NAURA
Barra dan wanita adalah duka kata yang sulit untuk dipisahkan. Banyak cewek di sekitar hidup Barra. Cowok itu boleh saja bilang dia hanya berteman dengan cewek-cewek tersebut. Namun aku tidak senaif itu untuk nggak mengerti jenis pertemanan apa yang ia maksud.
Percaya atau nggak, Barra tidak begitu dulunya. Maksudku, dia bukan cowok brengsek yang pindah dari celana dalam wanita lain ke wanita lainnya. Hidup Barra dulu benar-benar fokus mengejar mimpinya. Cowok itu bahkan nggak tertarik dengan semua cewek yang coba mendekati dan mengajaknya pacaran. Sudah belasan cewek yang kulihat patah hati karena penolakkan Barra. Dia tidak pernah berbelas kasih ketika harus mamatahkan hati perempuan.
"Padahal Angel baik banget. Cantik lagi." Desahku sambil memandang kasian Angel yang tidak berpindah dari tempatnya ketika Barra meninggalkannya usai menolak pernyataan cinta cewek itu. "Aku kira Barra bakal luluh. Angel sering nitipin sarapan buat Barra ke aku. Dan Barra suka-suka aja. Aneh banget. Kenapa malah nolak Angel?"
"Barra ngelakuin itu karena nggak mau bikin Angel lebih patah hati lagi." Sahut Naufal. "Kasih harapan palsu itu lebih menyakitkan, Nau."
Aku membuang napas panjang. Di detik selanjutnya, kurasakan bahuku dirangkul oleh Naufal. Aku menoleh lalu tersenyum karena Naufal selalu tahu cara membuat hatiku kembali menghangat.
Kubalikkan badanku. Melepas pandanganku dari taman belakang sekolah—tempat Angel menyatakan perasaanya pada Barra lalu bersandar di pagar membatas balkon. "Kamu kenal Barra dari kapan sih?"
Naufal ikut membalikkan badannya. "Dari TK."
"Serius?" mataku membulat nggak percaya. Kukira mereka baru berteman saat SMA.
"Serius." Naufal tersenyum kecil. "Duniaku sama Barra itu beda banget. Nggak banyak yang tahu kami temanan udah lama. Apalagi aku nggak satu SD dan SMP sama dia."
"Siapa juga yang percaya kalau goodboy kayak kamu bakal temanan sama Barra si badboy."
"Barra baik kok, Nau." Lagi-lagi Naufal membela temannya. "Kamu belum dekat aja sama dia. Kalau udah dekat pasti kamu bakal bisa ngerasin kalau Barra nggak seburuk yang kamu pikir."
Aku tersenyum kecut. Sebenarnya caraku memandang Barra sudah berubah sejak cowok itu mengajari bermain gitar. I mean, dia ternyata nggak selalu menyebalkan. Memang ada waktunya ia menyebalkan. Tapi Barra...lumayan baik karena sabar banget menghadapi ketololanku yang selalu lupa sama kunci gitar. Namun aku tidak menceritakanya pada Naufal. Setidaknya belum. Aku ingin Naufal tetap fokus belajar agar bisa mewujudkan mimpinya yang ingin kuliah di Stanford.
And he did it. Aku harus menjalani long distance relationship dengan Naufal saat cowok itu diterima di Stanford. Tentu saja aku sedih. Akan tetapi, aku tidak ingin menjadi pacar yang nggak suportif. Naufal sudah membicarakan hal ini sejak awal kami berpacaran. Aku menyanggupinya karena berpikir aku bisa melalui hal itu. Lagipula, setelah lulus sekolah, aku berencana menyusul Naufal. Tentunya tidak mungkin satu kampus dengan Naufal. Aku tidak sepintar itu. Ada banyak universitas bagus dengan jurusan fashion design di Amerika.
Many things have happened since Naufal moved. Salah satunya perubahan Barra yang mendadak dekat dengan banyak cewek tanpa status yang jelas. Cowok itu jadi sering pergi ke kelab malam lalu membawa wanita nggak jelas ke apartemen Naufal. Aku masih ingat betapa seringnya kami bertengkar karena hal itu. Aku tidak suka Barra membawa wanitanya ke apartemen Naufal. Cowok itu bisa pergi ke hotel atau kemanapun yang ia suka. Tapi nggak mengotori tempat Naufal.
Dan sepertinya pencarian Barra berakhir. Karena cowok itu telah berpacaran dengan Razalea sekarang.
Kupijit keningku. Lantas menggapai air putih di atas meja. Mengenang lagi masa lalu menghantarkan rasa pusing ke kepalaku. Belum lagi keterlambatan cowok yang dijodohkan Mama membuat darahku naik sampai kepalaku. Kuangkat tangan, melihat waktu keterlambatannya yang sudah bertambah menjadi lima belas menit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love
RomansaLavanya Naura Sastrawijaya dan Alfarezi Barra Salim terlibat hubungan rumit. Mereka telah mengenal satu sama lain sejak kecil. Akan tetapi baru benar-benar dekat setelah Naufal menjadi jembatan yang menghubungkan mereka berdua. Ketiganya bersahabat...