NAURA
Aku kembali mematut penampilan di depan standing mirror kamarku. Cream crop top dress adalah pilihan yang tempat untuk membuatku nampak elegan namun stylist. Apalagi, di tengah hari yang sibuk aku selalu menyempatkan diri buat olahraga demi ingin memperlihatkan perut rataku. Hell, jika orang-orang tahu usahaku, mungkin mereka mengira akulah si pangantin wanitanya. Bukan Tere.
Well, tidak sepenuhnya salah. Apa yang kulakukan memang bertujuan untuk menyayangi si pengantin wanita. Bukan karena aku cemburu dia menikah dengan Rama. She could have that asshole. Aku hanya mau memperlihatkan pada Tere kalau dia tidak pernah menang dariku. I'm not a vengeful person. Tapi aku mengingat semua yang ia lakukan padaku.
Cream crop top dress rancanganku sendiri. Check.
Rambut pendekku yang digerai jatuh sempurna dengan sebelah sisinya yang kuselipkan ke belakang telinga guna memperlihatkan salah satu koleksi Tiffany&Co earrings favoritku. Check.
Kalung serta cincin Cartier yang baru kubeli bulan lalu pun ikut menyempurnakan penampilkanku malam ini. Check.
Jangan lupakan higheels Louboutin yang bertabur permata melakat di kakiku. Check.
Now, aku terlihat seperti cewek yang suka pamer kekayaan. But, trust me. I'm not. Aku hanya ingin mendeskripsikan penampilan terbaikku agar perbedaanku dengan Tere nampak jelas nanti. Yeah, I hate that girl so much. Aku paling nggak suka dengan cewek belagu padahal dia itu nothing banget.
Getaran ponsel menjadi pengalih perhatianku. Kurogoh ponselku di dalam clutch dan melihat nama Jonathan di layarnya. Tanpa membuang waktu, aku langsung keluar dari kamar sambil menjawab panggilan dari Jonathan.
"I'm ready," kataku. "Tunggu aku di—" kata-kataku tidak selesai karena ketika membuka pintu, aku sudah melihat Jonathan berdiri di depan pintu apartemenku.
"Hey..." cowok itu tersenyum miring. Menyimpan lagi ponselnya. Nama Jonathan memang sudah kudaftarkan di free pass tamu. Namun ini pertama kalinya Jonathan naik ke atas.
"Seharusnya kamu tunggu di bawah aja. Jadi repot banget kamu harus naik ke atas," tukasku.
"It's okay. Aku lebih suka jemput kamu langung gini."
Aku mendengus. Lalu melangkah keluar dari pintu. Jonathan langsung meluruskan badan, menjulurkan tangannya sambil berkata. "Take my hand, princess."
Aku tertawa. Menyambut tangannya lalu menggandeng lengannya. Tidak ada yang berubah dari hubunganku dan Jonatahan setelah ajakkan kencannya. Cowok itu memberiku waktu untuk berpikir. Padahal dia hanya meminta kesempatan buat kencan bukan pacaran. Tapi entah kenapa, aku sulit sekali memberi jawaban langsung.
Setelah kepergian Naufal. Hidupku cukup kacau di Paris. Aku berkencan dengan cukup banyak cowok demi melupakannya. Masa-masa itu adalah masa tersuram dalam hidupku. Dan aku tentu nggak bisa seasal dulu. Mungkin karena Jonathan adalah orang lama—yang mana jika hubungan kami nggak berhasil akan sangat canggung nanti. Atau aku terlalu kaget kalau cinta pertamaku akan mengajakku kencan. Aku bahkan tidak pernah membayangkan Jonathan akan menganggapku lebih dari seorang adik selama pertemanan kami.
Meski tidak ada yang berubah. Sekali-kali aku tetap merasa canggung saat berdua saja dengan Jonathan. Seperti sekarang, biasanya aku punya banyak hal yang bisa diceritakan. Alih-alih begitu, bibirku terbungkam selama perjalanan ke hotel, tempat resepsi pernikahan Tere dan Rama diadakan.
"Are you okay, Nau?"
Mataku mengerjap. Lalu menoleh untuk melihat wajah Jonathan yang digelayuti oleh cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love
RomanceLavanya Naura Sastrawijaya dan Alfarezi Barra Salim terlibat hubungan rumit. Mereka telah mengenal satu sama lain sejak kecil. Akan tetapi baru benar-benar dekat setelah Naufal menjadi jembatan yang menghubungkan mereka berdua. Ketiganya bersahabat...