quarante six

3.1K 211 15
                                    

BARRA

Gue sudah siap menjalankan mobil pulang ke apartemen ketika mendapatkan telepon dari Mbak Desinta yang mengabarkan kalau Baskara berantem di OTG—sebuah kelab malam yang menjadi langganan Baskara dan Claire. Sebab owner-nya adalah teman Baskara, sehingga mereka mendapat privilege bila di sana. Dan privasi mereka akan lebih terjaga. Gue jarang ke OTG. Claire terlalu sering di sana. Dan bertemu Claire bukanlah sesuatu yang gue inginkan saat lagi kalut.

Honestly, gue sedikit kaget mendapat kabar itu dari Mbak Desinta. Baskara bukan tipe orang yang suka membuat masalah kayak gue dan Claire. I mean, yeah, gue cukup sadar diri kalau gue lumayan trouble maker. Mbak Desinta dan Baskara mungkin sudah muak sama kelakuan gue.

Berbeda dengan Baskara yang lumayan berhati-hati. Apalagi dia terjun dalam industri hiburan. Walaupun bukan public figure, masyarakat cukup tahu soal Baskara sebab dia sempat viral di media sosial akibat fotonya yang liburan berdua dengan Claire di Venice. Dari sana, nama Baskara sempat jadi trending. Terlebih Baskara menjabat sebagai CEO dari BARC.

"How is he?" tanya gue begitu memasuki private room. Baskara nampak sudah mabuk berat di sofa. Tubuhnya membungkuk sambil berusaha meneguk minuman di tangannya.

"Not good, Bang." Chiko menjawab. "Udah gue suruh berhenti minum. Tetap aja nggak mau."

Gue membuang napas berat. "Memang nyusahin," dengus gue. Meraih gelas di tangan Baskara lalu meletakkannya di meja. "Bangun, Bas. Lo nggak berharap gue gendong, kan?'

"Dari tadi ngigau Claire mulu, Bang." Beber Chiko yang terdengar sebal. Gimana nggak sebal kalau pujaan hatinya suka sama orang lain? Yeah, bukan rahasia lagi kalau Chiko naksir Baskara. Yang gue salut Baskara nampak biasa saja. Menurutnya orientasi seksual seseorang bukan urusannya. Perasaan Chiko padanya juga bukan sesuatu yang bisa dia larang. Sehingga tidak ada alasan buat Baskara membenci Chiko atau menjauhinya. Gimana nggak makin klepek-klepek si Chiko?

"Lo ada ngehubungin Claire?" tanya gue agak penasaran.

Sepengetahuan gue, setiap kali Claire mabuk—Baskara selalu menjadi orang yang menjaga dan membawanya pulang. Bagaimana kalau yang terjadi justru sebaliknya?

"Ada." Chiko memasang tampang masam. "Tapi yang jawab cowok."

"Saka," gumam gue. Tersenyum sinis.

Claire benar-benar berbakat dalam membikin cowok patah hati.

Prihatin dengan keadaan Baskara yang percintaannya sama sekali tidak mulus. Gue akhirnya menyimpan kekesalan gue dan mengantarkan Baskara ke apartemennya.

Beberapa kali Baskara sadar lalu mengumpati gue karena membawanya pulang. Kalau nggak mabuk, sudah gue ajak berantem si kampret satu ini. Bukannya berterima kasih. Malah ngatain gue anjing.

Mbak Desinta hanya menyuruh gue menjemput Baskara, bukan mengurusnya. Sehingga setelah gue membawanya ke apartemen miliknya, gue langsung menghubungi Mbak Desinta lalu pulang. Tulang-tulang gue sudah mau lepas dan mata gue terasa sudah semakin berat karena sejak kemarin gue mendekam di studio.

Hari sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam ketika gue melihat jam digital mobil. Makanya gue sama sekali nggak mengira jika Naura akan berada di apartemen gue saat gue membuka pintu.

Dia duduk di sofa menghadap TV yang menyala. Di pangkuannya ada sekotak es krim yang separuhnya sudah habis. Bibir gue otomatis tertarik mengukir senyum. Berjalan mendekati.

"Sweety, kamu nungguin aku pulang ya?" nada suara gue yang manja membuat Naura mengerutkan kening. Tapi gue nggak peduli. Bokong gue jatuh di sebelahnya. Tangan gue terangkat hendak memeluk Naura kalau aja nggak dia nggak menepisnya.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang