"Omaaaaaa ... !" teriak Aleccia dari dalam rumah.
Alec yang sudah menyalakan mobil memejamkan mata sejenak, apalagi anak itu. Jully yang baru memasang seatbelt tersadar kalau anaknya masih ketinggalan di dalam. Padahal tadi sudah pamitan bareng-bareng kenapa bisa ketlingsut begini. Mengalah, Jully keluar dari mobil menyusul anaknya yang ribut di dapur l entah mencari apa.
"Aleccia gak ikutan pulang sama mommy anda daddy?" tanya Jully heran, serius mau ditinggal?
"Wait a minute Mom," jawabnya yang bersila di lantai mencari entah apa, semua dibongkar. "Oma di manaaa?" tanyanya kesal.
"Cari apa sih?" tanya Oma heran.
"Ituuu," jawabnya yang absurd dan menbuat semua pusing.
"And, itu tuh refers to?" tanya Jully berusaha sabar.
"Box," jawabnya polos.
"Box? Like this?" Jully meraih sebuah thin wall tapi Aleccia hanya melengos.
"Nope, not that one." Aleccia menggeleng.
"So? Which one?" tanya Jully kesabaran telah menipis.
"The red one Mom, itu yang dipakai buat roti tadi," kata Aleccia akhirnya memperjelas.
"Owalah, Oma dari tadi gak ngerti. Ini?" tanya Oma mengulurkan sebuah baperware yang kalau hilang bisa buat baper.
Jully mengikuti anaknya, dipikir dia mau bawa kue apa cokelat yang berada di toples tapi rupanya tidak. Gadisnya itu nyelonong ke belakang tanpa suara dan kembali dengan 3 ekor moluska. Mau protes tapi rupanya emaknya itu sudah habis energi. Ajaran siapa coba, rupanya itu hasil dia mencari keong bersama uncle Finn. Astaga.
"Aleccia please, kenapa harus box merah?" tanya Jully kesal.
Oma segera mengelus punggung putrinya. "Sudahlah Jul, asal cucu mama seneng daripada ngereog. Nanti tetangga denger malah dikira cucunya dianiaya."
"Cuma buat keong kenapa harus yang merah, mana milih yang cakep, memangnya kalo dikasih thinwall keongnya protes? Astaga aku kesal." Jully merepet.
"Kalo gak pake ribut, bukan Aleccia. Untung cucu cuma satu, nambah satu lagi rame Jul." Oma menenangkan anaknya.
Aleccia semringah membawa kotak berisi keong, pamit kepada seluruh penghuni rumah tapi yang berbentuk manusia saja. "Bye everyone."
"Hey salim, enak saja sambil teriak kabur bye everyone, balik ... !" teriak Jully dan anaknya sudah kabur.
Oma hanya bisa menatap pasrah. "Sudahlah Jul biarin."
Alec menyambut riang anaknya yang berlari ke arahnya, tangannya membawa benda kotak merah, mungkin makanan. Pintu belakang segera dibuka untuk baby girl kesayangan. "What took you so long?" tanyanga.
"Daddy Aleccia masih cari rumah buat keong," jawanya santuy.
Alec bingung, di sini mana ada keong. Paling juga keong mini yang dijual sama mamang di pinggir jalan itu, gambar keropos, angry bird apa hello Kitty. "Boleh lihat gak?" tanyanya.
"Nih," kata Aleccia mengulurkan box merah.
Jully yang baru masuk mobil mesem. "Tuh coba liat keongnya Aleccia," ucapnya.
Sang sultan tampan maha benar itu menggeser duduknya meraih benda itu. Sebuah box berwarna merah pindah tangan, baru juga dibuka Alec langsung melongo. Ada 3 ekor binatang kecil merayap pelan dengan sungut yang berdiri.
"Aleccia, I wanna ask you, a question," kata bapaknya.
"Yep," jawab Aleccia mengangguk serius.
"Ini, apa?" tanya Alec menunjuk binatang itu.
"Kata uncle Finn, itu keong," jawabnya polos.
Mau telpon jidat tapi tidak tega, apalagi mau tertawa. Ini anak dikibulin pamannya kenapa manut saja, apa dia tidak paham dengan binatang tropis. "Ini bekicot, bukan keong ... !" seru Alec kesal.
"Uncle Finn said itu keong ... !" Aleccia ngeyel.
"Whatever," balas Alec kesal. "Nih Jul, keong nih keong. Lihat itu anakmu." Alec menyalakan mobilnya. Bodo amat mau keong mau bekicot.
Jully cuman ngakak tanpa henti,
***
"Punya pasien orang ganteng, semoga gak sembuh-sembuh," gumam Anggi dan Alec langsung mencureng.
"Ada gitu dokter macam gini? Nyogok berapa dulu bisa jadi begini?" tanyanya galak.
"Hush, gak boleh galak, udah tuwa nanti stroke. Mana lab hasilnya." Anggi mengetuk meja.
Wanita itu ngakak ketika Alec melemparkan sebuah amplop ke atas meja, punya pasien minus akhlak. Dasar mantan, untung dia tidak seperti orang kebanyakan yang setelah putus malah musuhan. Si brengsek ini masih bisa bersikap biasa saja, tetal seperti teman dekat saja. Meski kurang ajar rupanya masih punya etika, sedikit.
"Tuh," kata Alec dengan galak. Seperti biasa.
"Pasien gak sopan," gumam Anggi membuka amplop itu dan tersenyum.
"Kalo senyum ngajak-ngajak lah, jangan sendiri nanti kayak orang gila." Alec menyandarkan pinggangnya.
"Astaga mulutnya, gak sopan." Anggi menggeleng.
"Udah bawaan lahir, kamu gak usah protes." Alec memandangi ruangan itu. Jully juga dokter dan ruangannya juga aromanya sama begini.
"Bagus, udah gak ada masalah kan?" tanyanya.
"Semua baik, jadi ini terakhir kalinya ya aku periksa?" tanya Alec memastikan.
"Bisaaa, buka bajunya dulu aku mau lihat." Anggi mendekat.
Alec menyilangkan tangannya di depan dada. "Oh wanita macam apa? Menyuruh cowok buka baju?" tanyanya.
"Heee buruan, mau aku timpuk? Anakku Uda waktunya tidur buruan ... !" teriak Anggi kesal.
"Astaga dokternya galak, seneng amat sih lihat badanku. Jangan bilang nostalgia," gumam Alec melepas kaos.
Plakk ... !
"Naik ... ! Gak usah banyak bacod." Anggi menunjuk Exam bed.
Mau membalas bicara tapi nanti Anggi semakin galak. Menurut saja sebaiknya dia naik ke atas ranjang sempit dan tinggi itu, dingin dan tidak empuk. Entah apa yang diperiksa, bodo amat. Begini rupanya dokter-dokteran itu, nanti mau coba sama Jully saja ah. Tapi jangan Jully yang nyuntik, sakit. Mending yang jadi dokternya Alec saja, dokter mesum.
"Kapan nikah?" tanya Anggi kemudian.
"Secepatnya, sudah mulai diatur ini itu. Tunggu undangan, bawa itu si bocil." Alec tenang telentang.
"Beres, ini aku pegang udah gak sakit kan?" tanya Anggi dengan tangan di atas dada telanjang itu.
Alec menggeleng, sudah lebih baik. Tidak seburuk dulu yang ketika dipakai bernapas saja seperti mau mati. Kemarin dipakai momong anak gadis sudah tidak terlalu nyeri, dipakai mengangkat Jully dari dalam kolam juga baik saja. Sudah siap kawin, eh nikah.
"Miring? Tengkurap?" tanya Anggi memastikan.
"Bisa," balas Alec sombong.
"Oke bagus, akhirnya aku terbebas dari pasien gila ini." Anggi duduk dengan tenang. "Dah buruan kawin dan buatkan adik tuh "
Alec yang masih telentang setengah telanjang itu mesem sedikit lalu teringat sesuatu. Iya bikin adiknya Aleccia tali kan nganu. Masih teringat ketika di kolam itu, ketika ada sayatan panjang ada di perut bawah Jully. Tidak perlu ditanyakan, itu jelas sakit. Rupanya memiliki anak bulan sekedar buat enak-enak saja, ada proses lain yang juga tidak kalah mengerikan, setidaknya baginya.
"Anggi aku mau tanya," ucapnya pelan.
"Apa?" tanya Anggi menoleh.
"Itu, kamu dulu keluarkan baby lewat mana?" tanya dengan polos.
Plakkk ... !
"Heh nanya apa kamu ... ?!"
Alec geblek.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...