Laptop masih si atas perut tapi pandangan Alec masih kemana-mana. Berulang kali di meregangkan tubuh tapi rasanya tulang kembali berserakan. Mungkin ini yang rasanya kecapekan dengan segala hal duniawi dan defisiensi kasih sayang juga cinta dari seorang wanita. Ada dokter cantik tapi bisanya cuma mengganggu saja, diganggu balik ngamuk. Kepingin segera dikawinin tapi jual mahal setinggi langit. Awas itu ketabrak pesawat.
Apalagi ini anaknya juga tidak tahu diri, sudah melihat bapaknya kecapekan tidak karuan malah menempel seperti siput, diusir balik lagi. Alec semakin merana, capeknya berlipat. Ketika tadi rasanya tulangnya berantakan sekarang bahkan ototnya pun ikut rontok. Begini amat jadi bapak, seandainya bisa tidur sejenak dengan tenang. Tapi pekerjaan masih belum selesai dan ini anaknya kenapa juga semakin menempel.
"Sayang banget sama laptop, dipangku dielus mulu," sindir Jully yang baru sampai di ruang tengah.
"Lah gimana, maunya sayangin kamu tapi dapetnya digamparin mulu," gumam Alec.
"Meeting apa tadi ntu? Serius amat," tanyanya.
Alec meletakkan laptop dan memperbaiki posisi duduknya. "Bahas post merger," jawabnya.
"Serius amat," komentar Jully tetap nyinyir.
"Ya emang kudu serius, kan abis tanda tangan kontrak yang perlu diberesin ada banyak." Alec berusaha merebahkan tubuh tapi anaknya malah nyender.
"Kenapa kamu yang urus? Posisi kamu apa sih Lec?" tanya Jully tak urung penasaran juga.
"Kepo aja sih," gumam Alec malas.
"Emang kepo, gaya bener pake asisten ama sekretaris segala. Sok kecakepan kayak orang penting." Jully kembali menumpahkan ketidak sukaannya.
"Lah kan aku emang orang penting," sahut Alec tidak rela, paling penting dia itu. Suwer.
"Sombongnya," gumam Jully.
"Emang aku sombong sejak lahir," jawab Alec sengak.
"Gak jadi nanyalah, ngeselin." Jully kembali mengambil remote control dan menonton gosip.
Alec memandang lekat wanita yang goleran di bawah itu, bagaimana bisa dia bersikap seenaknya seperti itu. Dan lagi kenapa dia marah-marah tidak jelas, urusannya apa. Memahami wanita itu terkadang sulit, karena bahasanya tidak bisa diterjemahkan dengan kata. Umpama ada buku cara memahami bahasa wanita tentu Alec akan membelinya. Pusing. Alec menggeser tubuhnya dan berkomentar, "Yang aneh itu kamu. Kerjaan suaminya gak ngerti," balas Alec sinis.
"Kamu gak pernah bilang." Jully membela diri.
"Kamu gak pernah nanya," kilah Alec.
Aleccia beranjak, baru saja Alec bersyukur tapi ternyata dia kembali lagi dengan satu bucket es krim. Mau mengeluh tapi bagaimana ini kan anak dia sendiri, mau diusir takut ngambek. Akhirnya Alec pasrah saja meski rasa badannya bagai dipreteli satu persatu. Si bocah malah pasang badan di pangkuan bapaknya, Alec sih senang, tapi badannya tidak. Sejak tadi sudah tulung-tulung dan sekarang semakin parah.
"Daddy lagi capek sayang," bisik Alec.
"Mommy nanya apa Daddy?" tanya Aleccia tidak peduli kalimat bapaknya.
"Oh itu, mama kamu nanya. Daddy kerja jadi apa di kantor," jelas Alec.
"Yah Mommy ini masa gak tau, Daddy itu Chief Executive Officer." Aleccia menjawab.
"Tau dari mana? Kebanyakan baca wepe kamu itu." Jully mencibir.
"Eh Mommy ini, Aleccia tau ya. Kan di mejanya ada tulisan Alec Andreas, chief executive officer. Gitu Mom," jawab Aleccia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...