Sudah berapa lama tidak menjemput anaknya, rutinitas itu kembali dilakukan. Rindu itu sudah mendera, celotehan anak itu kerap membuatnya gemas. Begitu masuk mobil sudah menempel bapaknya, lalu bercerita dalam sehari dia melakukan apa saja, pacaran, jajan, pacaran lagi lalu becanda dengan teman, cerita tentang pelajaran hanya mengambil sedikit porsi, pintar memang. Kali ini, sudah makan sudah jajan tapi masih juga minta berputar mengelilingi kota.
"Daddy anter pulang ya?" bujuk Alec setelah satu jam berputar tidak jelas.
"Enggak mau, masih mau sama Daddy," jawab Aleccia merengek seperti bocah.
"Daddy mo ada urusan Nak," kata bapaknya berusaha mengelak.
"Kantor apa pribadi?" tanya Aleccia dengan cerdas.
"Pribadi." Terpaksa jujur.
"Aleccia ikut," sahutnya dengan antusias.
Anak ini kenapa demen sekali ikut, ini masalahnya bukan boleh tidak boleh tapi memang ada nganu. "Daddy mau ke dokter, masih mau ikut?"
"Mommy itu dokter, mau ke mommy?" tanyanya dengan polos.
"Bukan, ini dokter yang lain," jawab Alec.
Aleccia diam sebentar seperti berpikir, "Tetep ikut," rengeknya.
"Astaga, eh ini serius daddy gak ngibul. Ntar Aleccia disuntik loh disana." Berharap menakuti dengan kalimat konyol anaknya itu bisa berubah pikiran.
"Gak lah, kan Aleccia ga sakit." Si anak gadis berkilah dengan cerdas, ngeles pintar macam bapaknya.
Ada senang ketika anaknya menempel dan bergantung kepadanya. Tapi ini masalahnya lain, mau menemui Anggi. Bagaimana nanti kalau Aleccia tahu kalau bapaknya ini sedang nganu karena hasil dari gelud bersama uncle-nya. Tapi melarangnya bisa membuat dia ngambek, tidak ada jalan lain sepertinya selain dari mengalah dan membiarkannya ikut. Hingga sampai di kediaman Anggi, Alec masih berpikir bagaimana mencari alasan.
"Aleccia mo ikut turun?" tanyanya ketika sudah sampai.
"Yaiya dong," balasnya dengan semangat membuka pintu mobil.
Sudah diduga bakal seperti ini, anaknya mengekor kemana pun dirinya pergi. Rasa bangga juga senang itu terpancar dengan jelas, tapi ya harus beralasan apa nanti kalau dia bertanya apa dan kenapa.
Anggi muncul dengan keheranan, ini pasien brengseknya udah muncul mana bawa bocah. "Anak siapa digondol? Masih bocah Lec, pedo?" Anggi menunjuk Aleccia.
"Hush pedo jidat kau, anakku ini." Alec segera meralat sebelum kalimat Anggi kemana-mana.
"Seriusan ternyata," gumam Anggi.
"Ya iyalah, gak liat apa dia fotokopianku, saking aja versi cewek." Alec dengan bangga memamerkan segala aibnya.
"Fotokopian apanya. Manis gak kayak bapaknya," komentar Anggi.
Sudahlah namanya tidak percaya mau dibilang apa. "Say hello to aunty Anggi Aleccia," kata Alec.
"Hai aunty," sapa Aleccia manis.
Anggi melihat Aleccia dengan gemas, manis sekali mana sopan dan tidak rusuh seperti bapaknya. kalau dari bentuk ya memang fotokopi dari bapaknya. Sepertinya Jully hanya kebagian jenis kelamin saja. kalau Anggi jadi Jully, betapa mengenaskannya.
"Nggi, alihin dong perhatian dia biar gak usah ikutan masuk," bisik Alec pada Anggi, biar tidak ribet urusan.
Anggi melirik sambil tertawa. biang rusuh tapi di hadapan anaknya malah berusaha jaga image, rasanya hampir sawan tapi ya sudahlah biarkan saja. "Aleccia, aunty Anggi punya baby lho, mau lihat?" tawarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...