onze

4.3K 433 44
                                    

BARRA

Mata gue tetap terpejam kendati lagu itu berakhir bersama dengan petikkan gitar. Sisa perih itu masih terasa ketika gue kembali membuka mata.

Toto, Satria, dan Resya menatap gue. Tidak bereaksi sama sekali sampai akhirnya gue bersuara.

"Kenapa lo pada?" tanya gue heran sambil menurunkan gitar dari pangkuan.

Proses rekaman selesai dan perilisan album tinggal menunggu hari. Gue pun mulai latihan sebelum minggu depan disibukkan dengan kegiatan promo. Lagu yang berjudul Tak Bisa Bila Bukan Kamu adalah salah satu lagu yang berada di urusan ketiga dalam album gue. Lagu yang belum pernah gue nyanyikan di depan orang—kecualian proses rekaman—secara live. Sebab lagu ini punya sisi yang begitu sentimentil buat gue. Bahkan gue belum ingin menyanyikan di depan orang banyak.

"Bang, who hurt you?" tanya Satria serius.

"Gue yakin lagu ini bakal jadi trend di tiktok." Tambah Toto sambil manggut-manggut puas. Dia memang selalu fokus pada ketenaran dan keviralan. "Jadiin single aja gimana, Bar?"

"Gila, Bar," Resya menimpali dengan mata berkaca-kaca. "Gue ikutan patah hati dengar lo nyanyi." Diusapnya sudut matanya yang berakhir. "Ternyata lo cinta banget ya sama Naura, Bar."

"Naura?" Toto yang nggak pernah bertemu Naura mengerutkan kening. "Naura siapa? Mantan lo, Bar?"

Gue berdecak malas. Memberi pelototan pada Resya yang langsung mencebikkan bibirnya ke bawah sambil memasang tampang minta dikasahani. Bukannya apa, Toto ini orangnya agak nggak beres. Apalagi kalau urusan cewek. Buat dia cewek itu cuma objek. Dan gue nggak suka kalau Toto melihat Naura, dia bakal menjejali kuping gue dengan ucapan sampahnya soal Naura.

Nggak kecil kemungkinan gue bakal nonjok Toto kalau sampai dia berani mengobjekkan Naura. Gue nggak peduli hubungan kerja kami yang terjalin sudah lama putus karena masalah itu. Nggak ada yang boleh berkata buruk soal Naura. Apalagi di depan gue.

"Bukan urusan lo." Gue menjawab ketus. Meraih air minum dan meneggaknya cepat.

"Naura siapa sih, Res?" Toto yang dibuat penasaran beralih pada Resya. "Artis? Model? Presenter musik?"

"Duh, To, jangan tanya gue. Gue nggak tau apa-apa." Resya menggeleng panik.

"Wah, gue jadi penasaran." Ujar Toto sambil tersenyum miring. "Dari lirik lagunya. Kayaknya nih cewek cinta bertepuk sebelah tangan lo ya?"

Gue memilih diam.

"Ternyata ada juga cewek yang nolak pesona lo ya, Bar." Toto tertawa puas. "Cantik banget ya dia? Atau badannya se—"

"Mending lo diem deh, To!" sergahnya Resya yang menyadari tampang gue yang sudah mengeras. "Merusak mood artis gue aja lo!"

"Barra emang moody-an kali. Bukan karena gue!"

"Ya, makanya jangan lo panas-panasin!" omel Resya.

Gue menghela napas melihat perdebatan Toto dan Resya. Beranjak dari kursi yang gue duduki dan melangkah keluar dari studio. Begitu menarik pintu, gue malah dikejutkan dengan sosok Mbak Desinta dan Baskara yang berdiri di depan gue.

"Barra, ada yang mau kami bicarain tentang lo," kata Mbak Desinta tanpa basa-basi.

Walaupun agak bingung. Gue menganggukkan kepala. Mengikuti Mbak Desinta dan Baksara yang membawa gue ke ruang meeting. Suasana agak tegang dan dingin. Entah apa yang membuat mereka menatap gue tajam dan lelah di saat bersamaan.

"Lo sama Razalea ngapain aja di Jogja?" tanya Mbak Desinta datar.

"Huh?"

Mbak Desinta menghela napas. Kemudian mengeluarkan iPad-nya dan menyerahkan benda itu pada gue. Sebuah foto gue dan Razalea yang nampak berpelukkan intim termuat di salah satu portal online dengan judul Kemesraan Barra dan Lea selama di Jogja. Wah, Sudah Kayak Honeymoon ya.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang