[48] Dinner time

39 9 15
                                    

  Jiu hanya dapat melihat Siyeon dengan tatapan bersalah. Wanita yang masih setia bersimpuh di kakinya itu bahkan tidak mau mengangkat kepalanya. Sekalipun Jiu sudah memintanya dan akan mengatakan keinginannya, Siyeon tetap diam. 

  Sebetulnya Jiu juga tidak tahu ingin mengatakan apa. Ia juga masih saja bingung dan tersesat dalam kebingungannya. Bagaimanapun ini keputusannya yang harus Ia putuskan secepatnya. 

"Aku terus mengatakan secepatnya tapi aku juga yang terus mengulur waktu"

"Jiu-ya.... Kau tahu aku menyayangimu"

"Aku tahu. Aku juga sangat menyayangimu Siyeon-a"

"Tidak. Kau tidak merasakan itu. Kau kasihan padaku, benar bukan?"

"Aku sungguh sayang padamu Siyeon-a. Seperti yang kau rasakan padaku. Tidak ada bedanya"

"Berbeda" Siyeon menatap Jiu dengan binar matanya yang sayu.

"Kasihan dan sayang adalah hal yang berbeda. Meski kau bisa merasa sayang pada seseorang karena kasihan padanya, tapi itu hal yang berbeda" 

  Siyeon bangkit dan berjalan menjauh beberapa langkah. Wanita itu membenarkan pakainnya dan memeriksa ponselnya sebentar. Setelah merasa cukup tenang Ia berbalik dan melihat Jiu yang sudah menunggunya sembari berdiri. 

  Perasaan keduanya meluap begitu saja ditengah dinggin angin musim gugur. Tidak ada yang berani berucap serasi dengan suasana yang sangat tenang. Siyeon berkutat dalam diamnya sementara Jiu dengan gugup menunggu sebuah kata terucap dari kekasihnya.

"Aku tidak punya waktu lagi Jiu-ya. Kuharap saat ini juga kau mengatakan keputusanmu"

"Kau benar-benar tidak bisa menunggu lagi?"

"Tidak sama sekali. Aku sudah memberimu banyak waktu untuk memutuskan dan mengakhiri hubungan dengan wanita itu. Tidak akan ada lagi waktu bagimu untuk memutuskan lagi"

"Kalau aku juga tidak punya keputusan yang bulat sampai saat ini, apa yang akan kau lakukan? Kau akan mengakhiri ini meski aku tidak ingin?"

"Iya. Aku akan lakukan itu. Tidak peduli kau memohon dan mati sembari menungguku mengubah keputusanku. Jadi selagi aku masih bisa mendengar keinginanmu, akan aku dengarkan"

"Meski keputusanku dengan tidak memilihmu?"

"Itu keputusanmu. Kau yang akan menjalaninya ke depan. Denganku atau dengannya, itu keputusanmu. Aku tidak bisa memaksamu bersamaku jika hatimu bersamanya"

  Dalam sekejap Jiu teringat isi surat dari Yoohyeon. Keduanya mengatakan maksud yang sama. Mereka akan merelakan Jiu jika memang Jiu tidak ingin bersama mereka. Itu berarti sekalipun bukan keduanya yang mereka pilih. Tapi sulit untuk melepaskan mereka. 

  Jiu tidak bisa memiliki mereka disaat yang bersamaan, tidak bisa melepaskan, bahkan tidak bisa memilih di antara keduanya. Jiu menggigit bibirnya untuk meredakan rasa gugupnya. Kini Ia benar-benar sendirian. Semua ini akan jadi berbeda saat Ia telah memutuskan. Dan itu adalah saat ini.

"Kau mau mendengarkan apa yang akan aku katakan?"

"Kau masih ingin berbasa-basi dulu? Baiklah jika itu yang kau mau. Lima menit cukup?"

"Iya, itu lebih dari cukup"

"Duduklah. Aku terbata-bata jika harus bicara sembari melihatmu"

"Baiklah" Keduanya duduk bersampingan.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan dulu?"

"Aku tidak bisa memiliki kalian berdua disaat yang bersamaan. Itu sangat egois. Kalian juga sama-sama tidak mau berbagi. Maka dari itu aku harus memilih diantara kalian"

Summer to AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang