selama 18 tahun ia ada di dunia ini, mahesa tidak pernah mendengar satu kali pun ucapan selamat ulang tahun dari mama. biasanya ia akan merayakan ulang tahunnya sendirian, tapi kali ini mama ada di sampingnya.
meskipun tidak ada lilin dan kue, ulang tahunnya kali ini terasa jauh lebih spesial dari biasanya.
"mahesa, selamat ulang tahun.. anak mama"
kata-kata itu terus berputar di kepalanya, rasanya hangat.. dan aneh. tidak pernah terbayangkan olehnya kalau hari ini akan datang, hari dimana mama menganggap dirinya sebagai anaknya. rasanya hangat, mahesa suka.
mungkin sudah waktunya hubungan ibu dan anak ini membaik. tapi untuk tinggal kembali bersama mama, mahesa butuh waktu.
setelah berpamitan pada mama untuk pulang ke rumah kosnya, mahesa mengirimkan satu pesan pada dhista. hari ini ia ingin menghabiskan waktu bersama seseorang yang spesial. omong-omong, mereka jadi sering bertukar kabar sejak hari dimana mahesa mencium dhista.
motor hitam milik mahesa kini berhenti tepat didepan pintu pagar rumah dhista.
"hai mahesa!", tidak perlu menunggu lama, pintu pagar itu terbuka menampilkan sosok yang tak kalah tinggi dari mahesa.
"hai dhista"
"kita mau kemana?", dhista melangkahkan kakinya mendekati mahesa.
"sebenernya gue ga ada rencana sih, paling muter-muter aja. lo mau nemenin gue kan?", dhista mengangguk antusias, "sini deketan", ia semakin mendekat ke arah mahesa. laki-laki yang masih duduk diatas motor itu tiba-tiba saja berdiri dan memangsangkan helm untuk dhista.
"berangkat sekarang yuk, mumpung masih sore"
motor yang mahesa kendarai membelah jalanan kota di sore hari dengan kecepatan normal. kedua sudut bibir mahesa terangkat saat melihat dhista lewat kaca spion, dhista terlihat sangat lucu saat ini, matanya memancarkan binar yang membuat detak jantung mahesa berdetak cepat.
bisa dikatakan dhista adalah anak rumahan, ia tidak terlalu sering menghabiskan waktunya diluar rumah. jadi saat mahesa mengajaknya untuk mengendarai motor di sore hari, dhista mengiyakan karena ternyata ini bukanlah hal yang buruk, angin yang menerpa kulit putihnya adalah pengalaman baru untuknya.
sampai akhirnya motor hitam itu berhenti disalah satu toko peralatan musik, mahesa bilang ia ingin membeli gitar baru untuk menggantikan gitar lamanya yang patah karena ulah sankara.
mereka berdua masuk ke dalam toko untuk mencari gitar yang bagus. dhista yang tidak terlalu paham soal gitar hanya bisa melihat-lihat gitar yang dipajang.
"oh? san!", panggil dhista.
sankara tersenyum dan menghampiri dhista, "sendirian aja?", tanya sankara dengan satu tangan yang memegang gitar berwarna hitam.
"ngga, bareng temen. gue baru tau lo suka main gitar, sejak kapan?" tanya dhista.
"ah ini! ini kado ulang taun buat temen gue sekaligus permintaan maaf karena udah ngerusakin gitar kesayangannya, ya.. walaupun gue sendiri ga tau dia bakal maafin gue atau ngga. yah! jadi curhat deh gue, hahahaha!"
"cepet baikan deh kalian, biar lo ga bareng adek gue mulu!"
"yah.. gue disuruh mundur sebelum berjuang?"
"ck, payah! mana ada adeknya harsa lemah, mestinya lo berjuang, kalo mau dapetin kata iya dari gue"
asik! lampu hijau dari kakaknya! batin sankara.
saat sedang asyik berbicara, tiba-tiba saja mahesa datang dan langsung merangkul pinggang dhista dengan posesif.
"e-eh.. san ini temen gue, ma-"
"mahesa", gumam sankara.
dhista menatap keduanya bergantian berusaha memahami situasi yang terjadi saat ini.
"lo kenal sama dia?", tanya mahesa pada dhista. yang ditanya pun mengangguk mengiyakan, "kita pulang sekarang", mahesa menarik dhista dari hadapan sankara. tatapan matanya seolah menyuruh sankara untuk tidak boleh dekat-dekat dengan dhista.
"e-eh, san, gue duluan!", mahesa bahkan tidak membiarkan dhista untuk menatap sankara yang masih berdiri di tempatnya.
dhista jelas tau kalau temannya ini marah, tapi untuk apa ia marah? maksudnya, kenapa mahesa harus semarah ini hanya karena ia bertemu dengan san? pikir dhista.
alhasil mahesa tidak jadi membeli gitar baru dan mereka berdua kembali mengendarai motor menuju danau. tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya.
ditengah perjalanan menuju danau, langit seolah paham bagaimana perasaan mahesa dihari ulang tahunnya ini, awan yang mulai berubah warna menjadi abu-abu menandakan sebentar lagi akan turun hujan.
"bentar lagi ujan, kita ke kosan gue ya?"
"iya", jawab dhista. ia sendiri tidak masalah karena saat ini rumah kos mahesa lebih dekat daripada rumahnya. mahesa juga paham betul kalau dhista mudah terserang demam akibat hujan-hujanan.
benar saja, sesampainya mereka berdua di kamar mahesa, hujan turun lumayan deras. untung mereka bisa sampai tepat waktu.
raut wajah mahesa masih terlihat kurang bersahabat, dhista jadi ragu untuk bertanya soal sankara. takut malah membuat suasana hatinya jadi lebih buruk.
"jangan deket-deket sama sankara, gue ga suka"
segitu dulu buat hari ini, makasih yang udah nunggu aku up, semoga suka sama ceritanyaaa. sampe ketemu di part selanjutnya🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
Teen Fiction"lights will guide you home, and ignite your bones, and i will try to fix you" - ❗disclaimer❗ -bxb -semua nama tokoh, alur, latar belakang cerita merupakan karangan penulis. jika ada kesamaan hanya kebetulan semata -beberapa part mengandung kekerasa...