BARRA
Gue hanya bisa mengerang begitu menyadari bahwa gue terbangun di atas tempat tidur Lea. Kepala yang pusing ditambah dengan mual diperut bikin gue buru-buru melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi buat memuntahkan isi perut gue. Damn it! Sebenarnya berapa banyak gue minum semalam?
"Cukup banyak. Sampai elo nggak tahu siapa cewek yang lo cium." Seakan bisa membaca pikiran gue. Suara Lea menyahut dari arah belakang.
Gue menengok sekilas. Melihatnya berdiri di depan pintu kamar mandi sembari melipat tangan di depan dada. Lantas gue berdiri dan mengayuhkan langkah ke wastafel untuk mencuci wajah. "Thanks. Sekarang gue tahu siapa yang gue cium semalam. Didn't you enjoy my kiss last night?"
Lea tertawa mencemooh. "Not bad buat dipamerin di infotaiment."
"Shit!" umpat gue.
"What was that?" Lea nampak tersinggung. "Yang rugi atas berita itu gue bukan elo. Elo nggak tahu kalau gue dibilang cewek bego yang mau-mau aja cipokkan sama cowok yang nggak mau kasih status?"
"Tumben banget dengerin netizen," cibir gue lalu berbalik dan mendekati Lea yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. "Kenapa? Jadi, sekarang elo mau ada status sama gue, hm?"
"Are you crazy? Elo pikir gue mau sama cowok yang hatinya jelas-jelas ada di cewek lain." Lea mengambil napas lalu memutar tubuhnya. "Forget it! Setiap bahas ini, elo selalu besar kepala."
Gue hanya tersenyum miring. Mengikuti Lea yang berjalan ke pantry-nya. Sudah ada salad sayur, sandwich, dan beberapa potongan buah yang pastinya dibuat oleh Lea karena cewek itu lumayan pintar masak. "Andaikan elo mau memberi sedikit aja kepercayaan sama cowok. Gue yakin, banyak cowok yang mau nikahin elo."
"So scary." Lea bergedik. Lalu ia menujuk gue dengan garpu yang dipegangnya. "Tarik omongan lo barusan. Gue nggak mau ucapan elo itu sampai kejadian."
Gue terbahak. "Come on. What's scary about marriage?"
"Everything." Jawab Lea. "Orang yang terlahir dari keluarga harmonis kayak lo nggak akan ngerti."
Kali ini gue terdiam. Berdeham canggung karena sudah menyenggol hal sensitif dari Lea. Sadar kalau suasana berubah jadi awkward. Lea kembali membuka suaranya.
"Resya udah nelpon elo tiga puluh kali. Mending elo hubungin dia sekarang sebelum dia berubah jadi kutilanak." Candaan Lea berhasil bikin gue ketawa.
Well, gue dan Razalea hanya teman. Kadang lebih dari teman saat gue sudah mulai gila karena Naura. Nggak ada yang merasa dimanfaatkan atau memanfaatkan. Apa yang terjadi antara gue dan Lea jelas karena persetujuan masing-masing.
"Naura nggak akan ngelirik elo kalau berita elo sama cewek terus muncul di media," ucap Lea melipat tangannya. Mengawasi gue yang sedang membereskan barang-barang untuk balik ke apartemen.
"Gue tiba-tiba jadi cowok suci pun, Naura nggak akan ngelirik gue," balas gue dengan senyum kecut. Usai memasang jaket gue meraih kunci mobil dan menatap Lea. "Like I said, Naura bukan ditakdirkan buat gue. Dia nggak akan bisa jadi milik gue."
"Bilang kayak gini lagi setelah elo ngeliat dia nikah sama cowok lain." Cibir Lea. "Gue yakin kalau sampai itu kejadian elo sudah nangis darah dan lompat dari balkon apartemen elo."
Gue ketawa sumbang. Nggak memungkuri hal itu mungkin untuk terjadi.
***
Alih-alih pulang ke apartemen. Gue diminta ke kantor buat disidang habis-habisan. Sekarang gue sudah kayak tersangka kasus berat. Gue merasa dipojokkan dan nggak punya power untuk membela diri. Ditambah lagi, Claire ikutan-ikutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love
Lãng mạnLavanya Naura Sastrawijaya dan Alfarezi Barra Salim terlibat hubungan rumit. Mereka telah mengenal satu sama lain sejak kecil. Akan tetapi baru benar-benar dekat setelah Naufal menjadi jembatan yang menghubungkan mereka berdua. Ketiganya bersahabat...