quatorze

4.5K 411 22
                                    

NAURA

Aku bukan tipe cewek yang gampang jatuh cinta. Namun aku tentu memiliki tipe cowok yang kusukai.

Awalnya aku tidak terlalu menyadari kalau rata-rata cowok yang aku suka dan kencani memiliki satu kesamaan. Yaitu, lebih tua dariku. Mungkin karena sejak kecil Papa dan Mas Naren menjadi cowok yang paling dekat denganku—tanpa kusadari, mereka berdua membuatku terinspirasi soal pria idaman. Aku gampang tertarik dengan cowok yang hampir menyerupai Papa atau Mas Naren. Baik dari segi look maupun karakter.

Jonathan adalah cinta pertamaku. Sebagai cowok ketiga yang masuk ke dalam hidupku, Jonathan jelas sangat menarik perhatianku. Apalagi untuk anak kecil yang tahu apa sih soal cowok? Mengetahui kalau aku punya tetangga berwajah ganteng dan kepribadian yang menyenangkan—anak perempuan di luar sana pasti langsung naksir.

Karena Jonathan, aku yang paling malas diajak ke geraja mendadak jadi alim. Ya, apalagi alasanku kalau bukan karena ingin melihat Jonathan. Makanya, waktu terpaksa harus pindah ke London, aku sedih banget. Bagi anak perempuan yang baru pertama kali menyukai lawan jenis, meninggalkan cowok yang ia sukai itu sesuatu hal yang menyedihkan. Patah hatinya seperti orang putus cinta. Setiap kali mendapatkan balasan surat dari Jonathan, aku langsung lompat dari tempat tidur dan berlari menuruni tangga dengan senyum. Duh, norak banget deh. Makanya, aku malu bila membahas masa-masa bucin labilku pada Jonathan.

Meski perasaanku itu tidak pernah terungkap. Tapi aku cukup senang karena Jonathan yang menjadi cinta pertamaku. Seenggaknya, aku nggak jatuh cinta sama cowok yang salah. Jonathan is the perfect guy to fall in love with.

"I thought you would reject me," ucap Jonathan dengan senyum kecilnya. "Kata Mama kamu, kamu sibuk banget akhir-akhir ini."

"Lagi persiapan fashion show sama launch juga," aku berhenti sejenak ketika pramusaji mengantarkan steak pesanan kami. Lalu kembali melanjutkan ketika pramusaji tersebut berlalu pergi. "Aku malah kaget kamu ngajak lunch."

"Lho? Kenapa kaget?"

"Bukannya kamu sibuk pindahan?"

"Sibuk pindahan bukan berarti nggak ada waktu hangout sama kamu, Nau."

Aku berdecih. "Nggak usah sok punya waktu buatku deh."

"Kebetulan habis meeting dekat sini." Jonathan menambahkan lalu melepas pisau dan garpu yang ia gunakan untuk memotong steak. Tanpa kuduga, cowok itu menukar piringku dengan piringnya. "Terus keinget kamu."

See? Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta pada Jonathan dulu. Dia itu tipe cowok yang bisa bikin nyaman. Bukan hanya aku, keluargaku pun begitu padanya. Everyone looks really comfortable with him.

"Kok baru sekarang keinget aku? Dulu-dulu kemana?" sahutku kembali melayangkan aksi sok ngambek karena dia tidak pernah menghubungiku dua tahun terakhir ini.

Jonathan tertawa renyah. "Dulu-dulu kan lagi persiapan buat jadi calon menantu Mama kamu,"

"Ih, ngeledek." Aku tahu dia bercanda. Tapi karena Jonathan cinta pertamaku. Sulit untuk tidak tersipu oleh ucapannya. Sebab itu, aku langsung menunduk sambil menusuk steak-ku yang sudah ia potongkan. Perhatian kecil seperti ini yang membuatku dulu jatuh cinta pada Jonathan. Pahami saja, namanya juga anak baru gede.

Tidak perlu waktu lama buatku menceritakan pada Jonathan soal kefrustasianku padanya. Cowok itu hanya tertawa ketika aku menceritakan bagaimana terobsesinya Mama mencarikanku dan Mas Naren jodoh. Betapa banyak kencan buta yang kulakukan hingga aku jadi muak sendiri dengan laki-laki dan segala hal yang berhubungan dengan dating. Bila dipikir-pikir, aku sudah sangat lama sendiri. Terakhir aku pacaran sewaktu masih kuliah di Paris. Dengan Peter yang kukenal lewat mutual friend.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang