya saat mendengar kata itu diucap oleh pria dewasa yang selama ini selalu menolak untuk dipanggil ayah oleh dhista.

"sayang, ayah cuma mau bicara sama dhista" ucap mama.

dhista menggeleng tak karuan. sampai-sampai mama bingung harus berbuat apa karena ia sendiri belum bisa menangani kondisi mental dhista.

"sebentar aja nak, ya?"

mereka tau kalau ini akan sulit, namun, kesempatan ayah untuk berbicara empat mata dengan dhista tidak datang dua kali bukan? mengingat dhista yang sama sekali tidak mau bertemu siapapun terkecuali mahesa dan kedua sahabatnya.

Fix You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang