NAURA
Liburan dua hari satu malamku dengan Barra memang sangat singkat. Bahkan waktu terasa begitu cepat karena besok malamnya kami sudah harus ke Bandara. Barra yang terbang ke Bangkok sementara aku kembali ke Jakarta.
Sebenarnya bisa saja aku tetap tinggal. Barra mengatakan akan extend selama yang aku inginkan—kalau memang aku masih mau stay. Tapi buat apa? Rasanya nggak akan semenyenangkan saat ada Barra. Terlebih aku tidak bisa pergi lama-lama sebab nggak ada tahu aku menyusul Barra ke Ko Samui. Menghilangnya aku selama satu hari tidak akan menimbulkan kecurigaan, berbeda jika beberapa hari.
Sampai apartemen yang kulakukan pertama kali ada menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur. Jam di nakas menunjukkan pukul satu pagi—well, pernerbangan selama tujuh jam jelas bukan hal yang mudah meskipun yang kulakukan hanya nonton dan tidur.
Hariku bersama Barra di Ko Samui lebih banyak kami habiskan di dalam villa. Okay, sebelum banyak yang berpikiran yang aneh-aneh. Most of the time, we talked. Kami bahkan baru tidur pukul empat subuh karena keasikan mengobrol. Lalu siangnya berjemur di pantai dan kembali lagi ke villa. Not gonna lie, wed did it. Tapi bukan itu yang jadi tujuan utamanya. Aku dan Barra benar-benar ingin menghabiskan waktu berdua tanpa memikirkan hal lain. Just two of us.
Meskipun singkat dan cukup menguras tenaga karena aku harus bolak-balik dengan penerbangan tujuh jam—at least, rasa kangenku pada cowok itu terobati. Aku juga senang bisa liburan bersama Barra tanpa harus memikirkan masalah yang tengah kami hadapi saat ini. Mama mungkin masih sulit menerimanya, tapi aku yakin, cepat atau lambat, Mama akan bisa menerima keputusanku. Lagian ini masih beberapa minggu setelah Barra putus dengan Razalea. Aku juga tidak ingin menjadi perbincangan publik. Itu bukan sesuatu yang menyenangkan, right?
Mataku sudah akan menutup ketika suara dering ponsel terdengar. Seketika kesadaranku kembali. Aku mengerjapkan mata lalu mencari sumber suara yang ternyata berasal dari tasku. Kuusap wajah sembari merutuki diriku yang bisa-bisanya tertidur padahal aku belum mencuci wajah.
Kurogoh ponsel di dalam tas. Melihat nama Barra yang tertulis di sana membuatku tersenyum.
"Halo," jawabku sambil merebahkan badan di atas tempat tidur.
"Hi," Barra terkekeh kecil. "Udah sampai apartemen?"
"Udah," jawabku kemudian mendesah kecil buat curhat. "Aku tadi hampir aja ketiduran. Padahal belum remove make up."
Barra terkekeh kecil. "Kayaknya mulai sekarang aku harus latihan remove make up deh."
"Kenapa?"
"Biar nanti kalau udah jadi suami istri, setiap kamu pulang, aku bisa ngelakuinnya buat kamu."
Aku berdecak. "Nggak usah mulai deh,"
Entah kenapa, Barra sering banget membahas soal married. It's no like, aku nggak mau menikah dengannya. Hanya saja, aku belum ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat ini. Masih banyak hal yang ingin kulakukan, aku juga mau butikku lebih berkembang, melakukan hal-hal yang sebelum belum berani kulakukan. Terlebih, aku merasa terlalu cepat buat kami melangkah ke sana. Yeah, kami memang sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Tapi menikah sesuatu hal yang berbeda.
"Whaaat? Aku kan cuma berandai," sahutnya.
Aku diam. Selain karena ngantuk, aku tidak tahu harus mengatakan apa.
"Jangan tidur." Tukas Barra yang menyentakkanku.
"Kamu temenin sampai aku selesai remove make up ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love
RomansaLavanya Naura Sastrawijaya dan Alfarezi Barra Salim terlibat hubungan rumit. Mereka telah mengenal satu sama lain sejak kecil. Akan tetapi baru benar-benar dekat setelah Naufal menjadi jembatan yang menghubungkan mereka berdua. Ketiganya bersahabat...