trente et un

3.7K 322 14
                                    

NAURA

Begitu terbangun, yang pertama kali kulakukan adalah mengecek ponsel. Menemukan jika panggilanku dan Barra masih tersambung. Samar-samar kudengar suara cowok itu yang sepertinya tengah bicara dengan seseorang.

"Nggak apa-apa. Gue bisa tidur sebentar di pesawat. Pokoknya kelar konser, gue mau langsung flight ke Jakarta."

"Kenapa nggak besok aja sih, Barra? Buru-buru banget kayak bakal ada nungguin aja." Itu suara Resya.

"Nggak usah banyak komen. Lo itu manajer gue bukan netizen."

"Lo nggak tahu ya kalau diam-diam gue itu netizen yang suka menghujat lo! Capek banget gue menghadapi lo!"

"Lo gue potong gaji beneran ya, Sya!" tukas Barra terdengar kesal.

"Nggak peduli," Resya mengolok. "Yang gaji gue Pak Bas bukan lo."

"Lo kira Baskara dapat duit dari mana kalau nggak gue?"

"Lo kira talent di BARC cuma elo? Masih ada Mbak Claire. Dan asal lo tahu ya. Penghasilan terbesar di manajemen kita itu Mbak Claire."

"Udah sana! Minta gaji sama Mbak Claire lo. Sekalian lo jadi manajer dia. Mampus deh lo diperbudak sama dia ntar."

"Pfft..." aku menutup mulut. Tersedak oleh tawaku sendiri.

"Naura?"

Terlambat. Barra mendengarnya.

Aku berdeham. Mematikan speaker lantas menempelkan ponsel ke telinga. "Kamu udah bangun?"

"Udah dari setengah jam yang lalu." Jawabnya.

"Kok nggak kamu matiin?"

"Pengin dengar suara ngorok kamu."

Mataku melotot. "Bohong!"

Barra terbahak. "Mau bukti? Aku rekam kok."

"Barra, nggak usah rese deh!" tukasku yang membuat tawa cowok itu keluar lebih kencang.

"Iya. Aku bohong. Kamu nggak ngorok. Cuma ngelantur aja."

Aku menggeleng. Barra itu jahil. Tidak bisa dipercaya. "Aku nggak percaya sama kamu."

"Terserah kalau nggak percaya." Sahutnya acuh. "Tapi yang jelas aku tahu ternyata kamu kangen juga sama aku."

"Ngibul, Mbak!" Resya tiba-tiba menimpali. "Barra saking gilanya sampai halu."

"Anjing! Resya! Ganggu orang pacaran aja lo! Keluar sana!"

"Yeeeu, halu benaran." Ejek Resya. "Sejak kapan kalian pacaran?"

Barra berdecak. "Sejak hari ini!" tukas Barra yang kemudian aku mendengar suara pertengkaran kecil antara Barra dan Resya, disusul suara debuman pintu yang menutup.

"Aku pulang malam ini." Beritahu Barra beberapa saat kemudian.

"Lho? Acaranya kan masih lusa." Aku mengernyit heran.

"Nggak apa-apa. Pengin ketemu kamu lebih cepat."

"Barraaaa, gue tahu lo mau ngebucin." Tiba-tiba suara Resya yang berteriak kembali terdengar. "Tapi kita udah mau telat. Bukannya lo sendiri yang mau cepat-cepat biar bisa pulang ke Jakarta langsung setelah konser?"

"Iya, iya. Bawel lo!" sungut Barra.

"Aku matiin ya. Batraiku juga udah mau habis." Ucapku. Tidak ingin mengganggu pekerjaan Barra.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang