NAURA
"Kenapa sih harus ikut aku ke butik?!" aku kembali melayangkan protes pada Barra. Menatap cowok itu yang begitu santai duduk di sofa ruanganku sambil menonton netflix di iPad milikku yang ia pinjam. "Kamu rese banget deh kalau jadi pengangguran gini."
Barra melepaskan earphone yang menyumbat telinganya. Lantas menengok dengan mata membulat. "Sorry, kamu ngomong apa?"
Aku menghela napas. Mencoba mengais kesabaranku yang tersisa.
Kutiup poniku lalu berkata, "Alfarezi Barra Salim, mending kamu ke studio, atau nggak, ke apartemen cewek-cewek kamu aja deh. Daripada ngerecokin aku di sini."
"Aku dari tadi diam aja lho, Nau." Barra merubah posisi duduknya jadi menghadapku. "I don't bother you at all, do I?"
"Aku yang nggak bisa konsentrasi gara-gara ada kamu."
Sebuah senyum jahil terbit di bibir Barra. "Kenapa? Grogi yang satu ruangan sama cowok ganteng."
Aku langsung rolling eyes.
Barra ketawa lalu mengangkat tangannya. "Udah jam makan siang. Kamu sensi gini pasti karna lapar, kan?"
Bibirku mencebik. Menatapnya tajam. Belum sempat aku menjawab, getaran ponsel di atas meja mengalihkan perhatianku dari Barra. Ada panggilan dari Jevan. Mataku melirik Barra sebentar—dimana cowok itu menyatukan alisnya. "Siapa?" tanyanya dengan nada penuh curiga.
Aku tidak menjawab pertanyaan Barra. Memilih untuk bangkit berdiri seraya membawa ponselku menuju balkon. Namun bukan Barra namanya kalau akan membiarkanku punya privasi untuk bicara dengan Jevan. Dia langsung menghadang jalanku. Aku melotot. Barra tidak peduli. Merebut ponsel di tanganku yang membuatku ingin protes tapi tertahan sebab dengan nggak sopannya Barra menjawab panggilan Jevan. Menekan tombol loudspeaker sambil berkata tanpa suara. "Talk,"
Aku membuang napas kesal. Nggak punya pilihan lain karena Barra benar-benar memojokkanku. Bukan hanya disebabkan situasi yang ia ciptakan tapi juga tubuhnya yang tinggi besar berdiri dihadapanku dengan jarak sangat dekat sementara di belakang, aku nggak bisa melangkah mundur karena terhadang meja kerjaku.
"Hey, Jev," sapaku seriang biasanya. Barra merunduk, meletakkan kedua tangannya di sisi tubuhku. Aku tentu langsung protes. Menjauhkan ponselku sebentar lalu berkata dengan nada pelan namun tegas. "Back off, Bar!"
Barra tidak mengindahkanku. Ia justru menyeringai. Semakin mendekatkan wajahnya hingga aku spontan menjauhkan kepala.
"Hey, Nau," kudengar suara Jevan. "Kamu sibuk? Mau lunch bareng?"
"Kayaknya hari ini aku ng—"
"Say yes," Barra berbisik di samping telingaku.
"What?!"
"Lunch bareng, Nau," Jevan mengulang dengan kekehan. Mengira aku membalas ucapannya. "Kamu hari ini diet nggak?"
"Eung...nggak sih."
"Great! Mau coba Balado Cumi Asin?"
Barra tersedak karena menahan tawanya. Dia menatapku geli kemudian kembali mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Balado Cumi Asin? That guy definitely doesn't know you that well."
Aku menoleh. Mataku langsung bersinggungan dengan milik Barra. Kujauhkan ponsel. "That's why, we often hangout together." Aku menekan kata 'hangout' untuk menyindirnya. "Itu juga disebut dengan PDKT sebelum dua orang memutuskan untuk pacaran, fyi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love
RomanceLavanya Naura Sastrawijaya dan Alfarezi Barra Salim terlibat hubungan rumit. Mereka telah mengenal satu sama lain sejak kecil. Akan tetapi baru benar-benar dekat setelah Naufal menjadi jembatan yang menghubungkan mereka berdua. Ketiganya bersahabat...