Jam makan siang Alec habiskan dengan menikmati teh chamomile di sebuah kafe outdoor, meeting dengan salah seorang pejabat daerah baru saja selesai di gedung sebelah. Alec ingin menghilangkan sedikit penat pekerjaan yang kerap menguras tenaga dan kemampuan otaknya. Seharusnya dia memang tidak perlu sendirian, ada sekretaris dan PA yang bisa menemaninya. Sejak tadi sengaja Alec mengusir mereka berdua, dua wanita itu selalu berisik bicara. Sayangnya tidak mempan, Ami si sekretaris pura-pura tidak mendengar titah si boss, demikian juga Mita.
Padahal Alec hanya ingin menyendiri, menikmati sunyi berharap serotonin, endorpin dan dopamin datang dan membuat kepalanya lebih baik. Satu persatu wanita yang sangat dicintainya pergi, Jully, Aline, dan yang terakhir Lea. Alec memang brengsek dan dia mengakuinya. Penyesalan tetap tidak akan berguna, kalimat tajam yang dia lontarkan belasan tahun yang lalu mencipta penderitaan panjang. Alec rindu kehadiran Jully, begitu penasaran dengan penampakan putrinya. Alec memutuskan untuk berhenti mencari, dan pasrah kepada keputusan semesta.
Alec mendengar celoteh sekretarisnya dengan kepala semakin pusing. Dia mengedarkan pandangan ke jalan yang tengah ramai, tentu saja, ini adalah jam makan siang. Tapi dari semua manusia yang berlalu lalang ada yang menarik perhatian Alec. Seorang wanita yang terlihat seperti seumuran dengannya, memakai pakaian seperti bahan katun polos yang dilapisi dengan cardigan warna senada. Itu adalah pemandangan yang luar biasa, terlihat seperti Jully dalam sosok dewasa. Sudah bertahun berlalu, tapi Alec masih mengingat dengan jelas.
"Jully?" gumam Alec sambil menguasai diri.
Tapi mungkin itu hanya halusinasi, keinginan dan kerinduan bertumpuk terkadang membuat matanya hanya berfatamorgana. Meski yang terlihat di depannya itu terlihat begitu nyata. Wajah dengan senyum khas, juga rambut panjang hitam tergerai demikian menawan. Rindu memang berat menyiksa.
"Itu Jully," gumam Alec begitu yakin.
Itu memang benar Jully, wanita yang membawa sebagian hatinya pergi, juga darah dagingnya yang sekarang entah sebesar apa. Alec menajamkan lagi matanya, itu benar Jully. Tidak salah lagi. Detak jantung Alec meningkat cepat, yang berada di dalam hatinya bergejolak tidak karuan. Wanita yang dia tunggu sekian lamanya akhirnya menampakkan diri.
"Jully ... !" panggil Alec yang segera beranjak dari kursi, diikuti dengan pandangan heran Ami dan Mita.
Alec memang berlari mengejar. Tapi suara Alec seperti berhembus sia-sia, jarak itu terlalu jauh dan wanita yang memang terlihat sebagai Jully itu sudah beranjak pergi. Alec tidak bisa menyapa dan memanggilnya. Dengan cepat Alec berusaha membuntuti nya, tapi Jully ternyata masuk ke dalam sebuah klinik. Alec terdiam, dalam hati dia bertanya. Apakah Jully sedang sakit? Dia tadi terlihat sehat juga cantik. Entah berapa tahun berlalu, cinta ini masih juga belum hilang. Alec masih diam di situ, dia bahagia sekaligus sakit. Jully terlihat betapa sempurna dan dewasa, terlihat manis juga anggun. Tapi dia tadi sendirian, di mana anak itu.
Tapi, sejenak ada ragu. Berpuluh penolakan yang sudah pernah dia telan membuat Alec merasa gentar untuk menemui Jully. Tapi rindu ini sudah menggelora, harus bagaimana.
***
"Jangan bawa mobil mama Aleccia," kata Jully sembari menyiapkan sarapan putrinya yang baru saja diantar oleh catering langganan.
Aleccia baru tinggal di Indonesia hitungan bulan, tingkahnya selalu membuat Jully tertawa bahagia. Meski tiap pagi kerepotan nya semakin bertambah. Membesarkan seorang putri ternyata tidak buruk juga, apalagi Aleccia begitu manis. Wajah dan rambutnya mengingatkan Jully akan Alec, rambut lembut berwarna coklat itu, tentu saja, Aleccia adalah cucu kumpeni. Mau diapakan juga darah Alec mengalir juga di tubuh anak ini.
"Oke Mommy, nanti Aleccia ke rumah aunty Lana aja," jawab Aleccia ringan dengan tangan sibuk memotong telur dadar favoritnya.
"Jangan menyusahkan aunty Lana terus Aleccia sayang, dia udah cukup sibuk," kata Jully berusaha memberi pengertian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...