36. Rocky Road

20.6K 1.2K 75
                                    

Jully menggerutu, besok dia harus mengisi sebuah seminar tapi menyusun PowerPoint saja rasanya begitu sulitnya. Entah kapan terakhir kali dia menyusun ini, sepertinya sudah lama sekali. Sesekali dia melirik ke arah Alec yang juga sama terlihat sibuk dengan monitor di depannya, dalam hati Jully bertanya, apa pekerjaan Alec ini sehingga setiap saat dia selalu sibuk dan begitu terus. Pandangan matanya beralih, ada Aleccia yang menikmati hidup, duduk santai dengan sekaleng keripik dan menonton show favoritnya di televisi, indahnya duniamu nak.

"Aleccia, bantuin mama yok nyusun PowerPoint," rayu Jully.

"Ogah, itu kan PR Mommy, katanya kalo ada PR kan gak boleh dibantuin kudu kerjain sendiri." Aleccia ngeles.

"Rese," gumam Jully.

Jully beralih kepada Alec yang masih juga tampak serius, beberapa kali menelpon seseorang dan entah pembicaraan macam apa. Sekarang ini Alec terlihat begitu dewasa, manis, dan entahlah. Aroma parfumnya juga menyapa indera penciuman Jully dengan lembut. Wanita itu susah payah bersikukuh, tidak akan terjerat lagi untuk yang kedua kalinya. Meski pesonanya itu terlihat begitu...entahlah.

"Kalo demen bilang, jangan cuma liatin gitu doang," kata Alec percaya diri.

"Geer," gumam Jully kesal.

"Ada apa?" tanya Alec kalem.

"Sibuk ya?" tanya Jully.

"Tergantung kondisi, situasi," jawab Alec.

"Bisa bantuin nyusun PowerPoint gak?" tanya Jully ragu.

"Bisa aja, tapi cium dulu." Alec menjawab dengan tersenyum licik.

"Gak jadi ... !" seru Jully sewot.

"Gitu aja marah, gak mau ya udah. Sini mana aku bantuin, apa sih yang gak kalo buat Jully." Alec melancarkan racun siluman kadal.

Tak urung Jully tersenyum, kalimat manis itu begitu nyaman terdengar di telinga. Seperti Alec kecil yang dulu merayunya dengan cokelat, yang sempat mengurut pinggangnya waktu pegal karena Aleccia di perut semakin besar. Atau ketika suara kekhawatiran yang dia lontarkan begitu Aleccia menendang perutnya dengan kuat. Ya Tuhan kenapa jadi nostalgia. Meski hubungan itu banyak luka, tidak menampik di sana juga ada banyak tawa juga bahagia.

"Kalian ngapain? Mesra amat," tanya Aleccia membuyarkan lamunan Jully.

"Anak kecil tau apa mesra-mesraan," gumam Jully sewot.

"Aleccia juga punya pacar Mom, jadi taulahhh." Aleccia menjawab dengan sombong.

Jully tergagap mendengar kalimat itu, baru juga ingat kalau Aleccia ini mempunyai pacar, seorang bocah manis bernama Jovian. Dan baru saja dia bicara tentang mesra-mesraan, Jully dengan segala pengalaman buruknya segera mengernyitkan kening dengan kuatir. "Kamu udah mesra-mesraan ... ?" tanyanya.

"Aleccia belom sempet mesra-mesraan Mommy, gak perlu kuatir." Aleccia menjawab dengan santai.

Alec tertawa melihat keributan itu, tapi dia juga paham dengan kekhawatiran Ibunya Aleccia ini. Bagaimana pun yang telah terjadi di antara mereka ini begitu rumit. Jangan sampai putrinya mengalami hal yang sama atau hidupnya bisa saja ikut rumit. "Sayang, Daddy gak larang kok Aleccia pacaran, tapi kamu juga harus tau batas." Ucapnya.

"Batas apa?" tanya Aleccia.

"Batas yang sudah ditentukan oleh norma yang berada di lingkungan kita." Alec menjawab.

"Benar kata Daddy, sebisa mungkin gak boleh mesra-mesraan. Hindari sentuhan di bagian intim. Kalo pun kebelet gak bisa tahan lagi, usahain pake pengaman." Jully berceramah.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang